Setelah mendaki hampir empat jam, mereka sampai di atas Gunung Jirisan. Pemandangan pertama yang mereka lihat adalah hamparan awan yang menyelimuti gunung-gunung lain. Mereka seperti berada di atas awan dengan matahari yang tersembunyi di balik pekatnya hamparan putih langit.
Hawanya dingin karena bagaimanapun mereka sedang berada di ketinggian. Banyak orang yang berada di sekelilingnya sedang menikmati suasana ini. Mereka melakukan swafoto dengan semangat sampai hampir membuat tubuh Karina limbung karena tersenggol. Untungnya Jeno berhasil menarik pinggang Karina dan membawanya sedikit menjauh dari kerumunan orang-orang.
"Terima kasih," lirihnya.
"Lo di sini niatnya bukan untuk ngelihat ini kan?" Jeno menoleh ke arah Karina.
"Iya enggak. Tapi bisa dinikmati pemandangan seperti ini."
"Pose sana. Gue foto." Jeno mengeluarkan kamera analog dari dalam jaket tebalnya. Dia berdiri menjauh dari Karina. Karina terkejut karena tentu saja ini pertama kalinya dia melihat Jeno seperti peduli padanya. Tapi masa bodoh, Karina sekarang ingin memanfaatkan jasa fotografer gadungan itu dengan sangat baik.
Karina berpose seperti yang biasa dia lakukan. Andalannya. Apalagi dia sudah terbiasa berpose di depan kamera. Hal itu tentu mudah untuknya. Karina berpose beberapa kali sampai tidak menyadari bahwa sudah banyak foto yang dia dapatkan harusnya. Tapi tidak sedikitpun Jeno menyuruhnya berhenti. Sepertinya Jeno terlalu fokus dengan kamera dan bidikannya.
Karina lalu berjalan mendekat ke arah Jeno dan menarik lengan pemuda itu. Mara mereka bertemu, sejenak kemudian Karina tersenyum. "Lo nggak mau foto sama gue? Kayak sayang aja udah di sini tapi lo cuma ngefotoin gue."
"Emang lo bisa pakai kamera ini?" Karina gelagapan dengan pertanyaan Jeno. Jelas saja dia tidak tahu, itu kamera analog. Bukan kamera digital seperti yang sering digunakan Jaemin.
Karina tidak habis akal. Dia lalu menarik Jeno mendekat. "Gue nggak bisa, tapi tangan lo bisa kan foto kita berdua?" Jeno mengangguk. "Nah."
Karina lalu menyuruh Jeno untuk berpose sesuai dengan intruksinya. Ada sekitar sepuluh pose yang mereka coba. Bahkan orang di sana menawarkan diri untuk memfoto mereka. Tanpa di duga, Jeno menyuruh Karina untuk naik ke punggungnya. Karina yang memang semangat, tidak mengatakan apapun. Dia naik ke punggung tegap itu. Berpose dengan tangan yang merentang ke sisi kanan dan kiri. Dia sangat terlihat bahagia. Yang memfoto mereka pun sama.
Sedangkan Winter, Ryunjin, Haechan, Yeji, Yuna, Renjun, dan Jaemin hanya menatap mereka dari kejauhan. Jaemin bahkan dibuat melongo dengan kelakuan sahabatnya yang di luar kepala. "Itu temen gue masih waras kan?"
"Gue rasa nyawanya ketinggalam di pos pemberangkatan sih." Haechan menanggapi dengan sama tidak percayanya dengan apa yang dia lihat sekarang.
Jaemin lalu mengangkat kameranya dan memfoto pasangan itu. Rasa-rasanya momen ini terlalu sayang untuk dilewatkan. Kalau bisa sekalian aja mereka menjadi trending topik kembali di sekolah.
"Chan gue mau ngomong." Ryunjin tiba-tiba mengatakan itu. Winter yang tahu pasti apa yang akan terjadi hanya menatap kedua orang itu. Jelas dia tidak ada hubungannya dengan apa yang akan terjadi di antara mereka.
Haechan menatap Ryunjin. Mereka lalu menyingkir dari kumpulan Haechan. Di sini tinggal menyisakan mereka berdua karena Renjun pergi ke sisi kanan untuk menacari spot foto dan kedua teman Ryunjin, Yeji dan Yuna juga sudah pergi sedari tadi.
"Lo ngapain masih di sini?" tanya Jaemin ketika menyadari bahwa Winter tidak bergerak dari tempatnya.
"Ngamatin temen gue," jawabnya dengan dingin.
Mendengar jawaban dingin dari winter, seketika membuat tubuh Jaemin merasakan udara dingin bertambah berkali-kali lipat. Bersama perempuan itu memang berhasil membuatnya tidak bisa berpikir jernih.
"L-lo ng-gak mau f-foto." Jaemin menampar bibirnya sendiri karena terdengar gagap. Kemana perginya bibir dingin itu.
"Nggak."
"Yaudah sama gue kalau gitu." Jaemin lalu menarik Winter mendekat dan membawa perempuan itu untuk melakukan foto bersama seperti yang dilakukan Jeno dan Karina tadi.
***
Haechan dan Ryunjin berakhir di tempat sepi yang diinginkan Ryunjin. Tempat yang tidak ada siapapun yang berlalu-lalang di sini. Mereka berdua saling memandang satu sama lain. Beberapa menit setelahnya Haechan mengusap wajahnya dan mendekat di bebatuan samping tebing. Dia menutup wajahnya dan kemudian menatap hamparan hutan di depannya.
"Kenapa?" lirih Haechan yang masih bisa di dengar oleh Ryunjin. Ryunjin berjalan mendekat agar tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga berbicara dengan jarak jauh.
"Karena gue capek jadi pacar diem-diem lo Chan. Lo bisa deket dengan bebas sama cewe-cewe di sekolah sedangkan gue harus ngelihat itu. Apalagi nggak ada yang tahu status kita. Gue ngerasa kayak selingkuhan lo. Gue nggak bisa marah-marah kalau ada yang deketin lo kan. Lo sendiri emang dari awal nggak mau ngiket tapi lo juga nggak keliatan jaga jarak sama yang lain. Posisi gue nggak enak sama sekali." Ryunjin mengatakannya dengan tenang seolah semua itu bukan masalah. Tapi jauh di dalam hatinya dia sudah menyembunyikan ini selama satu tahun pacaran mereka.
Bebas. Kata itu yang selama ini membuat Ryunjin merasa tidak berhak atas apa yang ingin dilakukan Haechan. Dia membebaskan itu semua. Tapi Haechan yang pada dasarnya dekat dengan banyak orang membuat Ryunjin terkadang kelimpungan. Tidak hanya satu perempuan, bahkan Haechan digosipkan berpacaran dengan perempuan lain setiap satu bulan sekali. Awalnya dia tidak memikirkan itu, tapi lama kelaman Ryunjin tahu kalau hubungan mereka menjadi semakin jauh. Haechan hanya menghubunginnya kalau tidak ada lagi teman yang dia hubungi. Bahkan mengenai kemenangan lombanya, dia harus mengetahui itu dari Karina. Sungguh menyedihkan kisah mereka. Lalu di sini, untuk apa mereka harus bertahan dalam hubungan yang tidak jelas ini.
"Lo sendiri yang minta kita saling membebaskan kan? Karena lo nggak mau dikekang sama kegiatan lo yang banyak itu. Tapi di sini kenapa gue yang lo salahin."
"Lo terlalu memanfaatkan kebebasan itu dengan baik Chan. Lo baik, tapi seharusnya nggak bersikap baik ke semua orang sampai-sampai lo harus mau nemenin cewek ke villa di Busan cuma buat liburan." Ryunjin mengamati wajah terkejut Haechan. Dia sudah menyangka hal ini. Memang benar ternyata laki-laki itu Haechan. Selama ini Ryunjin terlalu berpikir baik. "Dengan putusnya kita, lo sekarang bisa bebas dengan siapapun." Ryunjin tersenyum singkat. Dia menepuk punggung Haechan.
Sebelum meninggalkan tempat itu, Ryunjin melepas kalung yang diberikan Haechan yang bandulnya berinisial H, nama Haechan. Ryunjin melepas kalung itu dan melemparnya ke tebing. Segalanya sudah berakhir.
Haechan hanya bisa menatap apa yang dilakukan Ryunjin dari belakang. Sekarang mereka benar-benar berakhir. Dia menatap punggung yang sedang terisak itu menjauh darinya. Perpisahan yang menyedihkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're Breaking My Life After The Spring Comes
Fanfiction[Complete] Musim semi bisa dikatakan sebagai musim untuk jatuh cinta. Karina memanfaatkan musim itu untuk memberikan surat cintanya pada Jeno. Tidak seperti dugaannya, Karina ditolak tapi yang lebih menyebalkannya lagi surat cintanya dibaca keras-ke...