12 | meet of furthermore

0 1 0
                                    


Dia yang mulai serius dengan perkara,

Tanpa sangkaan, tanpa harapan, tanpa senggahan kata.

Ada rasa senang yang bercampur bahagia, yang berakhir merebak, menjadikan gumpalan tak kasat yang merajai hati.

Tapi sayang sang pemilik hati tak menyadari debaran apa yang terjadi di qalbu.

Pengukir cinta memang bisa saja membuat kita terpuruk dalam jurang tak menentu, yang kadang bisa cerdas secara tiba-tiba, jika biasanya bebal.

"Ini bukunya Gina." Damar menyerahkan buku yang di cari Gina.

"Thank, tapi aku nyarinya yang sampul merah." Ternyata pemberian Damar salah.

"Oke."
"Emang beda sampul merah sama kuning di mana Gin?" Tanya Damar hipotesis.

" Nggak ada sih cuma pengen yang merah aja."

"Oh."

Damar pun kembali membantu mencari buku bersampul merah seperti yang dinginkan Ghina.

"Kamu suka baca buku latar apa saja Gin?" Tanya Damar kembali sambil menyodorkan buku pilihan kedua.

"Nggak menentu sih, aku biasa suka sama yang berlatar sejarah, pokoknya sehubungan sama itulah." Kata Ghina sambil membuka buku yang diserahkan Damar.

"Wih keren nih calon, pengamat?" Kata Damar ambigu.

"Apa emang atau tuh pengamat Farash?" Tanya Ghina tak paham.

"Pengamat sejarah maksudnya." Jelas Damar.

"Kamu ada-ada aja deh Rash, aku itu cuma kagum aja sama sejarah nggak sampe jadi pengamat segala."sahut Ghina sambil terkekeh kecil.

"Gini ya Gin, kadang dari rasa kagum itu, sesuatu bisa jadi nyata." Jelas Damar kembali.

"Nggak akanlah Rash, kamu mah makin ambigu, aku mau pulang aja deh, udah sore." Ghina tetap tak percayakan ucapan Damar.

"Tungguin aku." Damar menyusul Ghina.

"Kamu nggak nyari buku dulu?" Tanya Ghina kepo.

"Nggak." Sahut Damar singkat.

"Ngapain ke toko buku kalo nggak beli buku?" Ke kepoan Ghina belum usai.

"Liatin buku." Jawab Damar enteng.

"Fungsinya apa coba?" Tuhkan Ghina emang kepo. Untung cantik.

"Biar pinter." Jawaban Damar bikin darah naik deh.

"Mana ada pinter kalau cuma diliatin, dahlah males, aku mau pulang." Ghina tak peduli lagi.

"Aku ikut."

Dan sekarang mereka berakhir di angkot sesak, yang merupakan kali pertama untuk Damar. Mana pernah Damar naik angkot. Tapi tak apa lah ia anggap testimoni, siapa tahu kali lainnya bakalan naik lagi.

Tempat duduk antara Ghina dan Damar yang seharusnya berdempetan, kini terpisah oleh seorang ibu-ibu yang nyusruk duduk diantara mereka tadi.

Damar terlihat tidak nyaman, berbanding balik dengan Ghina yang terlihat tenang dan biasa saja.

"Duluan ya Rash. Thank untuk bukunya." Ghina turun terlebih dahulu.

Tak tak jauh dari rumah Ghina, Damar juga ikut turun, bukan karena sudah sampai dirumahnya, melainkan karna, perutnya serasa diaduk-aduk.

Damar menuju SPBU terdekat, tak tahan lagi dia.

Huek

Damar memuntahkan semua isi perutnya.

MEET AFTER PARTINGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang