Part 19 - Deja Vu

465 101 199
                                    

Setelah melakukan terapi di tempat Dokter Sarah, Kirana berniat untuk membeli beberapa makanan ringan di minimarket. Tetapi, ia tak membeli banyak, karena jika Yurika tahu, wanita itu pasti akan memarahinya. Kirana kini berdiri di depan rak snack kesukaannya, ingin mengambil beberapa, tapi tangannya tak sanggup menjangkau.

"Ini sejak kapan tempatnya ganti?" gumam Kirana, jujur saja, ia sudah lama tak datang karena Yurika selalu menguncinya di rumah. Dunianya hanya tentang belajar, dan belajar. Ia cukup lega karena sekarang sikap ke dua orang tuanya cukup ada perkembangan, Kirana sangat bersyukur dengan hal itu.

Usaha Kirana untuk meraih snack tadi masih gagal, ia sempat menyerah dan ingin pergi ke rak lain. Namun, dirinya dikejutkan dengan sosok yang kini berdiri di belakangnya, mengambil snack yang tadi ia inginkan.

"Aku akan menyuruh karyawan untuk memindahkan snack ini di tempat lain, ini terlalu tinggi." Kirana membeku sejenak, saat ia mendongak, betapa terkejutnya dirinya bahwa sosok yang berdiri tepat di belakangnya adalah Derandra.

"De ..."

"Ini!" Derran memotong perkataan Kirana, mengulurkan snack yang tadi ia ambil ke tangan Kirana. Derran tahu jika Kirana pasti akan berpikir terlalu jauh, jadi ia memilih untuk segera pergi agar tidak menggangu ketenangan Kirana.

Setelah kepergian Derran, Kirana masih terdiam, dirinya hampir tidak percaya jika itu adalah Derran. Kenapa? Kenapa jantungnya masih berpacu dengan cepat ketika ia berdekatan dengan Derran? Di satu sisi, ia sangat membenci laki-laki tersebut. Tetapi, di sisi lain, masih ada setitik rasa.

Tanpa berpikir panjang, Kirana langsung saja pergi ke kasir untuk membayar. Tapi, ia kembali dikejutkan dengan penampakan Derran yang tengah berbicara dengan serius pada karyawan minimarket. Kirana masih bisa mendengar samar-samar perbincangan Derran, seperti tengah menegosiasikan sesuatu.

"Boleh saya minta untuk memindahkan snack ini ke rak yang paling bawah? Saya banyak melihat konsumen kesusahan untuk mengambilnya."

Sekarang Kirana paham, Derran benar-benar menepati perkataannya tadi. Tanpa sadar Kirana tersenyum tipis, tetapi beberapa saat kemudian senyuman itu luntur ketika Derran berhasil menemukan keberadaan dirinya. Kontak mata yang mereka lakukan kini membuat efek besar bagi keadaan mental Kirana, napasnya tiba-tiba memburu. Klebatan kejadian tak mengenakkan malam itu kembali muncul.

"Kiran!" Derran kali ini tidak bisa menahan dirinya, cowok itu berlari ke arah Kirana yang terduduk lemas di lantai. Bahkan, cowok itu tanpa bertanya langsung membawa tubuh Kirana ke gendongannya. Tak mempedulikan rintihan Kirana yang meminta untuk di lepaskan.

"Lo masih mikir gue bakal ngelakuin hal buruk lagi? Lo salah besar, Ran. Please kali ini aja ...jangan nolak bantuan gue!" Derran langsung saja membawa Kirana ke mobilnya, rasanya kalimat yang tadi ingin Kirana katakan pada Derran harus kembali tertelan.

***

"Pasien mengalami serangan panik, mungkin marena sedikit trauma yang pasien alami." Dokter memberikan penjelasan kepada Derran, cowok itu berterima kasih sebelum Dokter benar-benar pergi dari ruangan Kirana.

Kirana tidak pingsan, ia masih bisa mendengar semuanya. Dan kali ini Kirana juga sadar jika Derran sedang menatapnya.

"Jangan lihat gue, Der!" Kirana masih tidak ingin menatap Derran.

"I'm sorry, Ran," lirih Derran, cowok itu duduk di kursi tunggu sebelah ranjang.

"Kesalahan gue emang udah fatal banget, gue harus lakuin apa biar lo bisa maafin gue?" tanya Derran.

Kirana merasa air matanya akan turun sebentar lagi, tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya. Rasanya ia ingin meninju dan memeluk Derran di saat yang bersamaan, Kirana bisa merasakan keseriusan serta penyesalan dalam nada bicara Derran. Kirana benci menjadi lemah, ia masih menyembunyikan hal ini dari orang tuanya dan orang-orang di sekitar. Ia tidak yakin bisa menjaga rahasia ini lebih lama.

"Lupain aja! Mending ayo gue antar pulang!" ajak Derran.

"Gak perlu, gue bisa hubungin yang lain buat jemput. Lo pulang aja!" tolak Kirana, nyatanya Kirana masih tidak ingin menatap Derran.

Derran sadar jika sedari tadi Kirana tidak ingin menatap matanya, cowok itu menghela napas panjang. "Anggap aja gue bukan Derandra! Terserah lo mau anggap gue apa. Tapi tolong, Ran! Biarin gue jadi cowok yang bertanggung jawab, gue gak bisa diem aja lihat lo kayak gini. Lo juga gak bisa selamanya ngejauhin gue! Sekali lagi gue minta maaf, Kirana!" Derran memohon dengan sangat, ia tidak ingin menjadi laki-laki pengecut.

Kirana bisa mendengar suara Derran yang bergetar seperti menahan tangis, entah keberanian dari mana. Kirana berusaha menghalau bayangan-bayangan buruk malam itu, kepalanya perlahan menoleh, menatap Derran yang menunduk sambil menyeka air mata.

"Lo, nangis?" Kirana cukup terkejut melihat Derran yang kini menyeka air matanya.

Derran hampir tidak percaya bahwa Kirana kini menatapnya, "Ran," panggilnya lirih.

"Anter gue pulang!" pinta Kirana, Derran tanpa sadar tersenyum hangat. Bukankah ini tandanya Kirana mulai memberinya kesempatan? Derran dengan cepat mengagguk, membantu Kirana untuk bangkit dari tempat tidur.

Kirana awalnya merasa ada sengatan aneh  ketika telapak tangan Derran bersentuhan dengan tubuhnya, rasanya deja vu. Mati-matian Kirana berkata pada dirinya, jika kali ini bukanlah Derandra di malam itu, ia berusaha menanamkan dalam hatinya bahwa Derandra yang sekarang bukanlah Derandra yang dulu. Biar begitu, Kirana masih tidak bisa memandang mata tajam Derran terlalu lama. Ia terlalu gugup dan takut.

***

"Makasih," kata Kirana, setelah sampai di depan rumah.

Ketika Kirana hendak turun, tangannya dicekal oleh Derran. Kirana terkejut tentu saja, lantas segera melepaskan kontak fisik di antara keduanya.

"Maaf," ujar Derran.

"Ada apa?" tanya Kirana sebelum ia benar-benar turun. Tetapi, bukannya menjawab, Derran malah tersenyum konyol.

"Gak apa-apa, gue harap, lo lambat laun bisa balik kayak dulu lagi, Ran. Dan sekali lagi, gue minta maaf." Kirana merasa aneh dengan kata-kata Derran, ia tidak memberi respon. Sesudahnya, Kirana langsung turun dari mobil, bahkan dirinya seperti tidak peduli pada atensi Derran, dan langsung masuk ke rumah tanpa menoleh ke arah cowok itu yang masih memandangnya dari dalam mobil.

I'm Sorry | Completed [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang