8

431 64 8
                                    

Gempa dan Bumi pergi ke bandara dengan naik taksi. Setelah sampai, mereka buru-buru turun, langsung berlari sambil bergandengan tangan menuju bagian informasi untuk menanyakan kebenaran pesawat yang jatuh. Jantung Gempa berdebar kencang, perasaannya tidak karuan saat melihat banyak orang menangis. Dia berharap orang tuanya tidak termasuk dalam korban kecelakaan pesawat itu.Dengan napas yang cepat dan pendek karena berlari, gempa membaca daftar penumpang yang menjadi korban dalam kecelakaan pesawat tersebut.

“Papa, Bunda!” gempa berteiak, menangis histeris ketika membaca nama Bastian dan Sukma ada dalam daftar korban meninggal dunia.

“Bang, Papa sama Bunda … selamat, kan?”Bumi tetap bertanya walaupun ia juga membaca nama kedua orang tuanya seperti yang gempa lakukan.

Gempa tidak menjawab, dia hanya menangis sambil memeluk Bumi yang juga menangis sepertinya.

“Bunda, Papa, Gempa emang udah besar dan janji akan jagain Bumi, tapi bukan berarti kalian bisa meninggalkan kami sendiri seperti ini” kata Gempa sambil menangis.

Bumi melepas pelukannya dan menatap sang kakak untuk bicara. 

“Bang, ayo kita cari bunda sama papa! jangan diam aja di sini, kita harus melihat sendiri kalau—” ucapan bumi tidak berlanjut karena gempa kembali memeluknya.

“Tenang dulu, jangan kayak gini ya, nanti kita cari papa sama bunda” Gempa berusaha tenang agar adiknya itu tidak kalut.

“Bunda … Papa …” napas bumi tiba-tiba terasa sesak, dia benar-benar syok dan tidak bisa tenang, membuat gempa panik.

“Cil,lo kenapa?”gempa melepas pelukannya, melihat bumi yang lemas sambil menarik napas dalam. Dengan cepat, ia menggendong adiknya di punggungnya, berlari mencari pertolongan.

Gempa dan bumi di tolong oleh orang orang yang ada disana. Sambil menangis, gempa menenangkan adiknya agar berhenti menangis. walaupun sulit, tapi akhirnya bumi bisa tenang.

****

Gempa dan bumi terus mencari informasi tentang orang tuanya melalui berita di Tv. Air mata mereka mengalir setelah mendapat informasi jika pesawat jatuh di laut dan semua korban dinyatakan meninggal.Hati mereka hancur, terlebih tidak bisa melihat jasad kedua orang tuanya.

“Bunda … “ Bumi kembali menangis seraya terus memanggil ibunya dan kali ini membuat gempa kesal.

“Lo bisa diam nggak? kepala gue pusing dengar lo nangis terus! lo kira yang kehilangan cuma lo aja? Hah! gue juga kehilangan, cil. Gue udah kehilangan Mama, adek, dan sekarang papa juga pergi ninggalin gue, tapi gue nggak berisik kayak lo, Bumi!” Gempa berteriak dengan air mata yang mengalir. Saat ini, dia tidak bisa berpikir jernih.

Bumi menggigit bibir bawahnya, menatap gempa yang begitu marah dengannya membuatnya takut. Tanpa bicara, Bumi berlari ke kamarnya.

“Argh!” teriak bumi sembari meremas kepala serta menjambak rambut. 

Menangis keras, Gempa lakukan untuk meluapkan perasaannya. Dia tidak tahu harus bagaimana tanpa Bastian atau pun Sukma. 

****

Bima dan Revan berdiri dengan lesu di depan rumah lama sukma di jakarta. Rumah itu tampak tidak terawat dan mereka yakin tidak ada penghuni dalam rumah itu.

“Ayah, kita harus cari adek” kata revan yang sudah berusia 17 tahun. dia sangat menghkawatirkan adiknya yang kehilangan ibunya.

“Ayah nggak tahu harus mencari kemana, kak. Ayah juga khawatir sama adek, tapi … ayah nggak tau harus mencari kemana,” sahut Bima, putus asa.

“Kita pulang aja!percuma kita disini karena bumi nggak mungkin ada di sini,” ajak bima dan revan hanya mengangguk.

Mereka pergi dengan tangan kosong, rasa sedih karena tidak menemukan bumi.Namun, mereka berharap agar bumi dalam keadaan baik-baik saja.

****

Hari sudah malam, tetapi bumi masih belum keluar dari kamar dan gempa juga tidak mencoba untuk membujuknya untuk keluar, padahal seharian bumi belum makan. Tanpa memberitahu bumi, gempa pergi ke laut dimana pesawat itu jatuh. di hari yang gelap, suara ombak terdengar dengan jelas dan angin malam yang kencang, Gempa turun dari mobil milik ayahnya. Dia melangkahkan kakinya mendekati air, memperhatikan laut yang dalam dengan air mata yang hampir jatuh.

“Papa, Bunda, kalian dimana? Gempa datang untuk menjemput kalian. Ayo pulang Pa, Bun, Bumi menunggu kalian di rumah!”teriak gempa, air mata jatuh begitu saja dan dia membiarkannya.” Kalau kalian memang nggak bisa kembali dalam keadaan selamat, seenggaknya kembalilah dalam keadaan utuh agar aku dan bumi bisa memeluk tubuh kalian untuk yang terakhir kalinya, Pa, Bun!” lanjutnya berteriak, menangis kian keras seperti anak kecil.

“Kalau nggak bisa pulang bersama, nggak apa-apa salah satu aja, tapi aku mohon pulang … “ 

Gempa terus menangis, menghadap laut yang gelap dengan harapan kedua orang tua atau salah satu dari mereka selamat dan kembali bersama mereka.

****

Bumi menghapus air matanya, kemudian membuka pintu untuk keluar kamar. celingak-celinguk,dia mencari sang kakak ke depan, ruang tengah sampai dapur tidak menemukannya. Perasaannya semakin tidak tenang, dia takut di tinggalkan seorang diri oleh gempa.

“Abang!”Bumi memanggil dengan berteriak, tetapi tidak menemukan yang dicari. 

Buru-buru Bumi keluar rumah untuk memastikan sesuatu. “Bang Gempa!” tangis bumi makin keras saat tidak melihat mobil, dia yakin gempa meninggalkannya seorang diri. Tanpa alas kaki, Bumi berlari keluar untuk mencari sang kakak.

“Bang gempa, jangan tinggalkan Bumi! Bumi janji nggak akan nangis atau berisik, tapi jangan tinggalkan bumi sendirian, Bang.” ucapnya sambil menangis, berlari menyusuri jalan mencari sang kakak.

Langkah kaki Bumi membawanya semakin jauh dari rumah, dia tetap menyusuri jalan seraya berteriak memanggil sang kakak, bahkan di saat hujan turun pun, ia tetap melanjutkan langkahnya tanpa tujuan.

“Bunda … Bumi takut sendirian, Bang gempa pergi meninggalkan bumi” ia mengadu sambil menangis, mengusap wajah yang basah karena guyuran hujan. 

Tanpa melihat kanan dan kiri, Bumi menyebrang jalan dan berhenti saat mendengar suara klakson mobil yang melaju ke arahnya dengan sorot lampu yang semakin terang. Bumi langsung bergerak cepat untuk lari, tetapi malah tersandung dan jatuh tepat di tengah jalan, membuat klakson mobil semakin terdengar kencang.

“Bunda, sakit,” keluhnya dengan darah yang mengalir dari keningnya dan perlahan memejam, kehilangan kesadaran.

BERSAMBUNG

Gempa & Bumi ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang