Sesampainya di rumah, Gleid langsung melepas seragam basahnya dan mengambil handuk putih yang tergantung di pintu, lalu melangkahkan kaki masuk dalam kamar mandi.
Di depan ruang tamu tadi, Bunda yang sedang duduk sambil membaca majalah di sebuah sofa menegur Gleid karena pulang dalam keadaan basah.
"Kenapa hujan-hujanan? Apa gak bisa berteduh dulu nunggu hujannya reda? Ayo, cepat mandi sebelum kamu demam!" begitu katanya.
Gleid hanya bisa menunduk sambil mengangguk patuh. Tak banyak bicara, gadis itu melangkah masuk ke dalam kamar. Menjauhi sang bunda yang mungkin akan mengomelinya lebih banyak lagi. Gleid mudah sekali sakit. Oleh karenanya, wanita itu melarang Gleid bermain hujan.
Gleid memejamkan mata. Menikmati guyuran air yang mengalir deras dari shower, turun membasahi tubuh setengah telanjang.
Hangat, begitu yang ia rasakan. Ya, air itu memang sengaja di-stell hangat oleh Gleid.
Lalu, tangan jenjangnya terulur meraih botol sabun cair dan dibalurkannya ke badan. Tak lupa, ia mematikan shower saat memakai sabun.
Setelah itu, Gleid kembali membasahi badan yang licin dengan air. Air yang bercampur dengan sabun yang sudah terbalur di badan Gleid perlahan luruh ke lantai.
Tepat setelah menyelesaikan ritual mandi dan memakai handuk, Gleid langsung melangkah lebar ke dalam kamar karena tiba-tiba merasa gerah. Baju santai yang sudah siap di atas kasur, langsung dipakai tanpa basa-basi. Mungkin Bunda atau Bi Sumi yang menyiapkannya.
Kok, tiba-tiba jadi panas gini, ya? Padahal kan, gue baru selesai mandi. Aneh! Herannya dalam hati.
"AC-nya gak nyala kalo, ya?" gumam Gleid, lalu mengambil remot AC yang terletak di atas nakas dan menekan tombol On.
Hawa dingin langsung menguar dari benda putih yang tergantung di dinding. Namun rupanya, itu sama sekali tidak berpengaruh untuk Gleid. Lihatlah, wajahnya kini ikut memerah seperti udang rebus saking panasnya.
Gleid mencoba mengipasi wajah sambil memekik, "Ah, panas!" berulang kali. Tak tahan, Gleid berlari ke kamar mandi dan menceburkan diri bersama busana yang tengah dipakai ke dalam bathup berbusa.
Bulu mata lentiknya secara refleks terpejam. Menikmati kesegaran air yang merasuk dalam pori-pori tubuhnya, meredakan rasa panas yang secara tiba-tiba menyerang. Gleid merasakan jiwanya yang melayang-layang di udara dalam posisi seperti ini.
Hingga ketika ia mengerjapkan mata, Gleid merasakan perubahan pada dirinya. Terutama pada bagian kaki yang kini sudah tumbuh ekor. Gleid terkejut bukan main. Kenapa bisa?
Gadis itu memekik histeris sambil menutup mata dengan kedua tangan. "Ah, ekorrr!"
Namun, di detik berikutnya, Gleid mengintip di sela-sela jarinya untuk memastikan bahwa barusan dia tidak salah liat. Kedua matanya membelalak besar.
"Lah, beneran ekor dong," gumamnya pada diri sendiri.
Sambil mengibas-ibaskan ekornya, Gleid menjerit senang. "Yeyyy! Bunda, Gleid punya ekor. Gleid berubah jadi mermaid!"
***
Dengan napas ngos-ngosan, Gleid terbangun dari mimpi. Kucuran keringat mengalir deras dari pelipis gadis itu turun membasahi kulit wajahnya. Ia masih berusaha menormalkan napasnya sambil menelan air ludah saat merasa kerongkongan terasa kering.
Lalu, tangannya terjulur mengambil segelas air di atas nakas dan menenggaknya dalam satu tegukan. Pertanda bahwa ia sedang dilanda rasa haus.
Gelas yang sudah kosong tak bersisa itu kembali ia letakkan di atas nakas. Gleid sedikit merasa lega.
Keheningan menyapanya beberapa saat. Gadis itu tiba-tiba kepikiran dengan sebuah mimpi aneh yang menggangu tidur nyenyaknya tadi. Sebuah mimpi dimana ia berubah wujud menjadi manusia duyung. Punya ekor, impian yang didambakannya selama ini.
"Jadi tadi, cuma mimpi?" tanyanya pada diri sendiri setelah meneliti sekitar dan menyadari dirinya masih berbaring di atas ranjang kamar. Juga melirik ke bawah kakinya yang tak menampakkan tanda-tanda tumbuhnya ekor bersisik seperti di dalam mimpi barusan.
"Ah, padahal gue berharap banyak kalo itu beneran!" lanjutnya mencibir.
Gleid mengira bahwa ia sudah menjadi mermaid betulan karena sudah mengucapkan mantra itu dengan benar tepat di bawah guyuran hujan. Tetapi, hasilnya apa?
"Dasar mitos!"
Suara keroncong yang berasal dari perutnya membuat gadis itu berdecak. Dia lapar. Sialan, bahkan dia lupa makan dan langsung tidur.
Ya, sepulang sekolah tadi, ia langsung merebahkan badan yang letih ke kasur. Tentu setelah membersihkan diri.
Tak kuasa menahan rasa laparnya lagi, Gleid beranjak dari kasur dengan menyibak selimut doraemon kesayangan.
Ia melangkah menyusuri ruang tamu yang sudah sepi tanpa merasa takut. Mungkin semua penghuni rumah sudah tidur. Wajar saja, ini sudah tengah malam.
Ketika hendak berbelok ke arah dapur, suara bel yang terpencet di pintu depan lalu diikuti suara ketokan pintu beberapa kali, mengalihkan atensi Gleid.
Ia mengerut kening dalam. Siapa yang hendak bertamu di tengah malam seperti ini?
Karena penasaran, Gleid berbalik arah dan melangkah mendekat ke pintu utama.
"Iya, sabarrr! Bentar!" seru Gleid kala ketokan pada pintu itu kian terdengar keras tak sabaran.
Dan anehnya, ketokan itu langsung berhenti terdengar tepat saat Gleid berucap demikian.
Tanpa ragu, Gleid membuka pintu. Gleid sedikit menongolkan kepala keluar saat mendapati teras rumahnya kosong. Tak ada seorang pun. Kerutan di dahi Gleid semakin menjadi-jadi. Lantas, siapa yang mengetuk pintu barusan? Apa iya, hantu?
Tiba-tiba Gleid merasa takut. Angin malam yang berembus ke arahnya membuat gadis itu merinding. Cepat-cepat ia menutup pintu. Namun sebelum itu, atensinya teralih ketika mendapati sesuatu yang dikemas oleh kardus kecil-yang terlihat lebih mirip seperti paket.
Ragu, Gleid mengambil kardus kecil itu dan membolak-baliknya. Mencoba mencari nama si pengirim paket tengah malam.
"Kok, nama pengirim gak ada? Aneh, siapa yang kirim paket malam-malam?" gumamnya pada diri sendiri.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Dunia (On Going)
FantasíaGleid hanya gadis biasa. Impiannya satu, ingin merasakan bagaimana menjadi mermaid. Suatu malam, keinginannya menjadi nyata. Saat Gleid ingin kembali menjadi normal, ada satu misi yang diberikan oleh Ratu Duyung harus diselesaikan dalam dua Minggu. ...