1. Sekolah

9 1 0
                                    

"Nona Arabella, Tuan Putri Belinda Caroline dan Nona Althea Jovanika sudah menunggu anda di depan." ujar seorang pengawal. Arabella tersenyum lalu mengangguk.

"Tolong bilang pada Ayah dan Ibu Aku berangkat ke Sekolah," jawab Arabella pada dayang yang berada di sampingnya, karena ia tahu Ayah dan Ibunya sedang berbincang urusan penting. Dayang itu mengangguk paham.

Arabella berdiri dengan tas miliknya yang di bawakan oleh pengawalnya. Segera pergi untuk menemui sahabatnya yang sudah menunggu.

Gadis dengan gaun biru dan mahkota bunga di kepalanya tampak antusias saat melihat Arabella datang. "Selamat pagi, Putri Belinda Caroline." Arabella membungkukkan badan.

"Sudah aku bilang tidak perlu seperti itu, Arabella," ujar Belinda sedikit kesal tapi ia langsung menepis rada kesal itu. "Sesuai giliran, hari ini berangkat dengan kereta kuda milikku."

Arabella mengangguk sambil tersenyum, lalu mengambil tasnya yang semula dipegang oleh pengawal. "Terimakasih. Pulang sekolah nanti tidak usah menjemputku, aku akan pergi dengan Althea dan Belinda untuk bermain."

Belinda sudah lebih dulu masuk ke dalam keretanya, melambaikan tangan tanda agar Althea dan Arabella segera masuk.

"Althea, kenapa belum naik?" tanya Arabella.

"Kamu duluan, Arabella," jawabnya. Arabella tersenyum, di bantu pengawal ia naik dan duduk di depan Belinda. Disusul Althea yang kemudian duduk di sampingnya.

Kereta kuda itu mulai bergerak untuk membawa mereka segera ke sekolah. Arabella menatap Althea yang terus diam sejak tadi. "Althea kenapa diam terus?"

"Biasanya memang jarang berbicara bukan?" sahut Belinda.

Althea menghembuskan nafas lalu menatap keduanya. "Sariawan."

•••

"Seperti biasa, pelajaran sejarah selalu menyebalkan!" Gerutu Belinda. Arabella tertawa kecil, tangannya terus menggandeng tangan Althea.

"Akhir pekan mau pergi kemana?" tanya Althea. Belinda tampak berpikir seraya menggandeng tangan Arabella. Ketiganya berjalan bersama untuk menuju ke kereta kuda Belinda.

"Kenapa tidak bermain di gazebo istanaku?" saran Belinda. Arabella tak menjawab, dia lebih dulu menatap Althea, menunggu jawaban gadis penyihir itu.

"Bosan." Arabella menggigit bibir, lalu beralih menatap Belinda yang sesuai dugaan merenggut kesal. "Lalu ke mana?"

"Piknik, tapi tidak di dalam istana," jawab Althea. "Kita coba untuk piknik tanpa pengawal. Hanya kita bertiga. Bagaimana?"

"Di hutan?" tanya Arabella. Althea mengangguk. Aku dapat tempat bagus di hutan, sekalian ingin menunjukkan sihir baru yang aku pelajari. Bagaimana?" Althea mengulang pertanyaannya.

Belinda terdiam, sedikit ragu untuk piknik tanpa membawa pengawal satupun. Matanya beralih menatap Arabella. "Kau ikut?"

Arabella mengangguk antusias. "Iya, ingin mencobanya. Belinda bagaimana? Tidak mau ikut ya?" raut wajahnya berubah sedih dengan bibir yang melengkung ke bawah.

"Aduh, iya aku ikut. Berangkat pagi kan?" tanya Belinda kemudian. Althea mengangguk. "Bawa kuda sendiri."

"HAH?!" teriak Belinda refleks. Menyadari hal itu, Belinda membungkuk. "Maaf. Jadi, tidak diantar kereta kuda?"

"Kenapa? kamu tidak bisa menunggangi kuda, Belinda?" tanya Althea. "Tidak apa kita pakai kere-"

"Bisa, aku hanya takut jatuh, Althea," jawab Belinda. Arabella menatap polos pada Putri Kerajaan Barat itu. "Belinda mau satu kuda denganku saja?"

Drie VriendenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang