42.Terungkap

3.4K 719 58
                                    

Syam menatap layar ponsel-nya, sedaritadi ponsel-nya terus berdering. Theo lah yang menelepon Syam, entah karena apa Syam tidak tahu. Syam berjalan ke arah pohon yang ada di dekat parkiran.

"Apa?" Syam tidak mau basa-basi.

“Gimana? Kamu masih mau tetep bertahan sama Nasya? Kamu mau lihat keluarga Nasya perlahan hancur?” tanya Theo.

Salah satu tangan Syam mengepal. “Maksud anda apa-apa. Jangan-jangan anda---"

“Iya, orang suruhan Papa yang udah nusuk Ayah-nya Nasya.” Nada suara Theo sama sekali tidak ada beban.

"Pa, jangan kayak gini ..." Syam terdengar memohon.

“Makanya jauhin Nasya,” ucap Theo.

"Aku nggak bisa Pa." Syam tidak mungkin menjauhi Nasya.

"Jangan salahin Papa kalau keluarga di akan bener-bener hancur," ujar Theo.

“Papa gila ya, Ayah-nya Nasya masuk rumah sakit karena orang suruhan Papa. Sekarang Papa mau apa lagi?" Mata Syam berkilat marah.

Nasya yang di belakang Syam kini mematung, telinganya masih berfungsi. Nasya mendengar dengan jelas jika yang menusuk Ayah-nya adalah orang suruhan Papa Syam.

Dada Nasya sesak, ia masih cukup terkejut. Rasanya Nasya tidak percaya, ia tidak percaya jika Papa-nya Syam setega itu. Bahkan perasaan Nasya kini tidak karuan.

"Kak ..." Bibir Nasya terasa kelu.

Syam berbalik badan, cowok itu terkejut dan langsung mematikan teleponnya. "Nana, lo kok ada di sini?"

"Yang aku denger nggak bener kan kak?" Nasya mencoba untuk tersenyum.

Syam mendekat ke arah Nasya. "Na, gue ..."

"Bener atau nggak?" Nasya ingin mendengar jawaban Syam.

"Bener." Syam tidak punya pilihan selain jujur.

"Yang nusuk Ayah aku itu orang suruhan Papa-nya kakak?" Nasya benar-benar tidak menyangka.

"Maaf Na." Hanya itu yang mampu Syam katakan.

"Kenapa?" Detik itu juga air mata Nasya luruh begitu saja. "Kenapa tega?"

Syam bisa mendengar suara serak Nasya, gadis itu seperti sedang menahan tangis. Rasanya Syam tidak sanggup melihat Nasya seperti itu, Syam tidak bisa melihat Nasya menangis.

Nasya menghapus air matanya menggunakan punggung tangan, tapi lagi-lagi air mata itu kembali terjatuh. Tatapan Nasya terlihat sendu, begitu sangat terluka.

"Gue baru tahu Na." Syam melangkah maju namun Nasya justru malah mundur.

"Ayah aku punya salah apa sama Papa kakak?" tanya Nasya.

"Gue bener-bener minta maaf Na," balas Syam, dia terlihat sangat merasa bersalah.

"Selama ini aku diem aja, di kata-katain sama orang. Aku nggak peduli walaupun banyak orang nggak suka sama aku, aku gapapa orang-orang benci sama aku," ucap Nasya.

Syam hanya diam, membiarkan Nasya meluapkan isi hatinya.

"Bahkan aku tetep sabar walaupun Mama kakak nggak suka sama aku. Tapi ..." Nasya menjeda ucapannya. "Kenapa harus Ayah aku? Dia nggak salah apa-apa. Aku rela di perlakuin kayak apa aja, asal jangan keluarga aku. Udah itu aja, itu aja kak."

Syam berusaha untuk menahan gejolak di hatinya, suara Nasya benar-benar menyakiti hatinya. Kebenaran itu telah terungkap, dan Nasya sedih karena hal itu.

"Gue bodoh Na, gue nggak bisa apa-apa." Syam menunduk.

"Aku salah apa ya kak? Sampek-sampek banyak orang yang nggak suka aku deket sama kakak? Senggak pantes itu ya aku di mata mereka?" tanya Nasya.

Syam StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang