| DUA PULUH TIGA |

3.9K 566 169
                                    

Serein tidak pernah menyangka kejadian seperti tadi pagi akan terjadi. Kejadian di mana dia mengetahui semua hal tentang dirinya. Fakta itu mengejutkannya. Di sisi lain, dia akhirnya tahu alasan mengapa dia tidak merasa takut pada tujuh makhluk buas yang mengaku sebagai suaminya itu. Ternyata, dia sudah mengenal mereka saat usianya enam tahun.

Namun, dibanding berpusat pada memori itu, dia teringat sesuatu. Hal yang tak pernah bisa dia kembalikan seperti semula.

"Kau terlihat tidak senang."

Suara barusan membuyarkan lamunannya, Noa si pria jangkung bertopi dengan rupa yang hampir mirip dengan Peter Pan itu duduk di sebelahnya.

"Aku rasa ... saat itu aku pernah menceritakan tentang Ayahku pada kalian."

Noa paham arah pembicaraan Serein.

"Selama ini aku bertanya-tanya, di mana Ayahku, mengapa dia tiba-tiba meninggalku."

"Sekarang aku tahu, Ayahku meninggal karena penyakit, lalu Ibu tiriku pergi begitu saja. Paman dan Bibi menjadi satu-satunya keluarga bagiku, tapi mereka juga menyakitiku. Aku melupakan itu semua, karena itu menyakitkan bagiku," sambungnya seraya menarik kesimpulan.

Noa melirik. "Kau sesedih itu?"

"Tidak seharusnya aku mengingatnya, ya?"

"Tidak ada yang melarangmu, kau bebas memikirkan apa pun."

Cahaya matahari membuat Serein menyadari sesuatu. "Mengapa kau di sini? Biasanya kau tidak menunjukkan dirimu meski aku berusaha memanggil."

Tadi, tepatnya sehabis mendengar penjelasan Heli, Serein meminta untuk menenangkan pikirannya terlebih dahulu di taman. Lalu Noa datang.

"Aku hanya tidak ingin terlihat mencolok, tapi sebenarnya aku ingin menunjukkan diriku padamu."

"...."

"Mulai sekarang aku akan menjadi seorang teman bagimu." Dia memberikan sebuah kartu.

"Apa ini?"

"Kartu perjanjian yang baru." Itu hanya kertas kosong tanpa setitik pun tinta.

Belum sempat bertanya, kehadiran seseorang membuat Serein menoleh.

"Sekarang kalian boleh menemuiku secara bersamaan?" Mata Serein menyipit ke arah tiga pria tersebut akibat cahaya matahari menembus masuk ke arahnya.

"Lepaskan aku!" Shion menghempas lengan Solon dari jubahnya. "Mereka sangat menyebalkan!" Dia berjalan mendekati Serein, bersembunyi di balik tubuh gadis itu. "Lihat pancaran mata mereka, mereka berniat membunuhku. Luka-lukaku masih basah tapi mereka hendak menghajarku lagi."

"Kau mendapat luka dari mereka?" Serein lumayan terkejut. Jadi mereka boleh saling menyakiti?

"Kau pikir mereka sebaik itu? Mereka benar-benar monster."

"Jangan dengarkan dia," sentak Solon.

"Kau ingin mengelak lagi? Sudah menyakitiku sebanyak ini, kau tidak mengakui kesalahanmu, sungguh kejam." Serein dapat menyaksikan bola mata Shion berkaca-kaca sedangkan Solon mengerutkan dahi.

"Serei, lihat, dia akan menghabisiku segera." Shion terlihat mengolok.

"Berhentilah mengoceh, Shion. Atau aku akan merobek bibirmu." Kali ini Jino yang berbicara, tatapan matanya setajam pisau seperti sosok yang pertama kali Serein temui di kamar asramanya.

"Habisi saja, kau akan menyesal seumur hidupmu, apalagi saat Serei menganggapmu monster."

Jino hendak menarik jubah Shion tapi Serein menghentikannya.

Dark Creatures | ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang