"Gila aja anjir. Kaning kuat banget." Kalingga masih membahasnya saat jam pelajaran pertama. Sembunyi-sembunyi menjawil Baim yang duduk di depannya.
"Iya. Berasa nyekap brahmana."
"Buset. Sinting lu Bram."
Baim mendecih sebal, "bagus-bagus Ibrahim lu panggil Bram. Sapa pulak die."
Setelah Kaning pingsan tiba-tiba, Ezra menggendong tubuh gadis itu ke UKS. Siapa lagi kalau bukan Ezra yang akan melakukannya? Kalingga beralih ke Ezra yang duduk di baris tengah. Mimik wajahnya nampak cemas, tidak benar-benar memperhatikan apa yang disampaikan Pak Hartono.
"Liat tuh Bram. Pangeran kodok pusing mikirin ceweknya."
Baim ikut menoleh kearah Ezra, "kalo Ezra kodok, lu apa dong, lalet?"
"Gantengan lalet ya anjim daripada kodok."
Baim menghela napas, memegangi keningnya, "Ya Allah cabut aja tuh mulut, ganti mulut tapir."
"Jahat lu ihh, nggak boleh doain besti lu kayak gitu." Kalingga seketika meneguk ludahnya ketika Pak Hartono menatapnya tajam.
Jam pelajaran pertama pun usai. Bel istirahat sudah berbunyi. Kaning yang sudah siuman lima belas menit sebelumnya termenung diatas ranjang UKS. Badannya sudah lebih baik. Tadi Naya, anak PMR masuk dan mengecek kondisinya yang baru siuman, membelikan sebungkus nasi goreng dan air mineral Kaning mengaku dia belum sarapan.
"Nggak usah heran ya, gue tau lo di musuhin gengnya Nadine, banyak rumor tentang lo." Ucap Naya sambil memeriksa stok obat dalam lemari. "Tapi nggak semua orang bakal percaya, kok. Lagian masa, sih, orang kayak lo guna-guna Ezra, hahhah kocak bener."
Kaning mendongak. Sialan. Gosip ngawur. Tapi diam-diam dia tersenyum kecil, masih ada yang peduli padanya. Tapi tetap saja.
Kaning menghela napas.
Kaning.
Suara berat itu menyeruak dalam kepalanya.
Kamu baik-baik saja, kan?
Kaning mengangguk pelan, "gua nggak apa."
Maaf. Saya nggak bisa menahan. Saya merasa benar-benar dimakan amarah tadi.
Kaning terdiam, sebelum berkata, "kalo aja gua tadi nggak ngehentiin lo, lo mungkin bunuh orang lagi."
"Gua mohon. Untuk entah yang keberapa kali, kendaliin amarah lo, Najakala."
Hhhh.
Yang Kaning sebut sebagai "Najakala" itu menghela napas.
Saya akan ingat itu.
"Udah enam belas tahun.. lo ada di benak gua, ini bukan sesuatu yang normal, jelas. Semua udah lo pelajari, kecuali satu hal. Amarah- "
Ceklek.Pintu UKS terbuka. Menampakkan Ezra yang mengusap peluh.
"Kaning." Ezra berdiri tepat di hadapan Kaning. "Gimana keadaan lo?"
"Gua nggak apa."
"...Udah makan?"Kaning tidak menjawab. Dia menoleh kearah bungkus nasi goreng yang sudah ludes. Ezra mengangguk, lega.
Wah.
Kaning mendengar Najakala bergumam. Hanya Kaning yang dapat mendengarnya.
Bocah ini keren juga. Jelas sekali dia punya perasaan padamu.
Lo bisa nggak si kalo ngomong jangan pake bahasa baku gitu? Kayak ngedengerin bapak-bapak.
Saya belum terbiasa.
"Kata Bu Salma-"
"Astaghfirullah nyet! Chotto matte kudasai Ngapain atuh berduaan di sono??" Seru Baim, yang langsung dibekap oleh Ganda.
"Udah ayo cabut aja njir. Kita ntar di kacangin."
"Lah Gan. Justru itu!" Kalingga memasang tampang menyebalkan.
"Berisik lu semua." Ezra berdeham, melanjutkan kalimatnya yang terpotong, "lo ikut gua ke ruang bk ya, gua disuruh Bu Salma manggil lo, kuat jalan, kan?"
Kaning mengangguk.
"Ck udah Ning biar digendong Ezra aja, lumayan bisa ngebabu."
Kaning tersenyum kearah Baim, "nggak perlu, gua bisa sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Najakala
Teen FictionHanya ada satu kata yang terlintas di benak mu jikalau bertemu dengan Kaning; aneh. Ya. Gadis yang aneh. Aneh penampilan? Bukan. Tampilannya normal-normal saja buat ukuran anak SMA. Selera makanan? Bukan juga. Yang aneh itu kelakuannya. Mood...