La première rencontre

25 2 0
                                    

i can see love from your eyes

Cia melangkahkan kakinya menuju kearah semak-semak, sesekali matanya melirik kearah arloji yang melingkar di tangan kirinya.

"Nahkan, telat lagi. Udah mulai upacaranya." keluhnya lesu sembari mengintip dari gerbang kearah lapangan utama SMA Galudra, sekolahnya.

Memang benar ini bukanlah hal pertama bagi Cia terlambat ke sekolah, malahan bisa dibilang hampir tiap hari perempuan itu datang terlambat kesekolahan.

"Kalo gue ketemu Pak Budo, alesannya apa lagi ya kira-kira?" gumamnya pelan.

Cia menatap kesekitar, jalanan ramai seperti biasanya begitupula dengan beberapa penjual makanan yang berada di depan sekolahnya. Cia semakin dibuat frustasi ketika ia tak melihat seorangpun yang memiliki nasib sama sepertinya.

Tapi saat ia membalikan tubuhnya, matanya menangkap seorang lelaki berseragam sama dengan hoodie hitam tengah duduk sembari memakan semangkuk bubur ayam serta menatap jalanan kota.

Cia sedikit kebingungan, bisa-bisanya lelaki itu memakan bubur disaat upacara sedang berlangsung?

Dengan penuh keberanian ia mencoba menghampirinya, siapa tahu Cia kenal jadi ia tak sendirian masuk kedalam. Tangannya dengan ragu-ragu menepuk pelan bahu lelaki yang membelakanginya itu.

"Ka-k?"

Lelaki itu menoleh pelan dan menatap Cia bingung, terlihat dari kerutan di dahinya.

Cia menatap wajah orang di depannya kagum, sangat tampan pikirnya.

"Kenapa?" tanyanya dengan suara berat.

"Boleh gabung?"

Cia menutup bibirnya rapat kemudian meringis pelan, pertanyaan bodoh yang terlontar dari mulutnya benar-benar membuatnya ingin menghilang dari muka bumi ini.

"Gabung? Makan bubur?" tanyanya lagi dengan kekehan pelan diakhir kalimatnya.

Sial, Cia malu sekali.

Perempuan itu menundukan kepalanya gugup. "E-h, bukan Kak. Maksdunya it-u anu.."

Lelaki itu memutar kebelakang duduknya untuk menatap perempuan yang menunduk dihadapannya lebih leluasa, ia tak pernah melihat Cia disekitaran sekolah.

Matanya menelisik dari atas sampai bawah, rambut bondol itu membuatnya tersenyum simpul.

"Kesiangan?"

Mendengar kalimat itu sontak Cia mengangguk. "Iya Kak, mau ngajak Kakak bareng masuk kedalem maksudnya. Saya nggak ada temen, takut kena Pak Budo." ucapnya lesu.

Lelaki itu mengangguk mengerti, sebenarnya ia sudah tahu maksudnya hanya saja ia ingin menggodanya.

"Sini, duduk dulu. Bubur gue belum abis, lo mau?" tawarnya sembari mengangkat bubur ayam miliknya.

Cia mendongakkan wajahnya lalu menggeleng. "Nggak Kak."

"Bukan ini maksudnya, lo bisa pesen lagi."

Cia lagi-lagi menggeleng. "Nggak usah Kak."

"Gue yang bayar kok tenang."

"Nggak usah Kak!" ucapnya menaikan suaranya tanpa sadar.

Lelaki itu mengangguk mengerti walaupun sedikit terkejut dengan balasannya lalu menaikan bahunya dan melahap buburnya lagi.

"Sampe kapan lo mau liatin gue makan bubur sambil berdiri begitu? Lo kira gue lagi lomba makan bubur ayam?"

Tangan lelaki itu menggeser kursi di sampingnya dan mendekatkannya pada Cia. "Duduk disini."

Cia mengangguk lalu duduk dikursi tersebut, berhadapan dengan lelaki yang masih menyuapkan buburnya dengan lahap.

5 menit berlalu dalam keheningan dan Cia fokus pada ponsel di genggamannya. Lelaki didapannya pun bangkit dari duduknya.

"Mang, makasih ya. Kenyang banget perut saya kaya yang mau meledak."

Cia yang mendengar itu sontak menahan tawanya.

"Hahaha, kade ah paur takut beneran meledak perutnya A Naka." jawab Mang Dadan.

"Saya masuk dulu ya mang." ucapnya.

"Iya sok atuh A, mangga."

Lelaki yang dipanggil Naka itu meraih tas ranselnya dan menepuk pelan bahu Cia. "Ayo."

Cia bergegas berdiri dari duduknya kemudian mengikuti langkah kaki Naka. Naka mengintip dari celah gerbang depan sekolahnya, dan sepertinya upacara baru saja selesai.

Naka perlahan membuka gerbang utama, beruntungnya gerbang itu belum terkunci. Karena tak ada jalan lagi selain gerbang utama, dulu memang ada jalan pintas lain tapi sayangnya karena banyak siswa-siswi yang sering kabur jalan itu resmi di tutup.

"Pak Budo tumben nggak jaga?" gumam Cia pelan.

Naka menoleh kebelakang mendengar ucapan Cia. "Kayaknya lo murid kesayangan Pak Budo ya?" ucapnya dengan menahan tawa.

Cia tak menjawab perempuan itu dan malah memanyunkan bibirnya. Ia terus mengikuti Naka dari belakang.

Naka melihat Pak Budo yang tengah berjalan menuju kearah gerbang, ia buru-buru menarik tangan Cia untuk ikut bersembunyi dibalik pohon besar.

"Stt, ada Pak Budo."

Cia yang terkejut pun hampir terhuyung ke depan jikalau Naka tak memeganginya dengan erat.

"Lo kelas berapa?" tanya Naka sembari menatap Cia.

"Kelas sebelas ips tiga, Kak."

Naka mengangguk. "Gih, udah aman. Lo bisa ke kelas sendirikan gaperlu gue anter?"

Cia mengangguk cepat. "Makasih Kak."

Naka tersenyum. "Sama-sama."

Cia menoleh kekanan dan kekiri lalu berlari menuju ke kelasnya, senyuman manisnya masih tercetak jelas di wajah tampannya.

Naka menundukan kepalanya namun pandangannya malah terhenti pada sebuah benda mengkilap yang terjatuh di atas rerunputan dekat kakinnya.

Ia membungkukan tubuhnya dan meraih benda tersebut. Sebuah kalung dengan liontin bunga yang Naka tak tahu itu adalah bunga apa.

Ia memasukan kalung tersebut pada saku celananya kemudian menatap kearah Cia yang sudah tak terlihat.

Perempuan itu,

Patricia Peonysza?

hi semua, selamat datang di cerita le monde de patricia ya. selamat menikmati awal kisah kasih hidup cia, nata dan naka!

cast :

love,cala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

love,
cala.

Le Monde de PatriciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang