Lee Jin Sung

287 62 11
                                    

"Yohan lagi, Yohan lagi, Yohan terus!"

Zin membanting pintu kamarnya. Amarahnya memuncak sore itu.

Ia sedikit bersyukur karena orang tuanya sedang pergi ke rumah saudara, bisa-bisa ibunya akan menceramahinya.

Tapi sungguh Zin tidak paham kenapa harus Yohan yang mewakili sekolah ke pertandingan tinju nanti?

Apa guru olahraganya disogok oleh Yohan? apa selama ini uang donasi yang diberi ayahnya kurang? atau apa karena Zin peringkat ke dua dalam ekstrakulikuler tinju di sekolahnya?

"Mau bagaimanapun aku melupakannya, hatiku tetap tidak ikhlas."

Zin yang sudah berbaring tempat tidurnya memilih untuk memejamkan mata, namun pikirannya masih saja melayang ke seorang Seong Yohan. Pemuda yang mengusik ketenangannya sejak 2 tahun lalu.

"Ya, lebih baik aku minta diadakan seleksi. Pokoknya besok aku harus mengalahkannya." putusnya final.
Zin akan meminta pertandingan seleksi untuk menentukan perwakilan sekolah dalam pertandingan tinju bulan depan, dan
siapapun pemenangnya dia akan terima dengan lapang dada.

—*—

Pukul sepuluh pagi di ruang latihan tinju SMK Jaewon sudah ada sekitar dua puluhan orang yang sebelumnya telah melakukan seleksi seperti yang diinginkan Zin.

Sebenarnya guru laki-laki itu tidak mau karena hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga. Tapi apa boleh buat, si keras kepala Lee Jin Sung terus mengatainya pilih kasih.

Terbukti memang, sekarang hanya tinggal sepasang petarung yang menjadi calon kandidat. Jelas itu adalah Seong Yohan, anak yang lebih dulu ditunjuknya sebagai perwakilan sekolah. Kemudian lawannya, si bocah keras kepala Lee Jin Sung.

"Bapak tau kau akan berusaha keras seperti biasanya. Jadi, kau harus kerahkan kemampuan maksimalmu jika benar-benar mewakili sekolah ya, bocah tengil."

Zin menggertakkan giginya, "Hei pak, julukan macam apa itu?"

Kwon Jae Sung, guru olahraga sekaligus yang menjadi pelatih mereka mengabaikan protesan Zin.

Ia berjalan ke tengah arena ring, memanggil keduanya untuk memulai seleksi final.

"Ingat ya ini hanya seleksi. Tolong jangan ada yang sampai emosi hingga mencederai temannya. Seorang atlet harus sportif."

Jae Sung bisa melihat keseriusan diwajah Zin, tapi tidak dengan Yohan. Ia tidak mengerti ekspresi apa yang ditampilkan anak itu, bahkan seperti tidak ada keseriusan disana.

Usai memberikan peringatan, ia pun segera memulai pertandingan.

Zin sudah memasang kuda-kudanya, kaki berotot yang sempurna dan kepalan tangan yang begitu kuat.

Begitu pula dengan Yohan, posisinya juga sangat siap untuk menyerang dan menangkis pukulan Zin.

Penampakan ini adalah yang kedua setelah setahun lalu, awal mula bergabungnya Yohan di ekstrakulikuler tinju.
Tentu saja ini dianggap pertunjukan yang seru bagi orang-orang disana.

"Mereka berdua kembali bertarung, kira-kira kali ini siapa yang akan menang?"

"Serius kau tidak tau? dari posisi kaki saja sudah bisa ditentukan siapa pemenangnya."

Obrolan-obrolan diluar ring menjadi pengisi suara diantara ketegangan yang ada.
Sudah satu menit berlalu dan Zin tampak mendominasi satu sama lain.
Zin kembali mengayunkan pukulan cepatnya dan berhasil mengenai pelipis Yohan.

"Maaf ya, pukulanku harus mengenai kepalamu."
ujar Zin dengan senyuman remeh, kepalan tangannya kembali mengambil posisi siaga.

Ejekannya itu sama sekali tak di gubris Yohan, pemuda itu menganggap ucapan Zin sebagai angin lalu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 08, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WHAT ABOUT ME?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang