100. Sebuah Akhir

44 8 0
                                    

       Rizal berjalan gontai meninggalkan pemakaman bahkan dari pintu pemakaman ia dapat melihat makam Faisal yang masih merah dan penuh bunga, ia segera berbalik dan melanjutkan perjalanan, ia sudah tak menangis lagi wajahnya datar dan kaku matanya tampak merah dan sayu.

Sesampainya di rumah ia melihat Fabia, Tian, Shafa, Fani, Tesa, Alfin, Aksal, Anggi dan Gino masih berada di rumahnya menunggu dirinya datang untuk makan bersama.

"Rizal, ayo makan. Teman-teman kamu sudah menunggu" kata Ibu Rizal diangguki Anggi dan yang lainnya.

"Gimana bisa makan keadaan gini?" tanya Rizal membuat semuanya termenung ia melewati Ibunya dan memasuki kamar menutupnya dengan rapat.

"Rizal pasti butuh waktu. Ayo makan duluan aja" kata Ibu Rizal pada semuanya yang mengangguk dan mulai menyantap makanan meski tidak enak hati pada Rizal tapi mereka harus menghargai Ibu Rizal yang sudah memasak untuk nya.

"Rizal ngapain aja di pemakaman selama 2 jam?" tanya Anggi penasaran.

"Gak mungkin gali kuburan nya kan?" tanya Gino dengan polos nya.

"Jangan ngawur lo" seru Alfin menatapnya tajam.

"Cuman tanya" sahut Gino merapatkan bibirnya.

"Makan aja Gin" kata Anggi menyodorkan ayam kemulutnya dengan senang hati Gino mengunyahnya.

"Kak Rizal gakpapa kan? Pasti sedih banget" ucap Tesa menundukan pandangannya memainkan sendok.

"Kalau laper nanti juga keluar" sahut Tian dengan santai.

Mereka pun segera melanjutkan makannya kembali setelah selesai mereka membantu Ibu Rizal membereskan rumahnya dan mencoba membujuk Rizal, satu persatu dari mereka berdiri dan menghampiri pintu kamar Rizal dan kembali duduk saat tak berhasil di lanjut dengan yang lainnya bergantian.

"Kak Rizal! Makan ya, Tesa temenin"-Tesa

"Zal ayok lah keluar kek ayam aja lo di kamar"-Anggi

"Bos! Jangan terlalu di tangisi, bang Faisal udah tenang lho. Yok keluar"-Gino

"Zal anjeng! Keluar gak lo?"-Tian

"Rizal!!! Kebakaran!!! Keluar ayo!!"-Alfin

"Tok...tok...tok...Peket!!!!!"-Aksal

"Rizal nih tahunya belum abis lho! Cepetan keluar abisin nanti masuk penjara lagi lho!"-Fani

"Zal, ayo keluar. Ini bukan salah kamu, tapi sudah takdir"-Fabia

"Zal, harusnya gue yang sedih karena gagal jadi kakak ipar lo. Makan dulu ayok"-Shafa

Tapi tak ada satupun dari mereka yang berhasil membujuknya, Rizal bahkan tak menyahut alih-alih membukakan pintu.

Hingga akhirnya Ibu Rizal mengatakan mereka untuk pulang saja membiarkan Rizal untuk istirahat, mereka pun pamit dan meninggalkan rumah Rizal.

****

        Keesokan harinya, Fani datang membawakan batagor ia berharap semoga Rizal suka dan mau memakannya.

"Jadi Rizal belum keluar dari kemarin Tante?" tanya Fani membuat Ibu Rizal mengangguk dan tampak khawatir.

"Kamu coba deh, bujuk dia lagi. Tente mau nyuci dulu"

"Iya Tante" sahut Fani dengan semangat dan segera mengampiri pintu kamar Rizal dan mengetuknya beberapa kali.

"Rizal, gue bawain batagor, sama telor gulung juga, ini gue antre nya lama lho. Tapi untung aja, mereka gak dorong-dorong lagi kali ini dan tangan aku gak kena kompor nya lagi? Gue hebat kan?" seru Fani dengan ceria bercerita di depan pintu kamar Rizal meski gak ada sahutan.

Kulkas Aktif《Completed》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang