Chapter 22

627 55 7
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak supaya saya tidak tersesat dalam kusutnya otak!

⚠️😣⚠️


Albert duduk dengan sopan di lantai. Raut wajahnya kaku dan tubuhnya sedikit gemetar. Pasalnya, di depannya saat ini terdapat tiga orang dengan masing-masing dari mereka mengeluarkan raut wajah yang ambigu.

Halley mengernyitkan dahinya kesal. Padahal kedatangan Maya di rumahnya saja sudah sangat menjengkelkan, tetapi wanita tidak tau diri itu malah membawa satu orang lagi ke rumahnya.

"Kenapa kau membawanya kemari?" tanya Ray pada Maya dengan raut wajah sinis.

"Aku hampir menabraknya semalam, jadi aku bertanggung jawab atas dirinya. Aku membawanya ke sini karena tidak tau lagi mau ke mana." Maya menjawab dengan nada santai.

"Bertanggung jawab?" kernyit Ray.

"Iyap! Biar bagaimanapun, aku adalah wanita yang memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi."

"Omong kosong!" Ray mendengus. "Cukup berikan dia uang ganti rugi atau bawa dia ke rumah sakit saja, untuk apa sampai kau bawa kemari? Merepotkan!" ucapnya dengan nada rendah tetapi tersirat aura bengis dan benci pada kata-katanya.

"Tidak mau! Dia sudah menjadi milikku sekarang. Kau tidak boleh mengganggu apalagi sampai membunuhnya. Dengar?" Maya melirik tajam pada Ray. Albert yang mendengar itu seketika membelalakkan matanya. 'Apa yang baru saja dikatakan wanita ini? Mainan? Membunuh? Apakah mereka seorang pembunuh? Sepertinya ada yang tidak beres di sini'. Begitulah isi kepala Albert saat ini.

"A-anu..." Albert menatap Maya dengan takut-takut. "Apa yang kau maksud dengan...mainan?" tanyanya pada Maya, dengan hati-hati.

Ray menatap Albert dengan sinis. "Kau sudah tertangkap oleh singa betina, bodoh! Kalau kau mau selamat, lebih baik pergi dari sini."

"S-singa betina, katamu?!!!" Maya menatap pedas pada Ray dan segera menjitak kepala Ray begitu saja. Halley yang melihat itu hanya terkekeh geli.

"I-iya... Lebih baik aku pergi dari sini." Albert mengangguk dan berniat berdiri, tetapi belum sampai benar-benar berdiri, dengan cepat Maya mengacungkan pedangnya pada Albert. "A-astaga!" Albert mendelik dan berpose layaknya buronan tertangkap. Ia mengangkat kedua tangannya tinggi dengan raut wajah ketakutan.

"Mau kemana kau, hah?" picing Maya dengan nada sinis.

"A-aku..." Kaki Albert terlihat gemetaran. Padahal niatnya ingin kabur dari Gerald supaya mendapat kehidupan yang tenang, tetapi dia malah masuk ke kandang harimau. "Ma-maaf. Aku akan menuruti p-perintahmu. T-tapi kumohon, jangan b-bunuh aku..." ujar Albert dengan nada rendah dan terbata-bata.

"Bagus. Sekarang aku majikanmu. Kau harus menuruti semua perintahku jika kau mau terus hidup. Tetapi sekali saja kau membelot, kepalamu akan terpisah dari lehermu. Camkan itu!" Maya kembali memasukkan pedangnya ke dalam sarung pedang. Ia kemudian mengajak Albert yang sejak tadi menunduk ketakutan ke kamar atas, tempat kamarnya berada. Maya benar-benar menjadikan rumah Halley seperti rumahnya sendiri.

"Apa tidak apa-apa jika dibiarkan begitu saja, Ray?" tanya Halley sembari duduk di samping Ray.

"Tidak apa. Kalau dia macam-macam, Maya duluan lah yang akan menghabisinya. Lagipula, dia kelihatan tidak berbahaya." Ray menghela panjang dan merubah posisinya menjadi rebahan. Ia meletakkan kepalanya pada kedua paha Halley kemudian memejamkan matanya. "Aku mau tidur sebentar. Nanti bangunkan aku jam 5 sore," perintah Ray sambil menutup mulutnya karena menguap.

"Iya, Ray. Tidurlah." Halley mengangguk pelan dan mengusap-usap rambut Ray dengan lembut. Ia kemudian mengeluarkan ponselnya dan memotret wajah Ray yang sedang tertidur. "Ray. Kenapa kau sangat tampan? Ugh!!!" gumam Halley sembari memegang dadanya seakan terkena serangan jantung.

PSYCHOPATH || BL18+⚠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang