m

12 5 0
                                    

Terdiam tanpa beriak.

Rasa nya memang sesakit yang tersakiti, ucap mereka; Bagaskara teramat amerta.
Sandyakala teramat mempesona.
Mengapa takut pada lara?
Lara ada disini.

"Lia!! Kamu ga sekolah??"

Aku mengabaikan teriak lembut dengan kecemasan dan emosi dari balik sekat ruang ku. Maaf, aku sedang menikmati sakit.

"Istirahat aja, ga usah sekolah dulu. Tapi sarapan!!"

"Iya nanti"

"Bener ya? Mama kerja dulu!!"

Derap langkah nya terdengar menjauh, semakin lama semakin samar hingga tanpa meninggalkan apapun. Hanya detak yang tersisa. Aku kembali menangis, betapa menyedihkan.

Beberapa minggu lagi, ingat dengan sangat. Mereka dua insan itu akan bersaksi kepada Tuhan untuk melanjutkan hidup dengan meniti bersama; menikah.

Tidakkah ini terlalu cepat?

"Kirino udah cukup usia nya buat menikah, jadi setelah tunangan langsung lamaran ya beberapa minggu kemudian mereka nikah"

Kalimat nya masih tersusun rapi dengan kata yang mencabik tiap bait nya. Tidakkah ini terlalu menyedihkan?

Begini,

Mengenai kisah bagaskara yang mencinta setengah mati pada rembulan, mereka diberi kesempatan Tuhan bertemu dalam gerhana. Sebentar, singkat, melekat, berbekas.

Kita,

Serupa bagaskara yang mendamba rembulan.
Serupa rembulan yang merindu bagaskara.
Pertemuan yang ada layaknya gerhana.

Ia tidak menetap, hanya lewat dan berlalu, setelah nya pergi.

[Bapak Kirino Arkana]
Kamu ga sekolah?

Aku menatap lekat, nama nya jelas indah. Membawa jutaan bahagia. Tapi, indah yang ia bawa berbekas menjadi luka mematikan.

Engga

[Bapak Kirino Arkana]
Saya didepan

Aku hendak berlari, menerjang nya lalu memeluk erat. Wajah yang terpantul dari cermin. Mengenaskan. Bengkak dan memerah.

Pergi aja, saya ga sekolah

Menit berikut nya, ada dorongan keras yang mengejutkan.

Di ambang pintu, ia berdiri dengan tegap, menatap nyalang dengan nyala merah siap membakar.

"Ga harus gini, Lia!!"

Terlalu malas, hanya ku tatap dalam diam meresapi aura nya. Dia berbeda hari ini.

"Lia!! Jangan kayak anak kecil"

"Saya cuman perlu waktu"

"Tapi ga gini"

"Bapak ga akan paham"

"Jangan bersikap kamu paling tersakiti disini, kamu tau perasaan saya. Saya udah pernah bilang kalau saya ga bisa menjanjikan apa-apa"

"MAKANYA SAYA BILANG SAYA CUMAN PERLU WAKTU!!"

Meledak, ia menggumpal hingga akhir nya tidak tertampung. Diluar kendali.

"Maaf"

Tuan itu mendekat, mendekap. Hangat.

"Lepas, Pak"

"Saya minta maaf"

"Bapak tau kalau doa tanpa usaha ga ada hasil nya, kenapa gitu aja ga ngerti?"

"Saya ga bisa berbuat apa-apa"

"Ga usah bilang seolah bapak ngasih harapan"

"Saya minta maaf"

"Sekarang pergi, pak. Saya mau sendirian dulu"

Dia, melepas lalu pergi. Menyisakan setengah jiwa teramat luka. Aku terisak dengan hebat. Kenapa mencinta harus sepedih ini?

Dan.

Tiada ucap untuk merayakan jatuh cinta. Apa masih pantas untuk jatuh cinta?

Selamat Jatuh (tanpa) Cinta.

𝖀𝖏𝖚𝖓𝖌 𝕽𝖆𝖘𝖆 | Lee Know ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang