Proses belajar mengajar sedang berlangsung saat tiba-tiba pintu kelas 11 IPA 1 di ketuk dan muncullah bu Maria, begitu Elora melihat guru BK itu, ia tau jelas apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Permisi bu, saya butuh Elora." Ijin Bu Maria pada guru Matematika, Bu Sisil.
"Oh, silahkan bu."
Elora pun segera bangkit dari duduknya dan berjalan keluar kelas, jujur saja ia merasa gugup karna ini pertama kalinya ia bermasalah."Keluarga Ivana datang dan ingin menuntutmu, ibu sudah menjelaskan semuanya tapi kau tau sendiri mereka pasti tetap membela anak mereka." Jelas Bu Maria sambil berjalan bersisian dengan Elora.
"Elora ngerti bu, terima kasih udah mau percaya sama Elora."
"Ibu mesti minta maaf sama kamu karna tamparan yang kemarin, ibu benar-benar menyesal, maafin ibu ya El."
"Justru dengan respon ibu begitu membuatku yakin dan sadar kalo apa yang saya lakuin nggak salah." Elora tak bohong soal itu, ia malah berpikir bu Maria akan menerjangnya langsung tapi ia hanya mendapat tamparan pedas di pipinya.
Ruang kepala sekolah ada dilantai 3 maka saat mereka berjalan melewati ruangan khusus milik Alvaro, pria yang kebetulan memang sedang berada di ruangan iyu bersama 2 curut pun melihat saat Elora masuk ke ruang kepala sekolah.
"Anjir, beneran soal Elora yah." Ujar Bima pada keduanya karna sebelumnya mereka sudah melihat Ivana dan ibunya juga pengacarnya masuk ke ruangan kepala sekolah.
"Lo nggak mau lakuin sesuatu buat ayang bebeb?" Sebastian menatap Alvaro yang tengah bermain dengan ponselnya.
"Dia bisa sendiri." Jawab Alvaro kelewat santai, kedua curut itu mau protes tapi mereka urungkan.
Sedangkan didalam ruang kepala sekolah begitu Elora masuk bersama Bu Maria, mama dari Ivana langsung menyerbunya dengan kata-kata pedas.
"Oh jadi ini anak yang udah berani cari gara-gara sama anak saya, saya nggak mau tau, pokoknya dia harus di hukum seberat-beratnya, atau saya tuntut sekolah ini karna memperbolehkan siswa bar-bar seperti dia menuntut ilmu disini."
"Maaf Nyonya Tania, kita masih bisa membicarakan ini dengan kekeluargaan." Pak kepala sekolah menengahi.
"Apanya yang perlu dibicarakan baik-baik lagi? Dia sudah melukai anak semata wayang saya, dan kau masih menyuruhku untuk berbicara baik-baik? Saya tidak mau tau, anak tidak tau diri dan miskin ini harus dikeluarkan dari sekolah sebelum aku menuntut sekolah ini!"
Tania berujar dengan emosi dan angkuh sementara Ivana yang duduk disamping ibunya hanya memandang remeh Elora yang menatapnya tenang padahal dalam hatinya gadis itu sudah teramat sangat jengkel.
"Nyonya tidak bisa seperti itu, bahkan kita belum mendengar penjelasan dari Elora dan Ivana." Kepala sekolah berusaha menenangkan orang tua muridnya itu.
"Untuk apa lagi mendengar penjelasan mereka, sudah jelas-jelas anak saya menjadi korban disini. Kau! Gadis miskin yang hanya bermodalkan beasiswa makanya bisa bersekolah di tempat elit seperti ini, kau pasti dibesarkan oleh orangtua yang tak terdidik dan miskin, kenap juga sekolah elit seperti ini harus menerima gadis miskin sepertimu." Tania semakin menjadi-jadi dalam meremehkan Elora yang tetap diam.
"Keluarkan dia sekarang, sebelum aku bertindak jauh!" Ancam Tania pada kepala sekolah.
"Maaf Nyonya Tania tapi kami tidak bisa melakukan hal itu, terlebih Elora adalah siswi berprestasi yang mengharumkan nama sekolah, lagipula menurut siswa-siswi yang berada di lokasi kejadian perkelahian mereka berdua, Ivana-lah yang mendatangi Elora ke kelasnya dan mengatakan hal-hal jelek mengenai Elora, seperti jalang dan wanita murahan."
"Hanya karna dia berprestasi anda membelanya? Anda lupa jika anak saya adalah primadona sekolah? Aku tak menemukan kesalahan dalam perkataan anakku, anak ini memang murahan dan jalang, makanya bisa bersekolah di sekolah elit ini, kepintaran bukanlah privilege, kekuasaan itu privilege. Jadi saya ingin anak ini dikeluarkan! Akan ku pastikan anak ini menderita!"
"Jadi nyonya sama sekali tidak menyangkal jika Ivana mengatakan jalang dan wanita murahan padaku?" Elora akhirnya mengeluarkan suara.
"Kau pantas dikatakan seperti itu." Sahut Tania tanpa ragu dan begitu angkuh.
"Sebelumnya aku penasaran darimana Ivana bisa mendapatkan attitude buruk ternyata dari anda Nyonya Tania. Kepintaran memang bukan privilege, kekuasaan adalah privilege bagi anda. Ivana mungkin adalah primadona yang terkenal akan kecantikannya terlebih ia juga memiliki kekuasaan, benar-benar hidup yang istimewa dan perfect. Tapi aku tak yakin itu akan berlangsung lama jika aku menyebarkan hal ini keluar, apa suami anda, Bapak Renaldo masih bisa menjabat sebagai penjabat negara?" Elora mengeluarkan ponselnya yang sedang merekam sedari tadi, "Aku memang tak memiliki privilege apapun, tapi setidaknya aku memiliki otak yang masih bisa ku asah, dan kita lihat siapa yang lebih berkuasa sekarang Nyonya Tania? Anda dan kekuasaan anda? Atau aku dengan kepintaranku yang katanya bukan privilege." Elora berujar dengan begitu tenang namun bisa membuat suasana menjadi hening seketika apalagi wajah Tania sudah berubah begitu juga dengan Ivana.
"Jadi bagaimana Nyonya? Masih ingin menuntut atau mengeluarkan aku dari sekolah?" Elora bertanya setelah mereka saling diam selama 5 menit.
Tania bahkan harus mengatur napasnya yang tak teratur karna menahan emosi, karna secara tak langsung ia sudah kalah, tentu saja, siapa yang berani mengambil resiko jika istri penjabat negara yang terkenal dengan sopan santun, lemah lembut, penyayang dan welas asih itu tiba-tiba merendahkan anak SMA, bisa-bisa suaminya diturunkan dari jabatan langsung dan mereka harus hidup dalam tekanan sosial, tidak Tania tak ingin hal itu terjadi.
"Baiklah, kau bisa bebas kali ini, tapi tidak lain kali, sekali lagi kau bermasalah dengan putriku, kau akan merasakan akibatnya." Tania langsung berdiri begitu saja dan menarik Ivana keluar dari ruang kepala sekolah.
Kepala sekolah dan bu Maria bisa bernapas lega langsung, "Maaf mengganggu waktu belajarmu Elora, bapak mohon jangan diulangi lagi, berurusan dengan orang-orang berkuasa sangat merepotkan. Kembalilah ke kelas." Ujar kepala sekolah dengan penuh pengertian.
Elora hanya menganggukkan kepala lalu berjalan keluar dari ruangan, namun ia sudah di buat kaget oleh kehadiran 3 curut, ah Elora lupa ruangan khusus mereka dekat dengan ruangan kepala sekolah.
"Lo apain mereka didalam El sampe nyokapnya Ivana pucat pasi banget mukaknya?" Sebastian bertanya to the point.
"Cuma nunjukin siapa yang lebih berkuasa." Sahut Elora santai.
"Jadi lo dapat hukuman apa?" Bima begitu penasaran.
"Nggak dapat hukuman apa-apa sih Nyu, cuma dikasih peringatan aja."
"Nggak Nyunyu El, Bima woi Bima!" Bima berujar dengan heboh.
"Kalian ngapain disini? Balik kelas sana, masih jam belajar." Bu Maria berujar dengan suara tegas begitu ia keluar dari ruang kepala sekolah.
"Eh ibu Maria, yuk buk yuk, kita anterin sampek kantor ibuk, kita kawal." Ujar Sebastian penuh jenaka.
"Ibu Maria, ibu cantikku, pujaan hatikuuu." Bima ikutan bersuara.
"Balik kelas!" Tegas bu Maria hingga membuat Sebastian langsung kabur begitu saja bersama Bima.
Lalu Elora dan Alvaro pun berjalan menjauh dari ruang kepala sekolah tanpa mengeluarkan suara sama sekali, mereka sama-sama diam tapi tak ada kecanggungan sama sekali.
TBC
Selamat akhir pekan guys 😍
Belom ada moment berdua nih, sabar yah kita slowburn😍
AeilsyIr
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenge - (Vrene Lokal) - END
Fanfiction"Lo bisa balas dendam, dia bisa lakuin hal itu ke lo dan lo bisa lakuin hal yang sama ke dia, buat mereka menyesal." Elora jadi tertarik dengan perkataan Alvaro, "Gimana caranya?" "Jadi pacar gue, bikin mantan lo itu menyesal karna udah mutusin lo...