satu

416 34 1
                                    

Hai !!!!
Gatau kenapa gue kecanduan bikin cerita nomin yg kayak gini. Mungkin ini hampir mirip sama book satunya tapi gue usahain supaya beda.

Happy reading!!!!!!!!!!!






"Ih jisung gak punya bapak ya"

"Miskin pula haha"

"Kesana aja yuk jangan temenin jisung"

Segerombolan anak kecil sombong tadi meninggalkan jisung yg terduduk di tanah sambil menatap kakinya yg berdarah

Jisung tidak menangis, dia hanya merasa sedih karena setiap ingin bermain dengan teman satu sekolahnya, jisung harus mendapat olokan seperti tadi bahkan tidak segan-segan anak-anak tadi melukainya

"Jisung punya ayah, kata bunda jisung punya ayah. Tapi sekarang ayah lagi kerja jauh dan gak bisa pulang. Iya jisung punya ayah" ucap jisung pelan sembari menyemangati dirinya sendiri

"YAAMPUN JISUNGG!!!"

Teriakan serta suara langkah kaki yg lumayan keras dari seseorang tadi membuat segerombol anak-anak yang sudah menyakiti jisung berlari berhamburan takut jisung mengadu

"YAKK JANGAN LARI KALIAN!! DASAR ANAK-ANAK NAKAL"

Lai renjun, sahabat dari bundanya jisung melemparkan sendalnya ke arah anak-anak yg mengganggu jisung tadi. Renjun kesal saat lemparannya meleset.

"Awas ya kalian gue aduin ke bapak lo satu-satu biar tau anaknya tukang bully"

Dengan emosi yg belum reda, renjun segera membantu jisung berdiri dan membersihkan tanah dari tubuh bocah itu

"Mana aja yg sakit sayang?" tanya renjun lembut kepada anak berumur 5 tahun itu, matanya mengembun saat melihat darah keluar dari dengkul jisung

Yang ditanya hanya menggelengkan kepalanya menatap renjun dengan senyuman tipis
"Jisung gakpapa kok aunty, cuma berdarah aja kakinya. Besok pasti sembuh"

"Kita pulang yuk. Tadi bunda jisung nyuruh aunty buat jemput jisung soalnya bunda belum selesai panen dikebun. Sini aunty gendong"

🌪️🌪️🌪️

"JIEJIEEEE" teriak jaemin saat melihat anaknya dari kejauhan sedang digendong oleh sahabatnya

Jaemin buru-buru mencuci tangannya sampai bersih lalu berlari ke rumah kecil miliknya.

Saat akan memeluk anak semata wayangnya, senyuman jaemin luntur begitu melihat kaki jisung yg sudah di perban. Jangan lupakan seragam sekolah jisung yg kotor.

"Yaampun jie kaki kamu kenapa kok di perban gini hm?" jaemin mengelus pelan kaki anaknya

Renjun menunduk memandangi kaki jisung yg sedang di elus-elus pelan oleh bundanya "maafin aku na, aku telat jemput jisung. Mungkin kalo aku tadi gak mampir dulu, jisung pasti gak bakal luka kayak gini"

Jaemin beralih melihat ke sahabatnya, ia tau mungkin renjun sekarang sangat tidak enak padanya bisa dia lihat air mata renjun yg sebentar lagi akan turun

"Bukan salah kamu kok Jun. Jangan sedih gitu ah. Oh iya Justin mana? Kok gak sama kamu?"

Renjun terdiam sebentar. Oh iya Justin mana ya?

"Loh iya anakku kok gk ada ya na?" Renjun celingukan mencari anak semata wayangnya disekitar rumahnya jaemin

"Justin kan belum aunty jemput" ucapan polos dari jisung segera menyadarkan renjun

"YA AMPUN JUSTIN NYA KELUPAAN NANA. AKU JEMPUT JUSTIN DULU DADAHH"

Jaemin menggelengkan kepalanya melihat sahabatnya yg berlari kesetanan ke mobilnya. Ada-ada saja kelakuan istrinya Edward Lai itu

"Bundaa~"

"Iya jie kenapa, kakinya makin sakit?" Tanya jaemin dengan penuh kelembutan

Bohong kalau jaemin tidak khawatir. Walaupun luka jisung sudah dibersihkan dan diperban tapi rasa sakitnya pasti masih sangat terasa

"Laper ndaa" Rengek jisung dengan wajah gemasnya

Jaemin mengelus rambut anaknya dengan sayang dan menuntun jisung masuk kedalam rumah kecilnya "laper ya, yuk bunda temenin makan"

Bocah itu hanya tersenyum lalu mengangguk. Jisung berbohong tentang dirinya yg lapar. Jisung hanya tidak ingin sang bunda menanyakan lebih jauh tentang luka yg dia dapatkan hari ini.

Jisung paham betul bundanya setiap hari sudah lelah karena mengurus kebun miliknya. Hasil kebun lah sumber mereka bisa makan sehari-hari. Bisa saja jaemin mencari pekerjaan yg lebih bagus dan mendapatkan gaji yg lebih banyak tapi itu tidak akan terjadi lagi. Sudah cukup kejadian 2 tahun lalu membuat ibu anak satu itu trauma. Jaemin masih takut meninggalkan jisung untuk pergi bekerja berjam-jam. Bekas luka di punggung putranya masih menjadi bayangan terpahit dalam pikirannya.

Sekarang ini jaemin memilih untuk memanfaatkan lahan di samping rumahnya untuk menanam berbagai jenis sayuran lalu dia setorkan ke pasar.  Dan jaemin tidak semiskin itu sebenarnya. Dia bahkan masih punya tabungan lebih dari cukup untuk kehidupannya sehari-hari. Jisung saja setiap minta sesuatu langsung jaemin belikan tanpa memikirkan harga. Jaemin hanya ingin hidup sederhana di pinggiran kota.  Hanya saja lebih berhemat. Makanya jaemin memakai uang hasil kebunnya untuk makan. Karena kita tidak tahu apa yg akan terjadi dimasa depan.

"Jisung pindah sekolah mau ya?"

"Kenapa pindah nda?"

"Biar bunda bisa tenang melepas jie untuk sekolah tanpa rasa khawatir"

Jisung hanya diam, bingung mau ngomong apa

"Tenang aja nanti jiejie satu sekolah kok sama Justin"

"Tapi kan sekolah Justin jauh bundaa. Nanti bunda capek antar jisung"

Jaemin menggeleng "bunda gak capek kalo itu buat jisung. Besok bunda ngomong ke aunty renjun siapa tau dia bisa bantu jisung buat masuk kesana. Dan sementara jisung tidak usah sekolah dulu ya. Jisung harus istirahat"

"Udah ih anak bunda kenapa diem mulu sih dari tadi, lagi mikirin apa hm?"

Jisung tidak menjawab, bocah itu malah lanjut mewarnai buku gambar di depannya

"Bulan depan anak bunda umur 6 tahun ya? Jisung mau hadiah apa nanti?"

Menghentikan acara mewarnainya, jisung menoleh dengan wajah ditekuk "mau ayah, jisung mau ayah yg jadi hadiahnya"


Tbc

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 11, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

With U - NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang