Biar ku bacakan sebagian ruang ketenangan dibalik gedung menjulang.
🦋🥀
Di sisi lain kota, ada manusia yang tengah berusaha mengais asa.
Ia pulang pada petang, menyusuri setiap gang dengan isi kepala yang berdendang.Sejenak langkahnya menepi pada sisi jalan, menyandarkan kepalanya berusaha tenang. Teras kota yang riuh serta lampu jalanan yang teduh, menenggelamkannya pada harapan yang tinggal separuh.
Kini, kendaraan lalu lalang ditatapnya nanar. Sesaknya sudah menjalar, hingga pandangannya mulai samar.
Rebas sudah air matanya, mencoba perlahan melepas apa yang sudah ia kemas. Hidupnya yang memaksa ia untuk tegas, demi esok harus tetap bernafas.
Sebagian teras kota berwajah kusam, dipenuhi jiwa-jiwa yang karam. Sorot lampu jalan sengaja dibuat temaram, agar yang tengah geram bisa sedikit redam.
Kota bak hewan buas, mengundang jiwa yang kelaparan untuk jadi santapan. Menjajakan harapan hingga rela berkorban.
Ranah tempat kita mengemban asa begitu bedebah. Dimana kota selalu dijamah oleh manusia-manusia serakah. Yang mewah yang berkuasa, yang lemah hanya pasrah. Sudah jengah tapi harus tetap ramah, kalau tidak bisa hilang tempat singgah.
Dibalik gedung menjulang sebagian manusia menepikan letih. Mencari tenang dari manusia pamrih. Tak apa menyapa perih, asalkan esoknya harus kembali gigih. Jangan lupa masih ada jerih payah yang harus dikejar hingga tubuhmu ringkih.
~
Jangan JIPLAK kalau nggak mau di KEPLAK.😚
KAMU SEDANG MEMBACA
Jenguk yang Terpuruk
PoetrySebuah usaha agar tinta tidak lagi tentang darah. Perkata hanyalah mengenai luka yang semakin menganga. Apa yang tertulis adalah kalimat yang masih berkelana, mencari pertolongan juga rangkulan.