Cahaya 1 : Anak yang Menangis di tengah Hujan

1K 38 20
                                    

Mentari tak henti-hentinya memberikan semua kemampuannya guna menyinari seluruh permukaan bumi. Ia seolah berkata " ini lah tugasku. Aku tak bisa mengindahkan ini begitu saja " begitu. Awan-awan juga tak mau ketinggalan untuk sekadar eksis dan memperlihatkan wujudnya. Mereka berlarian di langit siang ini, lalu berkumpul sehingga menutupi cahaya yang berasal dari mentari tadi. Ini membuat efek gelap tersendiri di wilayah ini— biasa kita sebut mendung.

Sementara di wilayah bawah sana, tepatnya di sebuah kelas yang sedang mengadakan proses belajar mengajar, seorang pemuda sedang menatap keluar jendela memandangi suasana luar ruangan yang semakin gelap dan semakin dingin.

Rambut pendeknya yang sekarang agak panjang itu sedikit tersibak saat angin menerpa wajah yang bisa dibilang tampan itu. Tangan kanannya masih menyangga dagu lancip miliknya, sedangkan tangan kirinya sedang memainkan pulpen hitam. Ia masih terpaku dengan suasana luar.

" Dika " Ucap seorang siswa di sebelah pemuda yang masih melamun itu. Ia sedikit melirihkan suaranya secara ini masih waktunya pembelajaran, entah apa yang terjadi jika suaranya itu terdengar oleh sang guru.

Sang pemuda yang tadi dipanggil dengan nama Dika oleh teman sebangkunya itu masih berkutat dengan lamunannya. Ucapan lirih temannya belum bisa menyadarkan Dika. Iris matanya yang kecoklatan masih saja berfokus pada apa yang sedang terjadi di luar sana, dimana air sedikit demi sedikit mulai turun ke peraduan.

Dika Mahatidana, ya, begitulah nama yang tercantum pada nametag miliknya yang masih menggantung di bagian kanan atas baju seragam yang sedang Ia pakai. Seorang murid yang bisa dibilang termasuk dalam list siswa pendiam di sekolah SMAN 102 Brebes. Banyak sekali murid lain yang mempertanyakan keterdiaman atau mungkin tabiat pendiam dalam dirinya. Kenapa ? Dia siswa yang cukup pintar di kelasnya, Dia cukup tampan, Dia lumayan tinggi dibanding siswa yang lain, Dia juga tidak memiliki tampang seperti teroris yang selalu menyendiri pada umumnya, tak ada suatu alasan apapun bagi dirinya untuk minder atau apalah itu yang membuat dia menjadi pendiam. Tapi ? Entahlah, yang pasti Ia lebih memilih menutup diri seperti sekarang ini. Dan itu tentu saja membuat beberapa siswa enggan untuk mengenal lebih dekat tentang Dia, sehingga sahabat dekatnya pun bisa dihitung dengan hanya jari saja.

" Tingnungningnung,,, Pelajaran hari ini telah selesai, sampai jumpa esok hari dengan semangat baru,,,Tungningnungning " Bel tanda berakhirnya pelajaran sudah bergema ke seluruh penjuru sekolah, membuat sensasi gembira tersendiri bagi para pendengarnya.

" Baiklah anak-anak, cukup sekian pertemuan kita kali ini. Wassalamualaikum Wr Wb " ucap Guru yang tadi mengajar di kelas Dika. Dengan muka yang cukup lusuh Ia pergi meninggalkan ruangan itu setelah lelah seharian ini mengajar.

Semua murid memasukan barang yang sekiranya tadi mereka keluarkan ketika pelajaran berlangsung. Lalu satu persatu dari mereka mulai membuat jumlah manusia di kelas itu semakin berkurang—pulang ke rumah masing-masing. Tapi tidak menutup kemungkinan juga bahwa ada beberapa atau bahkan banyak siswa yang masih betah di dalam kelas hanya untuk berbagi gossip satu sama lain sembari menunggu hujan sedikit reda atau bahkan sampai benar-benar terang.

" Dika " ucap seseorang yang tadi memanggil Dika namun tak ada respon dari si penerima suara itu—Dika.

" emm " jawaban enteng Dika sambil menaruh pensil dan pulpennya ke dalam tepak.

" eh tadi kamu nglamunin apa sih ? "

" emang penting ya ? "

" banget malahan. Kamu gak sadar ya tadi—-"

JEEGGGEERRRRRR—bunyi petir memberi jeda omongan dari teman sebelah Dika.

" Astaghfirullah,, kaget aku "

natsu no HOTARU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang