43: Aneh

117 35 3
                                    

Sabda merasa penting mencari sosok bernama Janitra, ketika Rania merasa ada yang aneh dengan kandungannya.

"Bayi diperutku selalu meloncat. Ini sangat menyakitkan. Dan semalam, aku bermimpi jika anak kita mirip seekor kera!" Jerit Rania, histeris.

Rania, akhirnya dirawat di rumah sakit. Tetapi Sabda, tidak memilih rumah sakit tempatnya bekerja. Dia tidak mau Rania diganggu Nilam Sari. Ibunya sempat protes, tetapi Sabda dengan lancar mencari berbagai alasan. "RS Utama lebih dekat rumah, Ma. Lagian dokter kandungannya terkenal yang terbaik di sini."

Akhirnya, hampir dua minggu sudah Rania terkapar di ranjang rumah sakit. Dia banyak menangis, sehingga mertuanya nyaris putus asa menghadapinya.

"Mama nggak tau rasanya, setiap malam selalu bermimpi melahirkan seekor anak kera. Mama, janin dalam perutku ini aneh. Ini tidak seperti yang aku kira. Janin ini sangat menyiksa, Mama!" Jerit Rania.

Seorang rekan Sabda yang psikiater, Tiara, terpaksa rutin mengunjungi Rania yang tampak semakin parah kondisinya. "Isterimu mengalami depresi. Dia merasa sering dihantui pikiran tentang kelahiran anaknya yang tidak sesuai harapannya. Ini cukup aneh. Bagaimana dia merasa yakin jika anak kalian bakal terlahir menjadi seekor kera. Sabda, apa yang sesungguhnya terjadi? Rania ini wanita cantik, cerdas dan terpandang. Pengacara terkenal dia, sangat aneh jika dia bertingkah seperti itu."

Sabda tak menjawab, lidahnya kelu. Apa gunanya juga bercerita tentang kisah aneh yang dialaminya di hutan? Memang ada yang percaya tentang hal itu?

"Tidaaaaakkk..... jangan kera! Jangan monyet! Jangan lutung!" Jerit Rania tiba-tiba. Membuat mertuanya, Tiara dan perawat terkejut.

Sabda, tak ingin melihat itu lebih lama. Dia merasa semakin bersalah. Jiwanya semakin lemah. Lari adalah jalan terbaik. Setidaknya sementara, lalu berdiri bersandar pada salah satu sudut rumah sakit yang sepi. Hingga terdengar bunyi pada ponselnya.

"Kau mulai menyesal telah menolak menepati janjimu untuk menikahiku?" Terdengar suara Dokter Nilam di seberang sana.

"Brengsek kau!" Sahut Sabda kesal.

Nilam tertawa,"Jangan marah dong, Dok. Apa susahnya sih untuk bertanggung jawab?"

"Ah, kau menjebakku!"

"Siapa yang menjebak dan terjebak. Ini takdir!"

"Takdir apa? Dunia kita berbeda! Sekarang aku ada isteri dan calon anak. Masa aku memenuhi janjiku di alam lain, lalu melepas tanggung jawab kepada anakku kelak?"

"Memang, kau bertanggung jawab urusan anak?"

"Apa maksudmu?"

Nilam terkekeh,"Apa kau lupa, mengapa sampai kau pergi untuk berburu hari itu di hutan bersama dua sahabatmu?"

"Aku hanya ingin berburu. Seperti biasa!"

"Bukan untuk menenangkan pikiran, karena ternyata kau baru tahu jika telah memiliki anak dari mantan pacarmu? Mantanmu yang juga pernah ditiduri kedua sahabatmu itu, dan terlanjur menikah dengan yang lain?"

"Hah, apa?! Kau bicara apa?"

"Kau berharap ingin memberi pelajaran kepada dua sahabatmu itu, bukan? Orang-orang dekat yang berkhianat?"

"Kamu ngomong apa sih?"

"Tes DNA sudah positif bukan? Mengapa kau masih perlu mencari pembenaran dari dua orang itu?"

"Aku tidak mengerti!"

"Hiduplah dalam khayalanmu sendiri. Tetapi setidaknya jangan membuat orang lain menderita. Menikahiku, adalah jalan ke luar dari segala kesulitanmu. Ayo, tinggalkan duniamu yang ini. Kita kembali ke duniaku."

"Tidak!"

"Kau akan sangat menyesal!"

Terputus. Tak ada lagi suara Nilam di seberang sana.

Sabda memegangi kepalanya. Cerita apalagi ini? Apa maksud dari kalimat Nilam tadi? Mantan yang mana? Anak yang mana!

Tiba-tiba, dia merasa gelap dan pusing.

(Bersambung)

Dokter Jadi Lutung (Terbit SAGO/GONOVEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang