✧Welcome to my first book S2( ˘ ³˘)♡
✿____________________________________________✿
10 Tahun sudah berlalu semenjak tersegelnya penyihir jahat bernama 'ETERNEES', Semuanya sudah sangat membaik sejak penyihir tersebut di segel. Namun siapa sangka kal...
⚠︎𝐖𝐀𝐑𝐍𝐈𝐍𝐆⚠︎ ➪Typo adalah seni, semakin banyak typo maka semakin banyak seni ➪ Tak bermaksud menyinggung siapapun ➪Maaf apabila terdapat penulisan kata yang salah
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[Chapter 26 : Pertemuan dan tempat persembunyian (revisi)]
· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·
Hening. Itulah satu kata yang bisa mendeskripsikan keadaan seorang pemuda yang tengah berjalan di lorong sepi.
Pemuda dengan surai merah putih dan iris mata merah darah itu berjalan perlahan dengan anggunnya. Sesekali melirik ke beberapa arah untuk memastikan keadaan sekitarnya.
Ia menghela nafas pelan yang bahkan tak bisa di dengar oleh dirinya sendiri. Sepasang matanya melirik kebelakang, merasakan hawa keberadaan seseorang yang berjalan mendekat kearahnya.
Dengan cepat, singap, dan hati-hati, pemuda itu langsung bersembunyi di salah satu lorong tikus atau lorong kecil yang sempit yang tak jauh dari dirinya berada.
Ia berhasil bersembunyi tanpa sedikitpun mengeluarkan suara. Tak lama setelah dirinya bersembunyi terdengar suara samar-samar langkah kaki yang sepertinya berjalan kearah nya.
Tak lama suara itu semakin mendekat, dan benar saja. Seorang pengawal tengah berpatroli memastikan keadaan sekitar.
Tak lama setelah pengawal tersebut pergi, pemuda itu langsung memastikan terlebih dahulu dengan sedikit mengintip.
Saat ia rasa kondisi nya sudah aman, dia langsung keluar dan kembali berjalan menuju suatu tempat. Melewati beberapa lorong gelap dan sepi, tak lupa melewati pajangan yang berwarna serba hitam atau merah.
Meski memerlukan waktu yang lumayan lama, akhirnya pemuda itu menemukan tempat yang ingin ia kunjungi. Sebuah Pavilium.
Pemuda itu terdiam menatap dengan datar kearah pintu besar dengan ukiran mawar berduri disana. Ia menaikan jari telunjuk nya, lalu menyentuh gagang pintunya.
Jari lentik nan mungil itu yang menyentuh gagang pintu seketika membuat sedikit cahaya putih sedikit keemasan, juga sebuah kaca hitam keunguan yang hancur berkeping-keping saat terkena sentuhan jarinya.
»Kriet...«
Pintu kamar tersebut pun terbuka perlahan dengan suara khas pintu berukuran besar yang terbuka. Cahaya mulai menyilaukannya, ia membuka matanya dan menatap lurus ke depan.
