Hari-hari Rea setelahnya terasa begitu membosankan, begitu sepi dan tak lagi penuh intrik seperti sebelumnya.
Pertengkarannya dengan Lukas pun tak pernah terjadi lagi, sebab pria itu benar-benar berusaha menjauhi nya, menghindari setiap momen yang bisa mempertemukan keduanya.
Bahkan Rea pun tak tau lagi apa pria itu pulang ke rumah tiap malamnya. Dan hanya dari para pelayan yang bekerja di sanalah Rea tau sedikit-sedikit mengenai informasi nya. Tentang jam berapa Lukas berangkat dan pulang bekerja tiap harinya.
"Ia non, semalem aja den Lukas pulang hampir jam 01.00 dini hari. Eh, paginya udah pergi kerja lagi sekitaran jam 06.00 pagi tadi lah. Itupun gak sarapan apa-apa." oceh bi Minah, seorang pelayan yang cukup dekat dengan Rea.
Keduanya kini tengah sibuk merapihkan meja makan, tepat setelah wanita itu menyelesaikan acara sarapannya.
"Emang bibi gak tawarin buat bikinin dia sarapan? Kan bisa buatin roti atau sereal gitu yang simple dan juga cepat."
Bi Minah berdesis pelan, sebelum kembali menjawab pertanyaan yang Rea ajukan barusan.
"Udah non. Saya mau buatin minuman aja den Lukas nolak. Sampe setiap saya baru mau ngomong dia langsung bilang gini ke saya. Ehem... Ehem..."
Sejenak pelayan itu berdehem untuk mencoba menirukan nada suaranya Lukas. Dan mengatakan dialog yang biasa pria itu ucapkan padanya.
"Bi, stop! Saya gak mau sarapan apa-apa. Mending kamu urusin aja yang lain. Saya buru-buru dan harus segera pergi kerja. Gitu non. Seakan den Lukas udah tau isi kepala saya. Padahal kan niat saya baik ya non. Saya cuman takut den Lukas sakit. Karena terlalu sibuk kerja ampe lupa makan dan kurang istirahat."
Kali ini Rea sepaham dengan wanita paruh baya itu. Karena bagaimanapun urusan kesehatan adalah yang paling penting.
Karena jika sudah sakit semuanya tak akan ada artinya lagi. Makan terasa tak enak, tidur pun tak nyenyak. Dan uang yang kita miliki tak akan mampu menggantikan kondisi tubuh kita yang sakit.
Walau bisa ke dokter dan minum obat, tetap saja kalau bisa hal semacam itu jangan sampai terjadi.
Maka sebaiknya kita bisa mengatur pola makan, hidup sehat dan rajin berolahraga. Agar tubuh sehat dan terjauh dari penyakit.
"Ya sabar aja ya bi. Lukas emang keras kepala. Mungkin setelah pekerjaan selesai dia bisa rutin makan di rumah lagi. Pulang on time dan gak harus lembur-lembur seperti sekarang ini." ucap Rea yang seakan mencoba mencoba menghibur hati wanita paruh baya itu.
Walau hanya bekerja sebagai pelayan di rumah itu, seperti nya bi Minah memang lah orang yang baik. Terutama pada majikannya tersebut.
Ia terlihat yang paling peduli dan tau jelas kebiasaan Lukas dibandingkan pelayan-pelayan lainnya.
Sikap keibuan nya mungkin yang mendorong hal itu bisa terjadi begitu saja. Seakan yang ia layani saat ini adalah putranya sendiri. Bukan seorang majikan yang harus ia takuti keberadaan nya.
"Ia non bibi paham kok. Den Lukas memang seperti itu. Batu. Kalau sudah mau nya ya mau nya. Ya, bener kata non rea 'keras kepala'. Tapi walaupun begitu sebenarnya den Lukas itu baik loh non. Dia peduli sama sekitar nya. Gak peduli serendah apapun posisi kita, dia tetep mau memberikan perhatian nya sama kita." Seru bi Minah dengan bersungut-sungut, membuat Rea tersenyum tipis.
"Emang sebaik apa sih den Lukas nya bibi? Kayaknya bibi ngefans berat ya sama dia."
Dengan sengaja Rea memberikan tanggapan seperti itu, seakan menanyakan hal macam apa sih yang bisa membuat bi Minah menilai Lukas sebaik itu. Seakan-akan pria itu begitu sempurna dimata pelayannya tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pawned Wife
Romance"Kau membutuhkan uang ini bukan? Maka tanda tangani kontrak ini, dan jadilah milik ku selama 3 bulan ke depan." Rea menggigit bibirnya pelan, sambil meremas ujung gaun yang tengah dikenakannya itu dengan keras, menahan segala amarah dan rasa malu ya...