"Eh? Tanya dong, ada nampak Pak Tomi?"
Kirana bertanya salah satu anak jurusan lain. Soalnya dia sudah keliling kelas, tidak juga menemukan muka si dosen itu. Dosen itu memang susah banget ketemu.
Anak jurusan lain malah menggeleng. Kirana sudah pasrah. Dia menyerah. Tetap juga dia harus cari lagi. Mungkin saja ada di luar kampus atau di mana. Lalu, tanpa sadar, Kirana teringat anak jurusan dari Manajemen. Jesika sempat membicarakan soal mahasiswi yang katanya sempat deketan dengan Selina. Ya, mana tau Kirana bisa bertanya padanya.
Dia pun menuju ke gedung B. Buat bertemu dengan Selina. Selina sedang ngobrol dengan teman-temannya sambil bercanda. Kirana memang jarang, bukan, tidak sama sekali berkunjung ke kelas Manajemen.
Anak Manajemen yang keluar masuk kelas itu menatap Kirana. Kirana tidak tahu muka Selina yang mana. Padahal dia kenal semua anak jurusan, kenapa dia malah tidak mau berurusan dengan anak Manajemen.
"Eh? Sebentar, mau tanya. Yang namanya Selina, mana ya?" Kirana mencegah salah satu anak Manajemen keluar dari kelas.
Lalu anak Manajemen itu pun menoleh dan berteriak. "Selina, ada yang mencarimu!"
Tak lama, seorang cewek dengan rambut sebahu mendongak. Lalu mengangkat tangannya. "Ya! Siapa?"
Kirana menunjukkan arah sumber suara itu. "Tuh, masuk saja," ucap anak Manajemen tersebut.
Kirana pun berterimakasih padanya. "Makasih."
Selina berjalan ke depan menemui Kirana dimana berdiri di sana. "Ada apa mencari saya?" tanyanya menghampiri Kirana.
Kirana tertegun mendengar suara lembut dan sopan banget. "OMG, suaranya ayu banget. Pantesan, banyak yang gosip tentang dia," batin Kirana, sampai terkagum.
"Ah? Begini, aku mau tanya. Kamu sering jumpa sama Pak Tomi, gak?" tanyanya.
"Bukan maksud apa-apa. Aku dengar dari teman, kalau kamu sering ngobrol sama Pak Tomi. Aku tuh ...."
Selina dengan cepat menanggapi pertanyaan Kirana. "Gak sering juga sih. Kadang saja, kalau pas lagi nunggu jemputan. Memang kenapa, ya?"
"Oh? Gak, aku ada perlu sama dia. Soalnya dari tadi aku cari beliau, gak nemu muka di mana pun," ucapnya.
"Hem, kalau soal itu, saya kurang tau juga. Soalnya dia juga bukan dosen kami. Coba, kamu tanya sama anak jurusan Akuntansi, setau saya, mereka sering ketemuan kalau soal tugas," ucap Selina memberitahu.
"Benarkah?"
Kirana mempunyai harapan sekali lagi. Kalau tidak ketemu langsung, Jesika pasti stres banget. "Benar, kamu cari saja Pinkan. Dia sering ketemu dan pinjam buku sama beliau," katanya lagi.
"Oke kalau begitu. Makasih banget, ya. Sorry, kalau aku ganggu acara ngobrolnya," ujar Kirana. Setelah dapat kabar baik. Dia pun segera ke kelas Akuntansi.
"Gak masalah," senyum Selina. Setelah Kirana berlalu pergi dari kelasnya.
Selina sempat mengamati sosok Kirana untuk turun anak tangga. Dia sempat pernah melihat wajah Kirana. Namun, dia lupa di mana dia pernah bertemu. "Siapa, Sel? Cari kamu?" temannya bertanya setelah lama sekali Selina di luar kelas.
"Biasa, anak SI. Tanya keberadaan Pak Tomi," jawabnya.
"Kok tanya ke elu? Memang elu, bininya?" sambung temannya lagi.
"Mungkin karena gosip-gosip itu kali. Jadi dia datang mencariku."
Selina kembali masuk ke kelas, temannya mendengkus kesal. "Dasar mulut ember semua. Memang mereka sirik kali."
Kirana capek menaiki anak tangga. Sebenarnya dia bisa pakai lift. Tapi lift itu hanya khusus dosen doang. Lantai tujuh, kelas Akuntansi. Sungguh, Kirana kehabisan napas. Dia istirahat sebentar bersandar tembok. Padahal sisa dua lantai lagi. Dia mulai merasa perutnya nyeri.
Dilihat jam hape, sudah pukul delapan. Jesika pasti sudah lama menunggu. Dia kembali melanjutkan kaki menelusuri anak tangga di sana. Matanya sedikit buram, entah kenapa perutnya terasa banget sakit ini. Padahal dia rutin makan.
"Kamu tidak apa-apa?"
Kirana mendengar suara seseorang. Dia mengarah suara itu. Seorang berdiri tepat di belakangnya. Kirana mendongak. Wajah yang sangat pesona sekali.
"Akhirnya ketemu juga," gumam Kirana.
Dengan wajah berseri-seri, padahal dia sedang mengalami kesakitan pada perutnya. Namun, hal itu dia mengabaikan. Malahan dia lebih penting bertemu dengan dosen satu ini.
"Maksudnya?"
"Begini, Pak. Gimana jelasin, ya?" Kirana sempat meringis kesakitan. Pak Tomi memperhatikan tingkah Kirana.
"Kamu benar tidak apa-apa? Wajah kamu pucat?" ucapnya merasa khawatir.
"Hah? Masa sih? Gak apa-apa, cuma nyeri. Mungkin salah makan," kata Kirana, masih bisa bercanda.
Dia mencoba bersikap tegap. Disaat genting begini, dia malah seperti cewek lemah sih. "Begini, Pak. Kedatangan saya ke sini, mau menemui Bapak," ucap Kirana dengan suara lantangnya.
"Untuk?"
Pak Tomi menunggu kelanjutan dari mahasiswinya. Bersikap tenang. Kirana menarik napas dalam-dalam. "Kenapa suasana sepi begini sih?" batin Kirana.
Kirana jarang banget naik sampai ke lantai tujuh. Sepi memang, kayak tidak ada penghuni. "Ada beberapa keluhan dari teman-teman atas tugas yang Bapak berikan ke jurusan SI," ucap Kirana.
"Lalu? Permasalahannya apa?"
"Ck! Langsung to the poin. Pantes dijuluki anak SI, dosen killer. Cara bicaranya dingin banget!" batin Kirana menghibah.
"Permasalahannya, mereka kesulitan buat dapat bahan yang Bapak minta," jawab Kirana.
Pak Tomi dengan sikap tenang, menginterogasi Kirana. "Jadi, kamu datang kesini, hanya protes soal itu?"
Kirana terdiam, dia seperti salah ngomong. Niatan dia ke kampus buat pinjam buku. "Aduh, mampus! Salah ngomong. Ih!"
"Bukan begitu. Saya bukan maksud protes. Soalnya teman-teman pada stres, bahan yang Bapak minta gak ada di media mana pun. Jadi, saya ke sini. Mau pinjam buku, buku untuk tugas dari Bapak," ucapnya dengan tegas.
Kirana berdoa semoga dia minta dikabulkan. "Nama kamu siapa?"
Giliran Pak Tomi bertanya namanya. Dia membuka tab benda segi empat di tangannya. Lalu mencari nama absensi di sana. "Kirana, Kirana Melani Lim," jawabnya dengan nama yang lengkap banget.
"Sepertinya saya lupa mengirim tugas buat kamu. Karena kamu sudah di sini. Saya ingin kamu menyelesaikan semua tugas tersebut. Saya sudah mengirim ke email kamu, sebentar lagi masuk ke inbox."
Beberapa detik, nada ringtone dari hape Kirana bersuara. Dia pun segera memeriksa. Dan yang benar saja. Kirana melebar tidak percaya dengan email dari dosen satu ini.
"Eh? Tapi, Pak!"
Dosen itu malah memilih pergi begitu saja. Tidak beri kesempatan buat Kirana protes. Dia mencoba mengejar dosen itu. Tetapi sayangnya pengejaran itu dia urungkan. Dia memilih masuk ke toilet. Dia merasa sakit luar biasa pada perutnya.
Dibalik senyuman dari dosen itu mencerminkan sesuatu penuh tanda tanya. Bahkan dia tidak segan berikan semua tugas dari anak SI.
Kirana membuka celananya, dia melotot apa yang dia lihat. "AH! SIAL!" umpatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
√TERJEBAK KARENA NAFSU (21+)
RomanceLANJUT BACA DI INNOVEL Terkhusus untuk pembaca di usia 21 tahun ke atas. *** Mau berapa kali alasan pun. Pada akhirnya tetap saja tidak akan berjalan mulus. Kirana hanya sebatas sosok tidak tahu, dan memilih dunia yang tidak adil.