Episode 39 - Stellar Temporis

94 8 13
                                    

Tetesan air mulai turun dari langit dan menerpa daun-daun pohon yang rapat. Suara gemericik air yang jatuh di tanah dan dedaunan terdengar jelas di antara keheningan hutan yang gelap. Seolah-olah hutan itu sedang menari dan menyanyi dalam ritme hujan yang turun dengan lembut.

Cahaya lurus tertembak di atas celah awan gelap, menyinari sosok anak perempuan yang berada dalam posisi tengkurap. Wajahnya bersentuhan dengan tanah yang basa, suara air mengenai kedua kuping kecilnya. Matanya yang memejam terusik, menekannya beberapa saat sebelum dia sesekali mengeluarkan erangan. Gemetaran tubuhnya semakin intens.

Suara bisikan-bisikan halus terdengar di telinganya, memanggil-manggil namanya dengan suara serak dan mencekam. Dia mencoba bangkit, tetapi tubuh kecilnya terasa begitu lemas dan tak berdaya.

"Louis ...." Dari tetesan air yang menuruni wajahnya, tangisan keluar dari matanya, bercampur dengan air hujan. Sekujur tubuhnya gemetaran, kata-kata dalam hatinya ingin menggerakan tubuhnya sekali lagi. Lemasnya tubuh itu diperkuat dengan keinginan yang didasari oleh semua yang telah dialaminya.

Akhirnya Lilya kembali berdiri, membuka mata dengan tatapan ke atas langit. Matanya dibasahi air hujan dari langit yang mendung. Dia menurunkan matanya, melihat kejauhan. Halonya keluar dengan sendirinya, menampilkan rupa meleleh dengan lingkaran yang tidak lagi lurus untuk mencapai perputaran abadinya. Lilya hanya melihat satu objek, tertancap jelas dalam tanah.

"Itu ... Creatornes ... Louis." Creatornes, itu yang dilihatnya, satu-satunya hal yang tersisa dari Louis. Senjata panggilannya, masih ada.

Lilya melangkah, merasakan langkah kakinya menjadi lambat serta lengket. Dia menatap ke bawa, hanya untuk melihat sepatunya yang berlumpur dengan tanah yang basah. Dia tidak dapat melakukan apapun di tengah hujan seperti ini.

Udaranya sejuk, membuatnya kedinginan dengan pakaian yang basah kuyup seperti ini. Stellarnya memancarkan panas, membuatnya merasakan kedua kondisi tersebut secara bersamaan. Tubuhnya masih melemah, tetapi langkahnya tidak berhenti untuk mendekati Creatornes.

Tiba di depan Creatornes, Lilya langsung menarik keluar pedang itu. Rasanya sama sekali tidak lekat dengan tanah. Dia dengan mudah menariknya, tidak seperti saat pertama kali menariknya. Lilya mengangkatnya, melihat cerminan dirinya sendiri di bilah pedang tersebut. Rambutnya benar-benar berantakan, pakaiannya banyak yang terkoyak, terlebih lagi pada bagian tangannya. Sesuatu seperti telah keluar, merusak kain pada pakaiannya. Namun di sisi lain, dia mengamati pedang itu. Pedang itu persis seperti sebelumnya.
Sebuah bilah api bergerak cepat ke arahnya. Waktu melambat sekali lagi, membuatnya dapat menghindar. Creatornes dibalik, mendekati Stellarnya. Tiba-tiba, pedang itu terhisap masuk ke dalamnya.

Serangan itu berhasil dihindarinya, membawa Lilya menabrak pohon di sampingnya. Kepalanya terbentur, membuat pandangannya buram untuk beberapa saat. Di sisi lain, serangan itu mengenai batang pohon di depan, mematahkannya saat itu juga.

Lilya berdiri, bersandar di samping pohon. "Api itu tidak melambat sedikitpun."

Yang diketahuinya hanya serangan itu dilempar sangat jauh ke arahnya. Selama itu, sama sekali tidak ada pengurangan yang menghapus keberadaan api tersebut. Api itu bukan api biasa, tidak seperti api yang akan mati ketika bertemu dengan air. Hanya satu orang yang Lilya tahu dapat menggunakan api yang tidak normal ini, dan sejak tadi tidak ada suara yang melintasi pendengarannya yang tajam. Dia belum tiba, dan itu membuatnya gelisah.

Stellar digenggam oleh kedua tangan. Lilya menutup mata. "Ecosonar."

Beberapa saat berlalu. Dalam pandangan gelap gulitanya, tidak ada detikan cahaya yang terpicu saat Ecosonar dijalankan. Lilya membuka matanya lagi, kebingungan.

Stellar Temporis - SarnovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang