prolog

22 4 1
                                    

"POKOKNYA ADEK NGGA MAU PISAH SEKOLAH SAMA ABANG!!"

"Dek, Abang kan sekolah teknik! Adek nggak bisa ikutin Abang ke sekolah itu"

"Kenapa? Adek suka teknik! Adek suka semua yang Abang suka!"

"Masalahnya bukan gitu..."

"Terus apa? Abang udah nggak sayang lagi ya, sama Zhe? Abang udah males sama Zhe, Abang pengen jauh-jauh dari Zhe? Iya?"

"Ngga gitu, dek! Masalahnya nggak ada anak cewe di sekolah Abang, Abang nggak mau adek salah pergaulan disana, apalagi pas Abang udah lulus nanti, siapa yang bakal jaga Adek, hm? Kalaupun kita udah satu sekolah, jarang banget kita bisa bareng!"

"Abang udah janji bakal terus nemenin adek dulu... adek nggak suka temen cewe! Abang tau? Temen cewe adek pada munafik! Semua pada deketin adek karena ada maunya! Abang kok nggak ngertiin adek si?"

Untuk kesekian kalinya, cowo dengan paras tegas tapi hati yang sangat lembut itu menghela napas pasrah. Tak tahu lagi harus dengan cara apa ia membujuk adik kesayangannya itu. Ingin menyerah, tapi keinginan adiknya itu terlalu anti mainstream baginya.

Karena seperti yang kalian tahu, Sekolah Teknik sangat tidak cocok untuk anak perempuan. Sehingga sampai saat ini, belum ada satupun murid berjenis kelamin perempuan yang sekolah disana. Mungkinkah adiknya itu ditakdirkan untuk mencetak rekor sejarah, sebagai gadis pertama yang bersekolah di Sekolah Teknik alias STM. Oh ayolaah... kenapa harus adiknya?

---

Semua sedang menikmati sarapan dengan tenang pagi itu. Lain dengan Zhefaya yang sedari tadi tersenyum-senyum sendiri bahkan sesekali terkekeh kecil seperti tak kuasa menahan kegembiraan hatinya.

Kakak laki-laki Zhe, Mark yang sedari tadi peka akan atmosfer mencurigakan dari adiknya itu kini tak tahan lagi menahan rasa penasarannya. Ia meletakkan garpu dan sendok ditangannya. Kemudian menoleh pada sosok di sebelahnya dengan kening mengkerut heran.


"Adek, makan yang bener!"

Bukan Mark yang bicara, tapi Mama Irene yang duduk tepat di hadapan Zhe.

"Hhehe maaf Mah..." jawab Zhe, dengan belum sepenuhnya menghilangkan senyum di bibirnya.

"Dek?" Lirih Mark.

"Ya, Bang?"

"What's wrong?"

Tak ada jawaban pasti yang keluar dari mulutnya, Zhe hanya tersenyum simpul dengan begitu manis kepada kakaknya.

"Papah curiga adek udah tau tentang sesuatu yang Papah siapin" Papa Suho menduga. Ia juga menyadari tingkah Zhe sedari tadi.

"Eum?" Zhe menatap Papanya, dengan penuh tanda tanya.

"Oh, jadi belum tau ya?"

"Sesuatu apa, Pa?" Tanya Mama, yang sepertinya ikut penasaran.

Papa bangkit dari kursinya, kemudian berjalan ke arah ruang kerjanya. Semua pasang mata mengikuti punggung Papa.

Sampai Papa kembali muncul dari ruang kerjanya dengan senyum sumringah di wajahnya, mereka belum melepas pandangan.

Papa kembali ke meja makan dengan sebuah map dalam genggamannya. Sampai di meja makan, ia langsung memberikan map biru itu kepada Zhe.

"Apa ini, Pa?" Sambil membuka map itu, Zhe bertanya.

"Daftar sekolah dari dalam dan luar negeri yang Papa rekomendasiin ke kamu!"
"Semaleman loh Papa kumpulin datanya..." jelas Papa senang.

"Waah... Mark nggak tau Papa sampe bikin kayak gini" Mark ikut antusias.

"Anak-anak Papa nggak perlu tau sama jerih payah Papa, tugas kalian cuma menghargai dan?"

"Nyemangatin Papa!" Sambung Mark girang.

"Sip! Pinter anak Papa!"

"Tapi, Pa..." lirih Zhe.

"Gimana sayang?"

"Zhe udah daftar dan udah diterima di SMK Abang..."
.
.
.
.
.
Di tempat lain, seorang pria paruh baya berseragam dinas tengah menghadap langsung kepada atasannya, dengan kegembiraan yang terpancar jelas dari wajahnya.

"Kabar baik, Bapak Kepala"

"Kabar baik apa?"

"Sekolah kita tahun ini akan kedatangan satu orang siswi yang akan mencetak sejarah baru per-STM-an"


Next or Unpub?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 24, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Itself But Not Alone [STM Squad]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang