roro dan alga

47 6 1
                                    


Gimana cara menentukan topik project adalah yang paling berat sejauh ini.

"Kalo ambil itu terlalu susah buat dijelasin, Dhary."

"Nggak susah, gampang banget malahan, Ji."

"Gampang buat otak lo iya."

"Terus lo punya bahan apa? Gue udah ngajuin ide, lo-nya malah yang belom."

"Ya gue juga lagi mikir, masih tiga bulan juga."

"Tiga bulan itu cepet, kalo mau hasilnya maksimal, proposal harus maju minggu ini. Lo maunya gimana?!"

Jihan terdiam. Agak terkejut karena Dhary sedikit menaikkan nada bicaranya. Daritadi memang hawanya tidak enak. Dhary yang keras kepala dengan ide-idenya. Juga Jihan yang terlalu pemilih karena berhati-hati mengambil topik.

Gadis itu merasa tenggorokannya mulai agak tercekat. Selain karena kaget, Jihan biasa menangis saat sedang marah dan kini sungguh sangat tidak elit kalau dia harus menangis.

Jihan menyisir anak rambutnya ke belakang. Mengerjapkan mata sambil menolehkan muka agar air matanya tidak jatuh.

Kursor laptop di depan mereka berkedip. Keduanya sama-sama frustasi karena tak kunjung menemukan titik temu dari dua kepala yang berbeda. Apalagi Dhary adalah seseorang yang keras kepala dan Jihan sangat sensitif dengan namanya perdebatan.

"Sorry."

Jihan melirik Dhary yang terlihat menyadari bahwa perkataannya agak kasar. Dhary juga lelah, dan ia cenderung tidak bisa mengontrol dirinya di saat seperti itu.

Namun, apapun alasannya, Dhary tahu dia salah.

"Kita berdua sama-sama capek, Ry. Dilanjut nanti aja ya?" ucap Jihan dengan pelan.

Dhary mengangguk.

Sementara itu, Jihan yang butuh sendirian, meninggalkan laptopnya di meja taman. Menghampiri kucing jalanan yang sedang duduk sendirian. Mungkin dari tadi menonton pertengkaran mereka.

Jihan mengelus badan menggumpal berwarna putih itu. Terasa lembut di tangannya. Sedikit menenangkan untuk dirinya sendiri.

Masih duduk di bangku taman, Dhary melihat Jihan. Ia membiarkan jarak di antara mereka terlebih dahulu untuk menghormati keinginan Jihan yang ingin sendiri.

"Namanya Jeremy," kata Jihan beberapa menit kemudian.

Ia mendekat sambil menggendong kucing itu. Wajahnya sudah sumringah kembali setelah bermain-main dengan kucing. Melihatnya, Dhary ikut tersenyum.

"Bagus banget namanya Jeremy?"

"Emang mau dinamain apa?"

"Roro?"

"Dari apa tuh?"

"Temen gue ada yang namanya Jeremy. Ngebayangin dia jadi selucu ini kayaknya amit-amit deh."

Jihan tertawa. Duduk kembali di sebelah Dhary yang kini mengelus kucing di pelukannya. "Oke, lo tes suara dulu. Kalau dia noleh, berarti namanya Roro."

"Roro," panggil Dhary.

Tak butuh usaha berkali-kali, kucing itu menolehkan kepalanya. Membuat kaget Jihan dan Dhary. Kini dia bahkan malah menggeliat, ingin berpindah ke pangkuan Dhary.

"Wah gue diduain sama Roro," komentar Jihan.

"Dia lebih sukanya sama gue kali."

"Ih tapi gue main sama dia duluan."

Final ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang