Revenge 21

667 117 26
                                    

Elora sedang menjaga jarak dengan Alvaro dan itu terlihat sangat jelas, saat mereka sarapan bersama, didalam mobil menuju sekolah, bahkan saat istirahat sekarang pun Elora lebih memilih berada diperpustakaan daripada dikantin.

Ah mengenai Erico ia belum melihat pria itu, mungkin sedang absen atau apapun, Elora tak peduli dan tak mau tau. Sampai suara panggilan dari speaker yang memanggil namanya, ya Tuhan, ini gimana ceritanya Elora menjadi langganan kantor kepala sekolah, dulu-dulu nggak gini, serius deh. Tapi Elora tetap melangkahkan kakinya menuju ruang kepsek, ia tau sejak ia melangkahkan kakinya pertama kali ke sekolah pagi ini banyak orang yang sudah berbisik satu sama lain untuk membicarakannya, pastinya mengenai kejadian kemarin bersama Erico, tak perlu menceritakan apa yang terjadi ia yakin orang-orang sudah bisa berspekulasi sendiri. Jujur saja Elora merasa tak nyaman, sangat tak nyaman malahan, karna menurutnya hal yang seperti itu adalah aib dan bisa membuat hal yang sama terjadi lagi entah padanya atau pun pada gadis lain, siapa tau?

Hal yang membuatnya paling sakit adalah saat ia tak sengaja mendengar mereka mengatakan bahwa Elora yang menggoda Erico,mereka yakin Erico bukan pria bejad, apalagi Erico adalah ketua osis, mereka beranggapan Elora adalah gadis yang serakah karna berpacaran dengan Alvaro tapi juga menggoda Erico.

Begitu sampai diruang kepala sekolah ia sudah bisa melihat Erico dengan wajah babak belur juga Alvaro yang duduk dengan angkuh dihadapan Erico.

"Duduklah Elora." Ujar kepala sekolah, Elora pun mengambil tempat disebelah Alvaro karna ia hanya punya pilihan duduk disamping Alvaro atau Erico tentu saja Elora tidak sebodoh itu mau duduk bersama Erico, lagi.

"Mengenai kejadian kemarin, teman-teman yang lain mengatakan bahwa kau ada ditempat kejadian saat Erico dihajar oleh Alvaro, apa benar?"

Elora menganggukkan kepala sebagai respon atas pertanyaan pak kepala sekolah.

"Bisa kau jelaskan apa yang sebenarnya terjadi, karna baik Erico dan Alvaro tidak ada yang mau mengatakan apapun."

Elora diam karna ia juga tak berniat mengulang cerita lagi, bayang-bayang kejadian kemarin masih sangat jelas dan itu bukan sesuatu yang ingin Elora ingat, justru kejadian bersama Erico adalah hal yang paling ingin Elora lupakan dan kubur dalam-dalam.

"Menurut kesaksian siswa-siswi lain, Erico membawamu ke ruang 307, untuk apa Elora? Dan kenapa sampai Alvaro bisa menghajar Erico? Jangan hanya diam saja Elora, jika kau hanya diam saja maka kita tidak ada penyelesaiannya sama sekali."

Elora meremas tangannya satu sama lain, sungguh ia tak ingin bercerita lagi.

"Erico mencium paksa Elora diruang 307." Alvaro yang menjawab membuat semuanya memandang pria itu tak percaya terlebih Elora, ia tak ingin seorang pun tau tentang masalah itu, ayolah, siapa yang mau publik tau bahwa ia habis dilecehkan oleh mantan kekasihnya.

"Apa maksudmu Alvaro?" Kepala sekolah bertanya.

"Jangan sembarangan bicara lo." Ujar Erico tak terima sementara Elora merasa kesal dengan Alvaro, ia pikir pria itu tak akan mungkin berbagi masalah pelecehan itu pada siapapun.

"Benerkan? Gue liat sendiri kalo lo emang nyium Elora di 307, beruntung ada siswa yang datangi gue kasih tau kalo lo lagi sama cewe gue di 307, gue punya saksi yang lain kalo lo masih ngeles bukan."

"Elora, jelaskan." Titah pak kepala sekolah.

Elora dengan cepat menggelengkan kepala tanpa suara.

"See, bahkan Elora nggak ngaku kalo kita habis ciuman, lo aja yang ngarang." Ujar Erico penuh percaya diri sementara Alvaro merasa marah dan kecewa pada Elora, sangat terlihat jelas apalagi Alvaro sampai mengepalkan tangannya.

"Panggil Bima sama Sebastian kalo bapak nggak percaya."

"Mereka pasti bela lo, lo kan sahabat mereka." Ujar Erico lagi, ia merasa menang kali ini padahal sebelumnya ia sudah takut setengah mati, apalagi ia sudah kelas 12 yang berarti sebentar lagi ia akan tamat dari sekolah ini, ia tak mau ada cacat sedikitpun pada image-nya yang sudah dijaga baik-baik olehnya selama hampir 3 tahun ini.

"Kalau begitu Alvaro, kau bapak hukum membersihkan seluruh toilet." Kepala sekolah berujar tanpa bisa diganggu gugat, lalu membubarkan ketiganya, dengan cepat Alvaro keluar dari ruangan kepala sekolah dengan penuh amarah, Elora yang tau akan itu langsung mengejar Alvaro sambil sesekali memanggil namanya tapi ia tak juga di pedulikan, sementara Erico bisa bernapas lega.

"Al... Alvaro.." Elora bahkan sudah berlari dan menahan lengan pria itu tapi dengan mudah dilepaskan oleh Alvaro begitu saja.

Alvaro langsung pergi keruangan khusus untuknya dan kedua sahabatnya, Elora masih ikut dibelakangnya dengan langkah cepat takut ditinggalkan.

"Alvaro please, gue nggak maksud untuk bohong dan bikin lo dihukum." Ujar Elora begitu mereka berdua berada dalam ruangan khusus itu.

"Lo keluar gue nggak mau liat muka lo." Usir Alvaro dengan dingin, ia bahkan enggan menatap Elora, dirinya penuh emosi.

"Al, gue nggak mungkin bilang yang sejujurnya sama kepala sekolah, gue malu. Lo tau sendiri orang-orang udah berpikiran jelek soal gue gara-gara kemaren dan itu nggak menutup kemungkinan kalo gue bakal hidup tenang, dengan beredarnya rumor kalo gue dilecehin sama Erico bisa dorong orang lain juga mau lecehin gue Al." Elora mencoba menjelaskan.

"Gue nggak mau denger apa-apa lagi dari lo. Lo malu? Liat sekarang, gara-gara rasa malu lo, cowo bejad itu masih bisa bergerak bebas di sekolah, lo tau nggak sih gue cuma berusaha buat lindungi lo? Persetan sama orang-orang yang ngomongin lo, selama ada gue nggak ada yang bisa nyakitin lo, lo nggak percaya sama omongan gue?" Alvaro menatap tajam Elora.

Elora diam, ia percaya pada Alvaro, bahwa pria itu bisa melindunginya tapi sampai kapan, bukankah mereka hanya bohongan, jika hubungan mereka selesai lalu siapa yang akan melindunginya? Iyakan?

"Gue tau lo lindungi gue, tapi bagi gue itu aib Al, gue nggak mau orang-orang tau kalau gue udah dilecehin sama Erico."

"Kenapa? Karna lo masih suka sama cowo itu makanya lo nggak mau jujur, lo biarin gue yang dihukum disaat gue cuma ngelindungi lo."

"Nggak gitu Al, gue malu, menurut lo kenapa orang-orang yang udah dilecehin nggak berani speak up? Lo nggak tau perasaan yang gue alami karna lo nggak ngalamin itu Al, bukan lo yang dilecehin, jangankan buat speak up, gue setiap saat inget kejadian itu dengan jelas disaat gue nggak mau inget sama sekali, gue berpikiran bahwa semua orang ngomongin gue dengan buruk, gue jadi paranoid sama tatapan dan bisikan orang-orang, please Al, bukan maksud gue buat bohong tapi emang gue nggak bisa cerita dan nggak mau cerita, sorry. Gue bakal bantu lo bersihin toilet."

"Lo keluar, gue nggak mau denger semua bullshit yang keluar dari mulut lo."

"Al." Elora memohon.

"FUCK YOU ELORA! CAN YOU JUST SHUT UP AND GO?!" Elora tersentak kaget mendengar suara bentakan dari Alvaro, tiba-tiba saja ia merasa hatinya sakit dan matanya serasa ingin menangis.

"Okay, sorry Al, gue nggak maksud gitu, kita bicara kalo lo udah lebih tenang." Elora mengeluarkan suaranya pelan sambil menahan diri untuk tidak menangis, ini pertama kalinya ia dibentak oleh Alvaro.

"Jangan pernah muncul lagi dihadapan gue, mulai sekarang fake relationship kita kelar." Alvaro mengucapkan itu semua dengan mudah sambil memandang tubuh mungil Elora yang berdiri dihadapannya.

Elora diam sebentar sebelum menganggukkan kepalanya tanpa mengucapkan apapun, ia lantas berbalik keluar dari ruangan sambil mengigit bibirnya.

Elora tau bibirnya telah terluka lagi, kali ini bukan karna orang lain tapi karna ulahnya sendiri, ia menggigitnya terlalu kuat sampai ia bisa merasakan rasa besi dan asin, darah. Elora tau hubungan mereka hanya bohongan tapi kenapa sesakit ini saat diputuskan. Elora berusaha untuk tidak menangis, ia mengambil langkah cepat menuju toilet, berharap dengan membersihkan toilet bisa membantu Alvaro untuk tidak marah lagi dan membantu dirinya sendiri agar tak kepikiran tentang apa yang terjadi.





TBC

Hahahaha, selamat akhir pekan kaum bucin vrene, malming ini kita potek dulu.

AeilsyIr

Revenge - (Vrene Lokal) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang