Ruangan Rahasia

12.8K 111 3
                                    

"Alex?" Aku bertanya pada lelaki yang sudah menengok kearahku, dia nampak kebingungan ketika aku mencoba menepuk pundaknya. "Alex teman Kuliah?"

"Permisi?" Ucapnya, pasti dia sangat kebingungan dengan tingkahku ini. Segera mungkin aku merubah raut seolah terkejut karena salah orang.

"Astaga, maafkan saya. Saya kira anda adalah Alex teman kuliah saya." Kuukirkan senyum sesekali memandang Rose yang hanya terdiam disebelahnya. Lelaki itu kemudian tertawa dan berbalas menepuk pundakku. "Sekali lagi maafkan saya, tuan." Ucapku dengan tangan yang ku apitkan didepan dadaku.

Rose nampak mulai tenang dari yang awalnya begitu takut nampak telah menghembuskan nafasnya kasar.

"Tak masalah." Setelah sedikit basa basi akhirnya aku pamit untuk berlalu, ya aku sudah memberi syock terapi pada Rose karena sudah bersikap acuh padaku.

****
Setelah menyelesaikan beberapa bahan untuk project digital promo, mungkin lebih baik aku mengecek ponsel yang khusus kugunakan untuk pekerjaan sampinganku tersebut. Siapa tau Robbi memberikan job yang bisa kuambil saat senggang seperti ini.

Seperti dugaanku, sebuah job dari tante Wina . Padahal baru kemarin aku bertemu dengannya dikafe, tapi aku tak mungkin menolaknya apalagi mengingat bahwa karenanya lah aku bisa mendealkan project besar dari suaminya.

Baiklah, tak harus menunggu lama lagi segera bergegas ke apartemen yang sudah memang biasa kami gunakan untuk bertemu diam-diam.

"Hallo brondong kesayanganku." Ucapnya manja, walaupun aku sangat geli namun tetap kutunjukkan profesionalisme sebagai lelaki yang memang dia bayar untuk memuaskan hasratnya.

"Kenapa barang-barangnya kosong?" Aku sedikit heran kala melihat isi ruangan yang sudah banyak berubah. Barang-barang yang dulu menghiasi sebagian sudah tak nampak lagi.

"Ya, aku sudah menjual apartemen ini pada seseorang. Dia akan datang sebentar lagi." Lanjutnya. Tante Wina sebenarnya membeli 2 apartemen yang bersebelahan, salah satu dari ruangannya memiliki pintu koneksi rahasia, ya pintu tersebut berada dibalik sebuah lemari yang berisi tas mewahnya. Bagaimana aku bisa tau? Karena tante Wina sengaja membuatnya agar perilakunya yang suka menyembunyikan brondong sepertiku tak diketahui oleh suaminya. Aku sering diberikan kunci dari ruangan sebelah kemudian mengendap lewat pintu rahasia tersebut.

"Jadi, apakah ini berarti akan menjadi pertemuan terakhir kita?" Antara sedih dan bahagia, bahagia karena tak akan lagi bertemu tante genit ini dan sedih karena berkurang ladang uangku nantinya.

"Kamu tau kan, anakku yang ada di Milan sedang hamil besar dan sebentar lagi akan melahirkan. Tante harus menemaninya sampai dia bisa terbiasa dengan kebiasaan barunya nanti." Aku mengangguk paham, menujukkan ekspresi seolah merasa sedih akan kepergiannya.

Wanita yang memang sudah berumur ini nampak sudah tak sabar saja ketika aku mulai melepas kemejaku. Dia dengan gesitnya langsung menabrakku hingga tubuhku tersungkur diranjang empuk.

Bibirnya langsung saja dia dekatkan dengan bibirku. Tangannya menggerayang nakal kesegala penjuri tubuhku.

Kalau boleh jujur , sebenarnya aku sangat risih dengan sikapnya yang sangat agresif itu, tapi sebagai penyedia jasa kenikmatan tak bisa berbuat apalagi kecuali hanya menuntaskannya hinga pada kepuasan.

"Kamu memang sangat luar biasa sayang." Ucapnya dengan sisa nafas dan peluh yang bercampur dengan badannya.

"Evrything for you , sayang." terdengar menjijikkan, namun cukup mampu membuatnya melambung ditambah hasrat yang telah sampai pada puncaknya.

Setelah berkali-kali bergulat dengan wanita yang lebih pantas kupanggil ibu itu, tante Wina nampak sudah sangat lemas. Dia telentang berbaring diatas ranjang tanpa sehelai benangpun. Aku bergegas mengambil selimut untuk menutupinya, bukan apa-apa, hanya sedikit kurang nyaman saja melihatnya begitu.

Dia tertidur pulas dan aku masih menemaninya disini, menghabiskan beberapa batang hingha hidangan yang sudah disiapkan sebelumnya. Tak terasa siang sudah berganti sore, hingga dia terbangun berjalan menghampiriku.

"Sebenarnya aku masih ingin melanjutkannya. Tapi sebentar lagi pembeli tempat ini keburu datang." Dia memainkan ponselnya lalu sejurus kemudian menunjukkan tangkapan layarnya kepadaku. Ya, dia baru saja mentransferiku uang yang cukup mampu kugunakan untuk kebutuhan ku selama berhari-hari. Sungguh pekerjaan sampingan yang menjajikan.

Lalu tante Wina memberikan akses guna keluar masuk tempat sebelah, mengintruksikan agar aku berstirahat disana saja, dan akupun menurutinya. Lagian, aku sudah malas berlama-lama dengannya.

Aku memasuki salah satu kamar yang memang biasa kugunakan ketika menginap disini. Tante Wina termasuk pelanggan teroyalku, pernah aku bertanya bagaimana bila suaminya tau tingkahlakunya diluaran namun dengan entengnya dia menjawab, bahwa suaminyapun juga sering mencicipi banyak gadis bayaran, bahkan tak segan-segan menghadiahi barang mewah kepada para gundiknya. Sungguh pasangan yang serasi.

Alarm dari ponsel membangunkanku, ternyata aku sudah tertidur dikamar ini. Baru saja akan bangun dan beranjak menuju kamar mandi, nampak seorang wanita yang tengah duduk disofa menghadapku.

"Rose?" Aku tak percaya, mengucek kedua mataku. Takut bahwa hanya halusinasi saja namun wanita tersebut malah tersenyum mengejek, meletakkan botol air mineral yang baru saja dia minum ke meja sebelahnya.

"Aku tak menyangka, menemukan sebuah harta karun dibalik lemari kaca sebelah." Ucapnya, kini dia menghampirku, menamatiku dengan seksama. Ya aku tersadar hanya menggunakan celana dalam sisa pergelutanku dengan tante Wina.

"Kamu yang membeli tempat ini?" Dia mengangguk, duduk disebelahku. Tangannya mulai membelai dadaku secara perlahan. Aku meraih tangan yang hanya berputar didadaku lalu kucium punggung tangannya dan dengan cepat berpindah tempat agar wajahku bisa lebih dekat dengannya. "Seperti mimpi saja diketemukan olehmu." Bisikku, baru saja akan kudaratkan bibirku padanya tanganya dengan cepat menghadang wajahku.

"Bau tante Wina sepertinya masih menempel disana." Dia terkekeh begitupula aku.

"Baiklah, mandi bersama sepertinya menyenangkan." Aku berdiri, Rose masih terpaku ditempatnya dengan pandangan yang masih menikmati setiap lekuk tubuhku. Tanpa banyak bicara langsung saja ku bopong tubuhnya untuk ikut bersamaku ke kamar mandi.

"Apakah aku juga harus membayar pertemuan tak sengaja ini?" Kubuka resleting bajunya hingga nampaklah tubuh mulus yang masih melekat dalam ingatanku. Aku mengangguk, ku tarik tangan Rose pelan agar ikut masuk kedalam bath up yang sudah kuisi sebelumnya.

"Kalau saja aku menggratiskannya, apakah kita bisa seperti ini setiap hari?" Rose yang membelakangku dan bersandar pada dadaku terdengar tertawa seolah merasa bahwa ucapanku barusan adalah sebuah lelucon.

Kini giliran tanganku yang menjelajah nakal, kuciumi tengkuk lehernya yang begitu mulus itu. Rambutnya yang panjang, sebagian sudah terkena air hingga aku harus memindahkannya kesebelah sisi agar kegiatanku pada lehernya lebih leluasa.

Sebenarnya aku ingin bertanya tentang lelaki yang bersamanya kemarin sore. Tapi kuurungkan saja, takut merusak suasana yang sangat erostis malam ini.

Suara desahan lirih darinya semakin membuatku bersemangat. Tangannya meraih kepalaku walaupun posisinya membelakangi, menarik pelan hingga ciumanku semakin dalam saling bertautan. Sepertinya aku harus menyiapkan stamina untuk menghabiskan malam ini bersama Rose.

Terpikat Istri OrangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang