Prolog

804 97 15
                                    

Selamat membaca!!

Jangan lupa tinggalkan jejak!

****

Gavino Dewana, laki-laki tampan yang tengah berjalan dengan pandangan kosong meski memiliki tujuan. Ia melangkahkan kakinya menuju ke tempat pemakaman umum, di mana dia berniat untuk datang ke makam kekasihnya. Alea namanya.

Dada Gavino masih terasa sesak sampai sekarang, karena kejadian itu benar-benar nyata, di mana gadis yang ia cintai pergi tepat di hari ulang tahun gadis itu sendiri.

Gavino mengembuskan napasnya secara kasar, dia menghentikan langkah kakinya. Sangat berat baginya untuk menghampiri tempat terakhir Alea. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa selain melanjutkan kembali langkah kakinya.

Bugh

Seorang gadis bertubuh mungil baru saja menabraknya, gadis dengan payung hitam itu terjatuh dan berhasil mencium tanah begitu juga dengan Gavino.

Gadis itu segera bangkit dari duduknya, mengambil payungnya, dan mengulurkan tangannya pada Gavino. "Sorry, gue gak sengaja!"

Pandangan Gavino dan gadis itu terkunci, keduanya sama-sama tidak bisa mengatasi keterkejutan mereka.

"Alea!" gumam Gavino.

Gadis yang dipanggil Gavino dengan sebutan Alea, segera menegakkan tubuhnya bersamaan kedua bola mata yang membola.

"ALEA!" Gavino berteriak saat gadis yang dia tabrak tadi melarikan diri usai ia panggil dengan sebutan Alea.

Gavino segera bangkit dari jatuhnya, dan langsung berlari sekuat tenaga untuk mengejar gadis yang sangat ia yakini kalau itu adalah Alea.

"ALEAAAAA!"

"ALEA BERHENTIIIIIIII!"

"ALEAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!"

Gavino terus berlari dan berteriak tanpa henti, ia bahkan sampai bertekad seakan tidak memperdulikan orang-orang disekitarnya. Kenapa tekadnya begitu besar? Kerena memang tak ada orang di sana selain dirinya dan gadis yang sedang ia kejar. Kalau pun ada banyak orang di sana, ia juga tidak akan bertekad seperti sekarang.

"ALEAAA!"

Gavino kembali berteriak seperti orang kesetanan, sedangkan gadis yang dia kejar masih saja melarikan diri. Entah tidak mendengar atau memang sengaja melarikan diri, intinya Gavino harus mengejar gadis itu sampai dapat.

"Alea!" Gavino menghentikan langkah kakinya ketika gadis yang ia kejar berhenti di depan sana.

"Lepas."

Gavino mengerutkan dahinya, tak mengerti ucapan sang gadis.

"Gue bilang lepas!"

"Alea?"

"GUE BILANG LEPAS, GUE BUKAN ALEA!" teriak gadis itu, murka.

Gavino terkejut, dan tentu sangat terkejut karena gadis itu berteriak dan menoleh ke arahnya dengan tatapan tajam. Dan apa katanya tadi? Lepas? Dia bukan Alea? Apa Gavino tidak salah dengar? Dan satu lagi, dia tidak menahan gadis itu untuk terus berlari, bahkan Gavino berpikir kalau gadis itu berhenti karena inisiatif dirinya sendiri.

Gadis yang Gavino kira adalah Alea, menatap Gavino yang hanya berjarak tiga langkah di belakangnya, detik berikutnya pandangannya jatuh pada topi jaketnya yang tersangkut di ranting pohon, yang sempat ia pikir di tahan oleh Gavino.

Gadis itu dengan segera berusaha melepaskan topi jaketnya dari ranting pohon, dan berniat untuk melarikan diri lagi.

"JANGAN DEKET-DEKET!" teriaknya, saat Gavino mendekatinya. Namun, Gavino tak memperdulikan teriakkan itu, dia malah semakin gencar melangkahkan kakinya, dan dengan santai membantu melepaskan topi jaket gadis itu dari ranting pohon.

AleaAlena 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang