Sudah dua hari lamanya Nasya mendapatkan pesan tersebut. Selama itu Nasya tidak berani untuk memberitahukan hal itu kepada Syam. Nasya juga tidak tahu siapa yang mengirim pesan tersebut.
'Siapa yang udah ngirim pesan itu?' Belakangan ini Nasya sering melamun karena memikirkan pesan tersebut.
Syam melambaikan tangannya. "Hei, kok ngelamun? Mikirin apa?"
Nasya tersadar. "Nggak mikirin apa-apa."
Syam mengambil novel yang di pegang oleh Nasya, saat ini mereka memang berada di perpustakaan.
"Lo belakangan ini kelihatan beda Na." Syam tidak menatap Nasya melainkan ia justru menatap novel yang ada di tangannya, cowok itu hanya membolak-balikan novel yang ada di tangannya.
Nasya berusaha untuk tenang. "Maksud kakak apa sih? Beda gimana? Aku kelihatan lebih jelek ya."
Syam menatap Nasya, jelas sekali jika gadis itu tampak sedang berusaha untuk bercanda. "Belakang ini lo lebih sering ngelamun. Ada yang lo pikirin?"
Nasya terdiam, ia tidak tahu jika Syam begitu memperhatikannya. Bahkan cowok itu menyadari perubahan Nasya dalam dua hari ini. Jujur saja Nasya bingung mau berkata apa.
Nasya terlalu takut untuk jujur, Syam baru saja kehilangan Mama-nya. Nasya takut menambah beban pikiran Syam, lagipula selama dua hari ini tidak terjadi apapun pada keluarga Nasya.
'Apa mungkin itu cuma sekedar ancaman. Banyak orang yang nggak suka aku deket sama kak Syam,' batin Nasya
"Nah kan, ngelamun lagi," ucap Syam.
Nasya kembali tersadar, ia lantas tertawa. "Ah iya, nggak tahu kenapa kalau di deket kakak bawaannya pengen ngelamun terus."
Kening Syam berkerut. "Kok gue?"
"Ya aneh aja gitu, kok bisa kakak gantengnya kelewatan." Nasya tersenyum lebar.
Entah kenapa Syam merasa ada yang janggal dengan senyum Nasya. "Serius? Tapi gue rasa lo nggak lagi mikirin gue?"
"Emang kakak tahu dari mana? Kakak bukan peramal. Di bilangin aku lagi mikirin kakak nggak percayaan banget," ujar Nasya.
Syam akhirnya tersenyum. "Percaya, kapan sih gue nggak percaya sama lo? Kecuali kalau lo boong, itu baru gue nggak percaya."
Nasya tersenyum, rasanya sedikit lega. Setidaknya Syam tidak bertanya yang macam-macam lagi. Nasya mengambil alih novel yang di pegang oleh Syam.
Nasya belum selesai membaca novel tersebut, ia kini kembali membaca novel itu. Sementara Syam sibuk mengamati wajah Nasya yang tampak serius.
"Na, ponsel lo bunyi." Syam menatap ponsel Nasya yang berada di atas meja.
Karena terlalu fokus Nasya sampai tidak mendengar suara notifikasi yang berasal dari ponselnya.
"Iya kak." Nasya mengambil ponselnya.
[Na, Ayah masuk rumah sakit. Ada orang yang tiba-tiba nusuk dia, Ayah kamu koma Na] itu adalah pesan dari bunda Nasya.
"Kenapa Na?" Syam bisa melihat jelas perubahan raut wajah Nasya.
"Ayah masuk rumah sakit kak, kata Bunda karena di tusuk." Tatapan Nasya terlihat kosong.
***
Nasya berjalan tergesa-gesa di lorong rumah sakit, di ikuti oleh Syam yang berjalan di belakang Nasya. Syam tahu betul jika saat ini Nasya sedang sangat khawatir.
Dari kejauhan Nasya bisa melihat Bunda-nya yang duduk di depan ruang rawat Ayah-nya. Nasya menghampiri Bunda-nya yang kini sedang menangis.
"Bunda ..." Nasya duduk di samping Bunda-nya dan memeluk wanita paruh baya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syam Story
Teen FictionDia Syam Kavalen, laki-laki yang menjabat sebagai wakil ketua geng Jevins dan mempunyai cita-cita menjadi dokter. Syam selalu memasang wajah kalem dan selalu terlihat tenang. Syam mencintai gadis berhijab bernama Nasya, namun Syam harus terjebak cin...