The Puppet Limb

345 41 199
                                    

"Dari mana Juragan Are mendapatkan daging?"

Aku nekat bertanya dengan mulut besar. Tepat ketika lampu-lampu kuning rumah jagal meredup, aku mendatangi pria tua yang sedari tadi bergelut dengan kamar pendingin yang tidak pernah boleh kumasuki. Dia menoleh kepadaku. Wajahnya mengerut, lalu pria itu pun berkata,

"Monsieur Bendho, kapan kau akan berhenti bertanya? Apakah kau curiga bahwa daging yang kujual adalah ....

"Manusia?"

***

Marionette

A puppet worked from above by string attached to its limbs.

***

Gelap.

Dini hari menyelimuti distrik katakombe Montparnasse, Paris. Tepat pukul 01.30. Gemerlap lampu kuning kios perlahan memudar. Begitu pula aroma roti dan daging panggang yang dipesan dari rumah jagal, lenyap, menyisakan bau refrigeran AC yang mencair di tepi trotoar. Derum mobil pun semakin jarang menggetarkan telinga.

Hening.

Aku pulang di kala hitam sudah pekat menyelimuti.

Aku pulang di kala hitam sudah pekat menyelimuti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mon amour Joanna! Embrasse moi ce soir.
Mon amour Joanna! Je t'aime vraiment.
(Sayangku Joanna! Peluk aku malam ini.
Sayangku Joanna! Aku amat mencintaimu.)"

Aku, si pekerja serabutan berambut keriting dan berhidung besar, bersenandung riang di tengah jalanan gelap. Aku melompat-lompat sambil mengayunkan pisau daging kesayangan. Senangnya. Meskipun Juragan Are marah kepadaku, tak masalah. Malam ini, aku akan bermesraan dengan istriku yang sedang tidur sendirian di rumah.

"Mon amour Joanna—"

Ckrek!

Apa ini? Tiba-tiba, sepatu boot-ku menginjak sesuatu yang mengeluarkan suara serapuh ranting kayu. Kecil. Aku tak bisa melihat wujudnya. Jalanan ini terlalu gelap. Aku sampai memicingkan mata untuk menangkap bentuk benda misterius yang barusan kuremukkan.

Oh la la! Ini sudah yang ketiga belas kalinya sejak 1 Juni.

Ternyata, aku menginjak sebuah Marionette. Lagi.

Aku pun mengambil boneka kayu yang kini terbelah dua bagian tubuhnya—menjadi torso dan kaki. Aku terheran. Apakah di dekat sini ada pabrik boneka baru? Masalahnya, setiap hari aku selalu menginjaknya.

Aku bergidik sendiri, lalu membuangnya ke tong sampah yang ada di pinggir jalan. Ada yang janggal sebenarnya. Setiap kali aku akan menjatuhkan marionette—yang hancur kuinjak—ke tempat sampah, jantungku selalu berdegup kencang. Pasalnya ....

Marionette ini sangat mirip dengan diriku.

Hidung besar, rambut keriting, dan juga tanda lahir berbentuk cincin di kelingking kiri, semuanya ada. Apakah ada seseorang yang mengidolakan diriku diam-diam?

MarionetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang