GWS: Kobo Kanaeru - Sunshine in The Rain part 3

176 22 0
                                    

Untungnya, sepanjang perjalanan nggak ada macet. Kalian sampai ke tempat resepsi pernikahan setengah jam kemudian. Suasananya asri. Bertempat di salah satu taman kota, ada banyak meja dan kursi di tata sedemikian rupa menghadap pelaminan. Ornamen hiasan serba putih membuat resepsi memiliki kesan suci. Tanpa noda. Alunan musik jaz lembut dari band yang tampil mengiringi acara makan-makan dan jabat tangan para tamu undangan dengan kedua mempelai.

Lo menggandeng Kobo ke salah satu meja yang kosong di sudut. Duduk berseberangan. "Oke. Kembali ke bisnis. Kamu jadi nyanyi, kan?" tanya lo, memastikan kesiapan Kobo. Bagaimana pun lo merasa Kobo kayak kehilangan mood sejak berangkat. Ya, walaupun itu sebagian besar merupakan kesalahan lo karena sudah membentaknya, tapi hal itu perlu guna kelancaran acara.

Akhirnya setelah lama didiemin, Kobo menjawab pertanyaan lo. Namun, bukan dengan jawaban, melainkan pertanyaan, "Kamu kenapa, sih, pengen banget aku nyanyi?"

"Kemaren udah gue bilang, kan? Gue mau berterima kasih sama mantan gue karena udah jadi bagian dalam hidup gue. Gue mau ngasih dia hadiah, berupa nyanyian lo yang indah itu. Pasti akan sangat berkesan buat dia."

"Kenapa nggak kamu aja?"

"Gue nggak bisa nyanyi, Kobo. Suara gue fales. Misal gue nekat nyanyi juga terus orang-orang yang dengar telinganya pada keluar nanah, siapa yang mau tanggung jawab? Yagoo? Nggak mungkin, kan?"

"Masuk akal, masuk akal," gumam Kobo seraya menganguk paham. Berbarengan dengan itu, terdengar suara MC yang menyambut para tamu. Mempersilakan untuk mengambil makanan yang telah disediakan dan tak lupa memberi ucapan selamat dan semoga lenggeng kepada kedua mempelai yang kini tengah duduk mesra di pelaminan. "Baiklah, kalo gitu...." Kobo mengeluarkan selembar kertas. "Tanda tangani ini dulu biar kita bisa mulai pestanya."

Lo membaca syarat-syarat kontrak yang tertera. "Di sini tertulis gue harus bayar dulu sebelum lo mulai bekerja. Kemarin lo bilang bayarnya nggak pake duit, terus apaan?"

"Kamu lihat meja yang di sana itu?" Kobo menunjuk salah satu meja yang di atasnya terdapat berbagai sajian prasmanan. Lo meringis, karena udah menduga ke mana arah pembicaraan ini. "Bawain satu porsi dari setiap makanan yang ada buat aku makan, termasuk es krim dan dessert box-nya, sekarang!"

Akibat suara ngomong Kobo yang kekencengan, sontak membuat tatapan semua orang mengarah pada kalian. Bahkan, mereka yang sedang main musik pun berhenti. Mantan lo pun berdiri dari pelaminan, nampak mencari tahu apa yang terjadi. Mempelai pria menyuruhnya kembali duduk. Menenangkan.

Dada lo mengembang menyaksikan adegan itu. Sejak dulu mantan lo memang latah. Kagetan. Dan biasanya, lo yang nenangin dia. Sekarang, sudah ada orang lain yang menggantikan posisi itu. Rasanya melegakkan sekaligus menyesakkan. Aneh memang. Namun, itulah yang saat ini lo rasakan.

Lo beralih pada Kobo. "Kobo, gue bilang apa tentang jaga sikap?" tanya lo, tegas.

Kobo melengos membuang muka, menghindari pertanyaan. Perubahan sikapnya yang drastis lagi. Jelas ada yang nggak beres dengan Kobo. Dia jadi rese. Iya, Kobo emang udah rese darisananya, cuman yang ini lebih rese, dan lo nggak tau apa penyebabnya.

Nggak mau memperburuk keadaan, lo pun melakukan perintah Kobo. Mengantri dengan tamu undangan lain, ternyata sebagiannya merupakan teman-teman lo waktu SMA. Salah satunya, yang ngasih lo undangan kemarin pagi. Fikri. 

"Widihhh, punya nyali juga lo. Nangis nggak pas salaman tadi?" sapanya, dengan tampang yang sangat menggoda untuk dipukuli.

"Belom salaman gue," balas lo. "Lagian ngapain nangis? Kayak anak kecil aja." Lo terdiam sejenak, teringat Kobo. Setelah itu, kalian pun mengobrol untuk sekedar menanyakan kabar atau bernostalgia bareng.

Atmosfirnya ceria, sampai salah satu temen, cewek, nyeletuk perihal hubungan lo dengan mempelai wanita. "Kok kalian putus, sih? Sayang banget. Padahal lo sama Senja pacarannya udah lama, lho. Udah delapan tahun, kan, ya?"

Fikri langsung memegang kedua pundak cewek tersebut, mendorongnya pelan untuk menjauh. "Sudah ambil nasi gorengnya, kan, Beb? Yuk kita balik!" Fikri lalu menoleh ke arah lo. "Bro, duluan, ya." Sebelum beralih ke ceweknya. "Kamu bisa baca situasi nggak, sih?!"

"Aku kan cuma nanya?"

Lo menghela napas sepeninggal mereka berdua. Pertanyaan yang wajar sebenarnya. Siapa yang nggak penasaran dengan retaknya hubungan yang sudah dibina selama delapan tahun? Sebelumnya, lo sudah sering ditanyain gitu. Dan selalu lo jawab dengan berbesar hati: Bukan jodoh. Selesai perkara.

Ketika lo tengah pilih-pilih menu apa yang mau lo bawa balik lebih dulu ke meja Kobo, seorang pria bertubuh kekar tampang bodyguard menghampiri lo. "Permisi, Kakak," katanya ayu kayak mbak-mbak SPG. Pria itu lalu menjelaskan kalo mau ambil makanan, tamu wajib salaman dulu sama kedua mempelai dan keluarganya.

Lo mengernyit. "Sejak kapan kondangan ada aturannya?"

"Iya, Kak, soalnya untuk menghindari tamu yang main nyelonong aja numpang makan, dan biar pas salaman ke pengantin tangannya nggak bau rendang, gitu," jelas pria kekar tapi gayanya ngondek itu.

Setelah mendapat informasi, lo menoleh ke arah pelaminan. Pantas daritadi antrian buat salaman lebih panjang daripada antrian makanan. Lo pun kembali dan menjelaskan persoalan yang terjadi pada Kobo, lalu menyeretnya ke antrian untuk salaman dengan pengantin.

"Pinting bingit, yi, iki ikit?" ucap Kobo berusaha sarkas. Dasar bocil FB!

Lo milih nggak nanggepin ucapan Kobo. Terus menggandengnya ke kerumunan manusia kelaparan di depan sana. Ikut mengantri. Bahasa tubuh Kobo terus gusar selama menunggu. Abaikan. Paling kebelet kencing. Hingga tiba giliran kalian....

"Eh?!" pekik Senja, sang mempelai wanita.

Lo sebisa mungkin tersenyum. "Eh, ah, eh, ah, eh!"

Dan begitu saja pemilik suara yang telah lama nggak lo dengar itu memanggil nama lo, lagi. Menanyakan kabar, bercanda ria, mengenang waktu yang dulu dihabiskan bersama. Sebenarnya ada perasaan enggan untuk sekedar mengucapkan selamat, tapi saat melihat senyuman itu, lo pun berpikir bahwa inilah akhirnya. Sebuah perpisahan, menuju jalan hidup masing-masing.

"Selamat, ya." kata lo kemudian, ringan. Seolah awan gelap yang selama ini membebani lo telah hilang tertiup angin dan berganti menjadi awan cerah. Terang mentari di langit biru. Kobo.

"Hehe, makasih, ya." balas Senja, lalu celingak-celinguk ngeliatin belakang lo. "Ngomong-ngomong , lo bareng siapa? Sendirian aja?"

"Oh, gue bareng matahari gue."

Senja memasang wajah bingung, begitu pun suaminya.

Lo segera sadar, menarik Kobo agar berdiri di sebelah lo dan memperkenalkannya.

"Ihhh imut banget, sih, dek. Jadi pengen pelihara, deh!" Senja menunduk terus mencubit pipi Kobo gemas.

"AAAAAAAAAAAKU AKU UDAH NGGAK TAHAN LAGI!!!" teriak Kobo tiba-tiba. Ditepisnya tangan Senja kasar.  Kobo menuding Senja tepat di muka. "Asal lo tau, ya, dek!"

Oh, tidak. Sepertinya, hal yang lo khawatirkan akan terjadi.


-bersambung-



28 Mei 2022

HALU - hololive fanfictions [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang