l

8 5 0
                                    

Riuh menjadi dengung memekikkan.

Tapi, aku dengan sepasang kaki terbalut heels tetap memaksa hati untuk bersiap akan segala nya. Benar, pesta pertunangan Kirino. Aku datang sekedar menenggelamkan si hati, melukai si hati. Maaf.

"Lia, ngelamun lagi kamu ini"

"Ga ngelamun, Ma"

Aku penasaran pada matahari, ia tidak pernah bergandengan dengan bulan. Apa ia tidak rindu? Apa ia tidak cemburu pada bintang-bintang?

Menelisik setiap sudut, menemukan sosok pangeran berkuda putih di ujung sana tengah menatap lekat, padaku. Ini sudah tidak baik, aku melangkah ke luar. Duduk pada kursi yang menawarkan diri sedari tadi.

Nanti, apa aku harus berpura-pura ikut tersenyum lalu bertepuk tangan atau aku harus meratap agar semua orang tau, lelaki itu pemilik hatiku.

"Masuk"

"Bapak jangan kesini, saya ga mau liat bapak dulu"

"Lia, diluar dingin"

"Nanti saya masuk"

"Liat saya"

"Ogah"

Kudengar dengan samar, helaan nafas. Detik setelah nya tubuhku serasa ringan menghadap pada nya. Tidak, bahu ku sakit, ia mencengkam dengan tenaga dalam.

"Ihh sakit"

"Maaf, saya cuman mau liat kamu"

"Udah, kan? Masuk aja bapak duluan"

"Kamu cantik"

Sialan. Dia benar-benar bentuk asli bajingan. Setelah berucap lantas pergi. Apa aku harus terbang melayang lalu turun perlahan.

Benar, kami hanya dua orang yang saling menyimpan rasa tanpa paham bagaimana menampung rasa, karena tidak pernah tau bagaimana wadah penampung nya.

Tidakkah egois jika kami yang perlu wadah, tapi orang lain yang memberikan untuk adam-ku?

Aku masuk, lagi.

Mau tidak mau,
Siap tidak siap,
Lelaki didepan sana, akan tetap mendekat pada perempuan dengan beludru dan mahkota bak ratu. Belakangan terjawab, nama perempuan disana, Diandra.

Tumpah riuh kebahagiaan terpancar dengan hangat kala jemari mereka bertaut, aku membeku dalam keramaian. Adam itu tersenyum hangat, apa yang sebetulnya ada dalam hati nya?

Denyut di dada ku seolah tiada ujung, ia terus berdetak kencang tanpa mau berhenti. Padahal berulang kali aku sudah meminta ampun. Ini terlalu menyakitkan.

Aku berbalik, berlari, terseok, diluar hujan. Sempurna.

Terus berlari entah kemana kaki menuju, aku menangis bersama jatuhnya butiran-butiran air dari langit. Terima kasih sudah menemani.

Sakit sekali rasa nya, ia menggenggam erat, lalu memeluk, sedetik kemudian ia menjatuhkan pada jurang terjal nan mematikan.

Aku duduk terpengkur, menatap lampu-lampu taman yang berkilau. Menangis, sendirian.

"Sakit Tuhan"

Isak beriak bak air terjun berisik.

Ia menjerat pada palung nafas.

Berhembus tapi panas mematikan.

Terseok lantas tiada ampun.

Saat ini, tersadar dengan penuh. Ternyata benar, hanya sendirian. Pangeran telah menemukan permasuri lantas apa tidak bodoh jika meninggalkan permaisuri begitu saja?

Aku diam, memeluk lutut lalu kembali meraung.

Hujan nya jangan reda dulu, temani untuk malam ini, yang sepi tanpa ucapan Selamat jatuh cinta.

Apa masih pantas?

Selamat Jatuh Cinta, untuk terucap?

𝖀𝖏𝖚𝖓𝖌 𝕽𝖆𝖘𝖆 | Lee Know ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang