Bab 7. Tiga Berandal

7 1 0
                                    

"Ah, sepertinya gajiku tidak bisa kubagi rata dengan Arsen," gumamnya.

Charan menarik kursi untuk duduk di depan mejanya. Dengan malas, ia mencoba membaca sebuah buku yang paling mencolok dari tumpukan buku dan kertas lain. Rupanya itu adalah buku kasus siswa.

Dihantui rasa penasaran, ia pun membuka buku tersebut dan membaca satu persatu kasus yang pernah dilakukan oleh para murid SMA Roften. Seperti yang telah dibayangkan Charan, nama Zefanya memborong hampir setengah isi buku. Disusul oleh seorang siswa bernama Tony.

Menarik, pikir Charan. Sebagian besar kasus yang pernah dilakukan gadis itu adalah perundungan. Akan tetapi, tidak tertulis hukuman yang sudah diberikan untuk Zefanya. Charan melirik tumpukan kertas kuisioner di atas meja.

Sebuah ide muncul di kepala Charan. Ia pikir, sebelum jam istirahat tiba, ia harus membagikan kertas kuisioner sebagai pencitraan, agar kepala sekolah melihat kinerjanya.

Pemuda itu akhirnya keluar dari ruangan yang cukup dingin itu dan melihat-lihat keadaan di sekitar SMA. Sekolah ini sepintas sama saja dengan sekolah negeri lainnya, hanya bangunan sekolah ini yang lebih megah dan berkelas.

Sayup-sayup, Charan mendengar teriakan tertahan yang terdengar dari arah samping. Charan menoleh, ia melihat sebuah lorong yang gelap. Tanpa ketakutan sedikitpun, Charan masuk ke dalam lorong dan mencari sumber suara.

Semakin dalam ia menelusuri lorong, semakin jelas teriakan yang ia dengar. Bangunan yang mengapit lorong itu masih di dalam proses pembuatan, maka tak heran jika lorong itu sangat gelap dan saluran air di pinggir lorong tersumbat.

Di ujung lorong, Charan memergoki gerombolan murid lelaki yang sedang mengancam murid lelaki lainnya, dengan menarik kerah murid yang memakai kacamata. Ia tampak sangat ketakutan dengan luka lebam dan darah yang mengalir dari hidungnya.

Dapat dipastikan, anak itu sudah dihajar oleh gerombolan anak lelaki bertubuh tinggi di depannya. Tubuh anak lelaki itu tidak begitu kurus dan tidak begitu gemuk, porsi yang pas untuk anak remaja.

"Heh! Siapa lo?!" gertak murid lelaki yang menarik kerah anak yang mereka bully.

Charan membaca nama yang terbordir di atas saku seragam sekolahnya, Tony. "Oh, ini yang namanya Tony?" gumamnya.

Charan memiringkan kepala, haruskah ia memperkenalkan dirinya sebagai Charan Parsi? Wanita yang sudah berumur seperti kepala sekolah Melinda, maklum saja lupa dengan latar belakangnya. Akan tetapi, anak muda seperti Tony dan teman-temannya? Ia ragu jika mereka lupa.

Pemuda itu berdeham. "Saya guru bimbingan konseling baru di sekolah ini," jawab Charan, berusaha sebaik mungkin berbicara dengan sopan dalam bahasa formal.

Namun, tampaknya mereka tak menghargai jerih payah Charan. Mereka malah tertawa melihat guru baru yang sangat kaku bagi mereka.

Tony melerai cengkeramannya dan mendekati Charan dengan dagu terangkat. Sikap menantang itu membuat Charan memutar mata karena Tony sebenarnya bukan lawan yang imbang bagi Charan.

Tinggi Charan dan pemuda itu hampir selaras hingga mereka bisa menatap tajam satu sama lain. Sekonyong-konyong, Tony meludahi jaket kulit kesayangan Charan. Ia lalu terbahak bersama teman-temannya tanpa rasa bersalah.

Charan mengeraskan rahang, tangannya mengepal. Ia pasti telah menerjang Tony jika ia tak mengingat tujuannya ke sini adalah untuk memberi pelajaran pada Zefanya, bukan pada bocah sok jago seperti mereka.

Charan berbalik, ia hendak membersihkan ludah yang masih menempel di jaketnya. Namun, baru beberapa langkah, mereka menyiram Charan dengan air got di samping lorong itu dari belakang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 21, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CHARANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang