Soraya akhirnya sampai di kampus dengan bibir manyun. Ia masih kesal karena Rudy tak mengizinkannya pergi ke kampus dengan berjalan kaki, lelaki itu tetap memaksa kalau Aya harus berangkat bersamanya.
Namun, jika ia menuruti kemauan Rudy, sudah pasti status mereka akan terbongkar. Hasilnya Rudy memesankan gocar dengan jarak tempuh 300 meter. Wahyu yang menjadi penonton dan pendengar hanya bisa mesam-mesem sambil merapikan bekas sarapan sepasang pengantin baru tersebut.
Belum lagi soal perhiasan yang Aya hendak simpan. Semula Rudy memaksakan istrinya untuk mengenakan gelang, kalung, dan cincin yang sudah ia berikan. Tentu saja Aya juga menolaknya. Dia ke kampus untuk belajar, bukan untuk mejeng. Keputusan akhir yang tidak bisa diganggu gugat lagi adalah Aya tetap memakai cincin dan kalungnya karena tidak terlalu mencolok.
"HALO, AYANG BEB!" seru Anggi saat menangkap presensi Aya di kelas. Perempuan itu memeluk dan menjeweri pipi Aya.
"Kamu pulang perawatan, ya? Kok tambah seger dan cerah gini?" tanya Anggi sambil menolehkan wajah Aya ke kiri dan ke kanan. "Aku pikir kamu di rumah cuma riweh di dapur aja."
"Nggak. Kurang kerjaan banget aku mulusin wajah, paling utama biaya nggak mendukung. Diem dulu, ah. Aku lagi bad mood, nih." Aya melepaskan wajahnya dari jangkauan dari tangan Anggi.
"Ulu, ulu. Kenapa, sih? Ketemu sama cowok karung lagi? Kalau gitu pindah aja ke rumahku, Sor," ajak Anggi dengan mata mengerjap-ngerjap dan senyum lebar.
Helaan napas bosan mengenai wajah Anggi. Tawaran itu sudah Anggi berikan beberapa kali. "Nggak bisa, Gi. Nggak enak sama Ibu Nur. Nanti kalau ditanya kenapa pindah, aku kudu jawab apa?"
"Iya, ya. Nggak mungkin juga bilang kalau anaknya mesum. Hiii, tapi makin ngeri kalau kelamaan tinggal di sana, Sor." Badan Anggi sampai bergidik membayangkan Fahad suka menggoda penghuni asrama milik ibunya.
"Ngapain dipikir? Kalau udah tahu gitu, pinter-pinter jaga diri aja. Ah, jangan bahas dia lagi."
Tiba-tiba satu tabokan keras dilayangkan ke lengan Aya. "Tahu nggak, Sor? Pak Rudy tadi juga masuk. Dan asal kamu tahu aja, habis nikah pesonanya makin cerah gitu, Sor. Jadi dosa sekarang pas aku ngidolain suami orang. Senyumnya juga agak banyak daripada biasanya. Ah, kamu nggak liat sendiri, sih."
Dalam hati, Aya meminta maaf pada Anggi karena sudah mengambil lelaki yang sangat ia idam-idamkan. Ia hanya mendengar dan menyimak dengan baik apa yang perempuan itu ceritakan.
"Mungkin udah waktunya kamu ganti crush, Gi. Kalau nggak bisa dapat dosen, muridnya juga boleh. Siapa yang nggak mau sama kamu, sih, Gi?" saran Aya agar Anggi tidak merasakan sakit terlalu lama.
"Iya, sih. Tapi nantilah. Masih mau mengobati luka ditinggal nikah sama Pak Rudy. Ntar sore jalan, yuk. Kangen nongkrong sama kamu." Wajah ceria Anggi seolah menyentuh hati Aya, tak mungkin ia melukai temannya itu lagi.
"Liat nanti, ya."
***
Aya buru-buru masuk ke dalam sebuah ruangan dan segera menguncinya. Seseorang di dalamnya sampai terkejut mendengar kedatangan Aya.
Rudy menghampiri Aya dengan senyum merekah. "Kayak mau ngerampok aja. Kan bisa masuk baik-baik."
"Rasanya gemetar banget ini, Mas. Kamu juga aneh-aneh minta aku ke sini. Ada apa?"
Aya memekik saat tiba-tiba Rudy mengangkat tubuhnya dan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Aya.
"Mas, nanti kalau ada yang ke sini gimana?" bisik Aya dengan bulu kuduk berdiri. "Jangan digigit, Mas," peringatnya saat bibir Rudy mulai menyesap lehernya.
"Pintunya udah kamu kunci, 'kan?" Aya mengangguk. "Jadi, aman."
Lelaki dengan kemeja masih rapi tersebut melangkah ke depan sampai punggung Aya menyentuh dinding. Tak perlu menawar, ia langsung menyerang bibir Aya tanpa ampun.
Begitu pula dengan tangannya yang ikut menjelajah setiap sudut tubuh Aya yang sudah ia hapal. Aya menguatkan pegangan tangan di belakang leher Rudy saat lelaki itu bermain di tubuh bagian depan.
Kesempatan emas bagi Rudy saat Aya mendesah karena ujung dadanya yang dicubit dan kedua bibirnya terbuka. Lelaki itu semakin brutal mengakses lidah Aya tanpa menghentikan gerakan tangannya.
Aya menarik kepala Rudy agar menjauh dari wajahnya. "Udah, Mas. Nggak enak lagu di kampus," ucapnya dengan napas terengah.
"Bentar aja, nanti aku harus pulang telat karena ngerjain beberapa berkas. Sebagai gantinya kamu boleh main sama temen kamu, ya. Bentar aja." Setelah mengecup bibir Aya sekilas, Rudy melangkah menuju sofa dan mulai melepas kancing baju yang Aya kenakan.
***
Meski mendapat izin untuk pergi dengan Anggi, kalau tahu persyaratannya seperti itu, pasti Aya memilih untuk tidak pergi ke mana-mana. Namun, sayang juga kalau tiket untuk keluar rumah disia-siakan.
Lihatlah, Aya dan Anggi seperti melupakan apa saja yang tengah mereka rasakan. Setelah puas berbelanja, bermain di Timezone, pergi karaoke, dan hal wajib yang terakhir mereka lakukan adalah makan.
"Lega banget aku hari ini. Apa karena udah lama banget nggak jalan sama kamu, ya, Sor?" Anggi memulai percakapan sambil menyantap ayam goreng dengan nasi.
"Sama, aku juga seneng banget bisa jalan hari ini. Mungkin otak kita udah terlalu banyak nampung sampah, deh, Gi."
Anggi tergelak dan mengangguk setuju dengan ucapan Aya. Mereka melanjutkan makan sambil terus menceritakan apa saja yang baru mereka lakukan tadi.
"Eh, Sor. Bukannya itu cowok karung?" Anggi menunjuk dengan dagu pada sudut mall tempat di mana Fahad sedang makan dengan seseorang.
Masih belum begitu faham dengan 'cowok karung' yang dimaksud Anggi, Aya segera menoleh dan seketika mood-nya pudar saat melihat lelaki di sana tertawa lepas. Seolah tak ada kesedihan tersirat sedikit pun di wajah itu.
"Itu bukan Nadia kayaknya, fiks dia cowok karung tingkat akut. Jangan deket-deket lagi sama dia di asrama. Udah paling bener kalau kamu itu pindah dari sana," kata Anggi menggebu. Entahlah, ia selalu semangat untuk menyudutkan Fahad.
"Mending bahas yang lain aja, Gi. Atau kita pulang aja, yuk. Udah jam delapan, nih."
Untungnya Anggi setuju. Setelah membayar makanan, mereka berjalan meninggalkan tempat makan dengan mencari pintu yang jauh dari jangkauan Fahad. Ya, meskipun ketahuan pun juga tak ada gunanya. Hanya saja, Aya sudah sangat terlalu malas berurusan dengan lelaki itu.
Sebuah pesan juga masuk dari Rudy yang menanyakan keberadaan Aya dan kapan ia akan pulang. Aya terpaksa menjaga jarak dengan Anggi untuk membalas pesan dari suaminya itu. Hatinya selalu berdegup saat berhubungan dengan Rudy di belakang Anggi. Ia merasa tidak pantas menjadi teman perempuan baik tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosenku, Lelakiku
RomanceSoraya tiba-tiba dikejutkan dengan lamaran dari seorang dosen di kampusnya. Tak butuh waktu lama, ia juga harus melangsungkan pernikahan karena Rudy tak bisa menunggu lebih lama lagi. Sedangkan sahabatnya, Anggi juga mengidolakan dosen muda itu. Ru...