Kita ketemu lagi sama si Leya yang lagi main kucing-kucingan di episode ini
.
.
.Mengingat syoknya Felisha tadi pagi, aku malas untuk makan siang di kantin. Di sana pasti Felisha akan membahas kembali kronologi kejadian tadi. Belum lagi jika Lila bergabung. Mereka pasti bertanya mengapa anak bos besar menyeretku ke dalam lift direktur? Tapi jika aku tidak keluar ruangan, Fabian akan menjemputku dan mengajak makan siang bersama. Itu akan semakin memunculkan gosip.
Aku berjalan mengendap-endap menuju lift karyawan. Beberapa karyawan lain ikut masuk ke dalam sana. Aku menunduk dalam-dalam dan bergeser di belakang Dedi, staff keuangan saat ku lihat Fabian keluar dari ruanganku. Untungnya aku sudah masuk ke dalam lift.
Ponsel di sakuku bergetar. Pasti Fabian. Cepat-cepat aku menekan tombol mute setelah panggilan itu berakhir dan disusul panggilan selanjutnya yang berulang-ulang. Aku mengabaikannya.
Awalnya, aku mengira sudah aman. Ternyata Felisha dan Lila menggiringku ke meja mereka saat aku baru selesai mengambil makanan. Mereka menatapku penuh tuntutan, kepalaku kembali berdenyut.
"Jadi?"
Lihat, bahkan mereka tidak memberiku kesempatan mengisi perut. Mereka menopang dagu, menunggu jawabanku.
"Gue lapar. Seenggaknya kasih kesempatan gue buat makan. Lo mau gue pingsan di sini?"
Felisha dan Lila berdecak kesal. Mereka kompak memasang wajah cemberut padaku.
"Mending lo berdua makan dulu."
Mau tidak mau mereka juga menghabiskan makanan yang mereka ambil. Hingga lima belas menit kemudian makanan kami habis. Sepertinya aku juga kehabisan waktu untuk menghindar.
"Jadi, ada hubungan apa lo sama si bos muda?" tanya Felisha, setengah berbisik.
"Emang lo butuh jawaban kayak apa?"
"Kenapa Pak Fabian narik tangan lo tadi?"
"Nggak ada apa-apa."
"Beneran?" Lila memicingkan matanya menatapku. "Gue cuma mau bilangin ke lo, kalo lo emang beneran ada hubungan sama bos muda kita itu mending lo pepetin terus. Jangan sampai lepas."
"Apaan sih!"
"Gue juga denger lo kemarin nemenin Pak Fabian meeting kan?"
"La terus?"
Felisha menepuk lenganku gemas. "Gue penasaran lo udah berhasil deketin Pak Fabian apa belum?"
Aku harus berpura-pura tidak ada yang terjadi padaku dengan Fabian. "Belum."
"Cuma meeting doang?" tanya Lila, tidak percaya yang ku jawab dengan anggukan. "Nggak berlanjut ke hotel gitu?"
Mataku melotot. "Hotel apaan? Kalian tuh mikirnya kejauhan. Lagian ya, baru kemarin Pak Fabian kesini dan gue juga nggak tahu gimana orangnya."
"Emang lo baru kenal kemarin tapi Pak Fabian itu nggak pernah ngajak sekretaris perempuan buat meeting. Yang punya sekretaris perempuan itu cuma Pak Farzan yaitu Rani, yang digantiin sama lo. Sebelum Pak Fabian ngurusin perusahaan cabang luar kota, dia selalu didampingi sama asisten pribadinya. Itu pun laki-laki. Jadi kalau kemarin dia ngajakin lo meeting artinya sebuah keajaiban. Paham lo?"
Penjelasan panjang itu membuatku tercengang. "Ya itu sih gue nggak tahu. Yang jelas hubungan kita sebatas hubungan kerja. Nggak ada yang spesial."
Lila mendesah kecewa. "Harusnya lo nggak buang kesempatan ini, Le. Yang ngarep perhatiannya Pak Fabian tuh banyak. Apalagi dia hot single."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine (End)
RomanceBertemu mantan bukanlah hal yang ku inginkan saat ini. Mengapa harus bertemu lagi dengannya sekarang? Lebih tepatnya, mengapa kami baru bertemu lagi? Seketika aku ketakutan. Takut, rasa yang ku kubur dalam-dalam kembali muncul di permukaan dan memb...