Silakan Follow, kasih vote dan komentar. Biar penulis makin semangat nulis lanjutan ceritanya.
____
Kuharap Mita percaya kalau cowok yang selama ini aku sukai bukanlah I am. Dan aku lega melihat reaksi wajahnya yang datar dan wajar saat aku pamit pulang lebih dulu. Dia masih dengan tenang menyalin tulisan dosen di papan tulis ke bukunya saat aku beranjak keluar kelas.
Begitu keluar kelas aku langsung mendapati I am di bangku taman di depan ruang kuliahku. Sudah bisa kutebak, komentar akan berlompatan berkaitan dengan munculnya cowok yang sama dengan yang kemarin, yang menarik-narik tanganku dan menjadi perhatian sebagian isi kelas yang udah keluar ruangan.
"Pacar kamu, Tar?" tanya Seno kepo.
"Bukan. Teman," bantahku santai.
"Ternyata dia cowok kamu, Tar? Ganteng, tau!" pekik Nita tertahan ditenggorakan.
Ihh, ini lagi. Aku menggeleng-geleng dan berjalan mendekati I am tanpa mengacuhkan celetukan-celetukan di belakangku.
"Am, "panggilku begitu sampai di tempat parkir. Antara ragu dan geli aku ingin memberitahunya. "Mita naksir kamu, lho!" ungkapku.
I am tak menanggapi ucapanku. Tak terpengaruh senyum menggodaku. Tangannya segera mengulurkan helm padaku.
"Am, kamu dengar aku ngomong, nggak, sih?"
"Ck. Nggak usah membahas hal yang nggak penting lah. Pakai nih, helmnya!"
Mau nggak mau aku menerima helm dan memakainya. Namun aku kesulitan saat mengancingkan tali helmnya. "Am, susah, nih!"
I am kembali turun dari motor dan berdiri menjulang dihadapanku untuk membantu mengancingkan helmku. Aku jadi risih saat wajah kami berdekatan dalam beberapa saat. Apalagi wangi parfumnya yang lembut mengganggu penciumanku. "Kamu wangi banget, sih, Am?" cetusku serta merta untuk membuang kegugupanku.
"Namanya juga mau pergi sama cewek," sahutnya tangkas membela diri.
Dan aku benar-benar tertawa. Nggak ingin sama sekali terlihat baper di hadapannya.
Tidak lama tiba di pasar Senen aku menemukan buku buat Alifa. I am ikut memilih buku-buku yang ingin kucari. Buku cerita hewan-hewan. Alifa pasti senang saat aku membacakannya. Dan juga dongeng klasik tentang seorang puteri dan pangeran. Dia harus mengenal kisah itu, batinku antusias membeli beberapa seri.
"Ada lagi?" tanya I am dengan sabar menungguiku.
"Oh, iya. Aku ingin mulai mengenalkannya dengan huruf, angka, dan huruf hija'iyah."
"Anak sekecil itu mau kamu ajarin baca tulis? Kamu terlalu memaksanya, Ai. Dia itu maih bayi. Dunianya masih dunia bermain."
"Kamu nggak tahu. Jaman sekarang, anak segede Alifa sudah pintar main handphone. Dia kalau sudah minta HP, nangis kalau nggak dikasih. Aku heran, dia tahu mana tombol youtube, dan sudah terampil menyetel video lagu kesukaannya. Aku ingin mengalihkan kegilaannya main HP ke buku-buku cerita. Aku yakin, setelah dia hafal di luar kepala cerita buku-bukunya, dia akan penasaran dan ingin bisa membaca tulisan-tulisan di dalam bukunya."
I am nampak termangu mendengar kata-kataku.
"Emang kayak kita dulu? Cuma main layangan, main kelereng, main karet, trus malem ngaji. Alifa itu bayi milenial."
I am tersenyum. Sepertinya membandingkan dunia masa kecil kami dengan dunia Alifa.
"Dari pada aku besok-besok ke sini lagi. Mending sekalian aku beli sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekeping Hati Ai [ Selesai ]
RomansSebenarnya cita-cita Tari sejak dulu begitu sederhana. Menjadi seorang ibu. Sebuah keinginan yang semua perempuan normal bisa menjalaninya. Dan sepertinya Allah menerima dan mengabulkan keinginan mulianya itu. Seorang bayi merah dan mungil tiba-tib...