Satu bulan berlalu begitu cepat, aku tak pernah menyadari bahwa waktu secepat itu berlalu. Hariku dipenuhi dengan cerita yang nyaris sama, tapi tidak ketika satu bulan ini aku bersama dia. Siapa lagi jika bukan Rayen, di punya cara yang aku sendiri bingung. Biasanya orang berpacaran akan selalu romantis, jalan-jalan diakhir pekan, atau yang asik lainya. Tidak dengan dia, dia cenderung kalem, dan biasa saja. Laki-laki dingin akan tetap dingin.
Dalam satu bulan ini aku selalu dipaksa oleh Aulia, untuk menceritakan hubungan yang sebenarnya terjadi diantara kami. Sebenarnya aku pernah bertanya, saat awal pertama kali Rayen mengajakku jadian, tapi Aulia sama sekali tidak pernah kuberi tahu jawabnya, bahkan seringkali kujawab : gak ada yang pacaran! : nyatanya sih, Aku kalah, sekarang Aulia sudah tahu tentang hubungan sebenarnya antara aku dan Rayen.
Rayen duduk dengan tersenyum manis, tangannya bersidekap dada. Sorot matanya memancar dengan binar.
"Kamu bikin masalah apa, sampai disuruh masuk ruang osis?"
Laki-laki itu tak bergeming satu katapun, hanya senyuman yang semakin menjadi. Posisi duduknya bahkan dibuat senyaman mungkin.
"Ray!" Suara lembut dengan sorot mata tajam dari Aza, tak membuat laki-laki di depannya itu takut.
"Kamu punya mulut serta pita suarakan?"
Rayen mengangguk mantap, masih dengan posisi yang sama. Dengan senyum yang belum pudar.
"Lalu kenapa aku tanya, kamu gak jawab?"
Tubuh Rayen tiba-tiba berubah posisi, membuat wajahnya semakin mendekat dengan wajah Aza yang kebingungan dengan tingkah laki-laki di depannya. "Karena aku mau dengar suara kamu."
Ikan loncat-loncat dah!
Apa mungkin pipi Aza kini memerah, seakan-akan tomat yang siap meledak atau seperti kulit kepiting rebus?
"Sttt.." Gadis itu menempelkan telunjuk dibibir miliknya. "Jangan coba-coba!"
Rayen mengerutkan kedua alisnya. "Coba-coba apa? Ih, nggak ngerti aku!" Menghempaskan punggungnya di sandaran kursi.
"Y-ya, jangan aja." Gagu.
Aza menarik nafasnya dalam, berusaha menetralkan degup jantung yang semakin menjadi. Walaupun sudah satu bulan mereka menjadi sepasang kekasih, rasa berdesiran itu sama sekali tidak hilang, rasa canggung, malu, semuanya masih lengkap seperti awal pertemuan.
"Kamu ada masalah apa sebenarnya?" gadis itu mulai tenang dan melanjutkan topik awal.
"Gak ada." Singkat Rayen yang tak menggubris wajah kesal gadis di depannya.
Aza berdecak. "Serius!"
"Duarius."
Lagi-lagi berdecak dan menjentikan halaman kertas hvs kosong. Aza berdiri dari tempat duduknya, mengambil secangkir air bening dari dispenser dan meneguknya kasar.
"Pelan-pelan keselek nanti."
Detik kemudian Aza terbatuk karena tersedak, entah terlalu buru-buru meminum air itu atau karena ucapan Rayen barusan yang mustajab. Aza menatap sorot mata Rayen tajam.
"Aku capek sama kamuhuk uhuk."
Rayen berdiri menghampiri Aza yang tengah terbatuk. "Cantik-cantik batuk aja muncrat."
Sontak membuat mata Aza melotot mendengar ucapan Rayen barusan. "Iya, terserah, jadi jijikkan loe?" menyimpan gelas sedikit dengan hentakan dan berjalan dari hadapan Rayen. "Aza bisa kasih Rayen hukuman berat, lebih daripada bersihin toilet!"
Dengan cepat Rayen menarik lengan kecil kekasihnya. Berupaya untuk menahan agar Aza tak segera pergi. "Gue kesini bukan karena gue ada masalah, Za." Jelasnya singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Milik 'Ku [On Going]
Novela JuvenilKita dibuat untuk menjalani takdir dan mencintai takdir. Terutama menghargai setiap momen dalam perjalanan hidup. Banyak typo! WARNING ⚠️ ▪️CERITA INI TIDAK DI TULIS ATAU BERADA PADA APLIKASI NOVEL ATAU BACAAN LAIN. INGAT! ▪️CERITA INI HANYA DI...