Bertemanlah dengan orang yang bisa membawamu dekat dan senantiasa mengingat Allah, agar kelak kalian bisa saling memanggil untuk masuk ke dalam jannah-Nya.
// About Readiness //
"Nanti sampai rumah, Papa harus langsung istirahat! Nggak boleh ngapa-ngapain dulu, apalagi urusin pekerjaan," peringat Ayra sembari berbalik menatap papanya yang duduk di kursi penumpang bersama dengan Aina dan Althaf, sementara dirinya duduk di depan, di samping Aditya.
Farhan hanya bisa menggeleng pelan, seraya tersenyum kecil mendengar peringatan yang sudah tiga kali Ayra ucapkan hari ini. "Iya, Sayang iya. Papa nggak sepikun itu sampai kamu harus ingetin Papa berkali-kali," ujar Farhan.
"Awas aja, kalau sampai Papa aku lihat pegang laptop, tablet, atau dokumen-dokumen ...!" ancam Ayra dengan mata yang memicing.
"Dasar cerewet!" ujar Althaf tiba-tiba.
Ayra hanya memutar bola mata malas, kemudian memperbaiki posisi duduknya dan bersandar sembari melipat kedua tangan di depan dada. "Terserah aku! Aku cerewet juga demi kebaikan papa, kok."
"Jangan mulai, ya kalian! Kalian berantem Abang turunin sekarang juga."
Ayra merapatkan bibirnya, hal yang sama juga dilakukan oleh Althaf. Keduanya seketika terdiam setelah mendengar ancaman dari Aditya, karena memang setiap ancaman yang keluar dari mulut Aditya tidak pernah main-main, maka dari itu Ayra dan Althaf cari aman dengan saling diam dan tidak berdebat lagi.
Tidak membutuhkan waktu lama, mobil Aditya sudah sampai di rumah mereka. Langsung saja Ayra turun dari mobil dan menunggu papanya keluar dari mobil juga, lalu setelah Farhan keluar Ayra segera mendorong Althaf agar bisa menggantikan posisi saudaranya itu untuk menuntun Farhan.
"Heh, Bocil!"
Ayra yang hendak mengeluarkan suara segera tururungkan saat suara dehaman Aditya sudah lebih dulu terdengar.
Aina yang berdiri di sebelah kanan Farhan, hanya bisa menggeleng pelan melihat tingkah kedua anaknya yang hampir saja kembali bertengkar jika Aditya tidak memberi mereka kode. "Kak, kamu gantiin Mama. Mama mau ambil barang-barang dulu di bagasi. Bang ayo bantuin Mama."
Althaf dan Aditya berbarengan mengangguk, lalu melaksanakan apa yang baru saja dititahkan oleh Aina. Setelah itu mereka pun masuk. Aina dan Aditya membawa barang-barang ke dapur, sementara Ayra dan Althaf mengantar Farhan ke kamarnya.
"Papa mau aku temenin?" tanya Ayra setelah Farhan berbaring di kasurnya.
"Nggak usah! Yang ada papa nggak akan istirahat-istirahat, karena pasti lo bakalan ngoceh mulu," sambar Althaf, lalu menarik tangan Ayra untuk keluar dari kamar Farhan. "Papa istirahat, ya. Kita keluar dulu."
"Hish, Kak Althaf hati-hati, dong! Kasar banget, sih! Yang Kak Al tarik ini Ayra bukan sapi atau kambing," cerocos Ayra setelah keluar dari kamar Farhan dan dia juga melepaskan tangannya yang tadi ditarik oleh Althaf dengan tidak berperi kemanusiaan.
"Oh Ayra? Gue kira sapi tadi," ejek Althaf dengan wajah yang super menjengkelkannya.
Mendengar hal itu membuat Ayra mencibir Althaf sembari memukul kuat bahu kakak laki-lakinya itu. "Dasar Kakak durhaka!"
KAMU SEDANG MEMBACA
About Readiness
SpiritualSpiritual-fiksiremaja "Maaf, aku nggak bisa kayak Sayidah Fatimah yang bisa tahan dengan cinta diam-diamnya kepada Ali bin Abi Thalib. Aku juga tidak seberani Bunda Khadijah yang melamar Rasulullah lebih dulu ... yang kubisa hanya menjadi seperti Zu...