Jeno udah lupa kapan terakhir kali dia masuk ke kamar Nana, entah saat mereka masih kanak-kanak atau saat gadis itu enggan keluar kamar karena takut di-bully kakaknya.
Kamarnya masih sama dengan yang terakhir Jeno ingat, masih penuh oleh buku yang memenuhi dinding, masih terisi oleh beberapa printilan khas perempuan yang akhir-akhir ini sering dia beli.
Jeno duduk di kursi belajar, meraih gantungan kunci berbentuk kepala kelinci yang menggemaskan, ketawa kecil soalnya mirip banget sama Nana yang lagi ngambek.
"Wah ... ada artis!"
Suara cempreng kedengeran dari pintu, Jeno ngangkat kepala natap Nana yang baru pulang kuliah.
"Artis apaan sih?"
"Ya elu, kagak pulang-pulang kirain nyaingin bang Toyib ternyata debut di Amerika. Gila sih sohib gue. Masih inget bahasa Indonesia gak? Gue nggak bisa Inggris."
Jeno ketawa kecil, menatap Nana yang lagi ngelepas tas sebelum duduk di ranjang.
"Kapan sampai di Indo, Jen?"
"Baru banget tadi."
"Kangen yaa makanya langsung ke sini?"
Bola mata cowok itu berotasi pelan, "Kamar lu sama kamar gue literally dipisahin balkon doang."
Suara tawa Nana menggema, ngebuat Jeno diam-diam mengulum senyum, kalo jujur sih iya kangen banget, selama World Tour kemarin, nggak ada yang secerewet Nana buat ngingetin dia makan, minum vitamin, dan tidur. Kadang pengen ngechat gadis ini, tapi perbedaan waktu ngebuat niat itu diurungkan.
"Berarti habis dari Amerika langsung ke sini ya? Lo perform kan di Coachella?"
Jeno mengangguk, kemarin setelah world tour bersama bandnya mereka emang menutu tahun ini dengan tampil di salah satu festival paling bergengsi di dunia. Satu panggung bersama orang-orang hebat dalam industri musik yang ngebuat dia bisa tertawa lepas karena satu persatu, cita-citanya akhirnya tercapai.
"Kuliah masih cuti, Jen?"
"Masih, tapi gue lagi ngomongin buat online aja, soalnya tahun depan mau ngeluarin album baru, pasti bakalan lebih sibuk."
"Wihh, albumnya tentang apaa?" gadis itu mendekat dengan excited, ngambil kursi meja rias dan duduk di samping Jeno.
Dia selalu suka lagu-lagu keluaran Dreamer, band Jeno yang dibentuk bareng temen-temennya yang lain, di mana pria itu berprofesi sebagai gitaris sekaligus penulis lirik.
"Tentang cinta."
"Maksud gue, bakal segalau lagu yang kemarin nggak?"
Album terakhir Dreamer bener-bener pecah dipasaran, judulnya Lost Spark, bercerita tentang gimana cara kita menghargai cinta agar percikan-percikan yang muncul diawal tidak hilang begitu saja.
Banyak banget yang relate sama lagu itu, termasuk Nana yang muterin hampir tiap hari selama sebulan. Lagunya merajai tangga musik, masuk di billboard sampe dapet beberapa pernghargaan.
"Nggak tau. Tentang unrequited love kali."
Kening Nana mengerut, "Siapa yang nulis?"
"Mark, buat Helia."
Nana tau Mark, dia tuh keyboard, produser, juga pencipta lagu. Dan, Helia, siapa yang nggak kenal model papan atas Indonesia yang baru aja dikontrak eksklusif oleh Gucci untuk koleksi musim gugur mereka?
"Itu lagu utamanya? Side tracknya?"
Bahu Jeno mengedik, "Ntar juga tau kalo albumnya keluar."
***
Rasanya Nana pengen nyekek Jeno abis ini, dia lagi di kampus, asyik nulis resume pas anak-anak rame gara-gara Dreamer akhirnya merilis lagu terbaru mereka. Nana meletakkan pensilnya, ikut ngeliat postingan terbaru Instagram yang memuat link menuju lagu mereka.
1000 Times.
Dia udah ekspektasi ini lagu pasti sakit banget karena Jeno bilang tentang cinta tak berbalas, tapi pas liriknya mengalun dia ngerasa dikerjain abis-abisan.
I’m in love with my best friend.
Itu suara Jeno, bukan Cecill—vokalis mereka.
Lalu ada suara yang menyahut dibelakangnya.
Who's her? Wanna tell me about it?
Nana mengenalinya sebagai suara Mark.
Haha, hei Nana.
Do you remember when I said I'd always be there?Anjing.
Nana beneran pengen nangis aja, untung di dunia ini yang namanya Nana nggak cuma dia.Walaupun yang spesifik kenal Jeno, sahabatan sekaligus tetanggaan cuma dia. Tapi, setidaknya dia nggak perlu geer menghadapi ceng-cengan temen-temennya.
Now I realize you were the only one
It's never too late to show it.
Grow old together,
Have feelings we had before
When we were so innocent.Dude, ini Nana ditembak gak sih?
***
"Yuk naik yuk. Semangat semua!" Dery berteriak pelan sebelum mengambil stik drumnya.
Mark udah berdiri di belakang keyboard sementara Cecill tersenyum menyapa penonton yang antuasias banget hari ini.
"Akhirnya bisa manggung di Indonesia! Selamat malaaam!"
Teriakan semakin menjadi, rasanya pusing tapi dia suka euphoria ini.
"Sebagai pembuka, kita akan mengawali malam ini dengan lagu dari album terbaru kita."
Telinga Nana rasanya berdenging, abangnya udah loncat-loncat seneng bisa datang ke konser Dreamer malam ini.
"1000 Times! Pada tau kan lagunya?"
Nana menutup mata saat polusi suara kembali terdengar disusul gebukan drum kemudian petikan gitar yang mengisi malam di Jakarta internasional stadium.
"Malam ini special karena Nana yang ada dalam lagu bisa hadir dan denger langsung untuk kali pertama." Mark tertawa kecil, "Jadi, please welcome, our greatest guitarists sekaligus penulis liriknya, Jeno."
"Hahaha, makasih ya semuanya."
Tepat ketika Jeno berbicara, musik seketika mati, berganti senar gitar akustik yang dipetik lembut.
"Seperti kata Mark, karena malam ini Nana dalam 1000 times hadir, maka rasanya agak tidak sopan kalau saya nggak nyapa dia. Perempuan yang kepadanyalah semua lirik lagu saya persembahkan."
Lampu stadion tiba-tiba redup, berganti sorot kekuningan yang berhenti saat menemukan sosok Nana dan menayangkan wajahnya dalam layar besar yang terpasang di depan.
"Anjir, Nananya Jeno eluu?"
Dia bisa denger abangnya mengumpat tapi sejujurnya dia jauh lebih kaget.
"Hei Nana. Do you remember when I said I'd always be there?"
Nggak ada jawaban, cuma ada muka cengo Nana yang masih memproses keadaan.
From the moment I wake
To the moment I sleep
I'll be there by your sideSo you know how much I need you
But you never even see me do you?
And is this my final chance of getting you?"Nana, would you be my melody to my lyrics?"
Anjirlahh.
Liat aja, besok namanya pasti bakal jadi trending topik.
Jeno sialan.
Tapi, dia tetap mengangguk dengan wajah malu.
***