Sebenarnya ini bukan pertama kalinya Dhary menemui Jaden dan Raia. Jaden sendiri sudah menjadi kakak kelasnya sejak SD bahkan. Singkatnya, dia juga tetangga dan saudara jauh Dhary. Kalau Raia, beberapa kali bertemu karena dia adalah pacar Jaden sejak dua tahun lalu.
Tapi, ini pertama kalinya buat Jihan.
Raia adalah kakak kelas yang dikagumi oleh Jihan. Track recordnya bagus, dia aktif di lomba maupun organisasi. Sedangkan Jaden, lebih jauh lagi. Jaden itu ibarat too good to be true, jadi Jihan cuma bisa menyapa sambil mengangguk saja tiap kali berpapasan.
"Lo...dapet project sama Jihan?"
Itu kalimat yang pertama keluar dari Jaden semenjak mereka berempat bertemu di kantin.
"Lo iri sama gue kah, Bang?" Dhary ketawa aja.
"Anak jaman sekarang ye enak betul. Udah lulusannya ga pake UN, ga KTSP, terus sekarang juga projectnya berdua. Gue ngerjainnya pake nangis, lo tanya Raia."
"Gak usah adu nasib, Jade."
Raia menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Jaden, lantas menoleh pada dua adik kelasnya yang...strangely look good together.
Kayak...Raia nggak pernah nyangka aja. Si social butterfly Dhary, sama si pendiem Jihan yang sering menang lomba. Kalo kata Raia, ini project bakal pecah banget!
Dua-duanya rajin! Plus pinter!
"Jadi lo berdua mau apa?" tanya Raia sambil tersenyum.
"Boleh minta proposal project-nya kakak nggak? Buat referensi kami."
Dhary menyikut Jihan. "Lah itu doang mah gue tinggal ngechat BangJad."
"Gak sopan tahu, emang minta proposal kayak minta gorengan?" Jihan melotot pada Dhary.
"Emang ini bocahan gaada adab kecuali kalo di masjid doang," sindir Jaden yang dibalas decihan Dhary.
"Diem dulu lu berdua mulutnya mau gue plester, kah? Lakban item sekalian, ha?" sewot Raia yang sontak membuat kedua laki-laki itu diam.
Jujur Jihan agak sedikit tersentak karena Raia bisa segalak itu dari yang biasanya ia lihat di keseharian. Mengetahui bahwa adik kelasnya sedikit takut, Raia kembali tersenyum pada Jihan.
"Santai aja, Ji. Gue nggak nakutin kok."
Sementara Jaden dan Dhary mencibir mendengar itu, Raia seolah bodo amat mengutak-atik handphone-nya kemudian dan mengirimkan satu file pada Dhary.
"File-nya udah gue kasih Dhary, kalian baca dulu sekilas disini terus kalo mau tanya-tanya silakan."
Tepat setelah itu, layar handphone Dhary menyala menunjukkan notifikasi. Dhary membuka dan mendownloadnya kemudian memberikan handphone-nya pada Jihan.
"Send aja, Ry."
"Lo send sendiri atau baca dulu deh gue mau pesen indomi."
"Lah?!"
"Laper, Ji. Nanti gue balik kok, mereka berdua gak bakalan makan lo."
Jihan dengan ragu-ragu mendekatkan handphone Dhary di hadapannya. Rasanya sedikit aneh dan tidak etis, bahkan Jihan belum pernah membuka dan menggunakan handphone Zua, teman dekatnya.
"Jihan, di dunia ini bahkan intel pun gak minat lihat isi handphone Dhary," sahut Jaden yang tahu raut tidak nyaman Jihan.
"Kenapa, Kak?"
"Galerinya 80% foto kucing sama ss-an gak penting. Sosmed juga sama aja. Terlalu normal."
Senyuman Jaden setidaknya membuat lega Jihan. Ia pun membaca dan menaik-turunkan layar sesuai dengan apa yang ia baca. Hingga sekembalinya Dhary dengan dua cup indomi di tangan pun, laki-laki itu tidak mempermasalahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Final Project
FanfictionLika-liku projek, studi pustaka, dan playlist belajar galau. Si keras kepala dan si paling sensitif sedang berusaha meraih title "Projek Terbaik" sekaligus belajar gimana caranya dua orang asing harus bertukar pikiran.