Part 31 - Hasil USG

497 59 0
                                    

Entah apa yang Kirana pikirkan, ia benar-benar menuruti tawaran Derran pasal USG. Ia menatap monitor yang sekarang memperlihatkan janin yang ada di rahimnya, ada sengatan aneh ketika melihat Derran menatap penuh binar ke arah monitor.

Dokter juga menjelaskan tentang bayi mereka, Kirana masih diam. Apakah ia masih ingin menggugurkan kandungannya? Dokter berkata jenis kelaminnya belum terlihat jelas, tapi Dokter itu memberi tebakan jika bayinya berjenis kelamin laki-laki.

"Saya pikir, anak kalian akan mirip dengan ayahnya. Tampan," gurau sang Dokter.

Derran tersenyum geli, ada-ada saja candaannya. Tapi tanpa mereka sadari, Kirana menatap tak suka ke arah sang Dokter, ia berpikir bahwa, Dokter tadi kecentilan sekali sampai menggoda Derran. Oh tunggu! Kirana cemburu?

Setelah pemeriksaan, Derran mengambil hasil USG Kirana. Cowok itu memandang penuh sayang ke arah hasil USG, bahkan sepertinya mereka tak menghiraukan Malvin yang tengah menunggu mereka di mobil.

"Kenapa lo lihatin terus?" tanya Kirana penasaran.

Derran tersenyum. "Bayinya udah lumayan jelas, Ran." Itu sebuah jawaban yang mengejutkan menurut Kirana.

"Mau lihat?" tawar Derran.

Kirana menggeleng. "Gak, udah lihat tadi," tolaknya mentah-mentah.

Derran tersenyum masam, sepertinya Kirana belum bisa menerima anaknya dengan baik. "Kiran," panggil Derandra setengah berbisik.

Kirana menatap horor ke arah Derran, "apa?"

Rasanya ragu untuk bertanya, tapi Derran ingin memastikan hal ini lagi. "Lo masih tetap pengen gugurin kandungan?" Kirana yang awalnya fokus menatap Derran kini beralih menatap perutnya yang belum terlalu membuncit. Kirana mengelusnya pelan sambil terkekeh.

"Maaf, tapi dari awal gue emang gak siap buat hamil. Apalagi dia tercipta karena sebuah kecelakaan, rasanya berat buat lupa sikap lo ke gue waktu itu."

Derran sadar, sangat sadar bahwa ia memang laki-laki yang brengsek. Derran tersenyum getir, ia menggenggam tangan Kirana. "Gue sekarang gak punya pilihan, tapi seenggaknya tolong kasih gue kesempatan buat lebih mengenal dia, Ran. G-gue kepengen rasain detak jantungnya!" pinta Derran.

Kirana sedih, tentu saja sedih. Segera ia menarik tangannya yang tadi digenggam. "Hmm," gumam Kirana sebagai jawaban atas permintaan Derran.

"L-lo, mau?"

Kirana mengangguk pelan, seketika itu pula. Kirana membelalakkan matanya, Derran memeluknya. Ingat! Derran memeluknya erat sambil menggumamkan banyak kalimat terima kasih, bahkan tanpa malu melakukan ini di depan khalayak umum.

***

Sebenarnya Derran belum diperbolehkan pulang, tapi anak itu tak tahan di rumah sakit. Jadi, ia memaksa Malvin untuk membujuk Dokter agar ia diperbolehkan pulang. Mereka tengah berhenti tak jauh dari rumah Kirana, oh bukan. Yang benar adalah rumah Adinata, Derran hampir tak percaya melihat besarnya rumah Kirana.

"Harta, tahta, dan kasta gue beda jauh sama dia. Rasanya rendah banget buat ketemu orang tua kandung dia." Derran sadar betul bahwa, mereka sangat jauh.

"Jangan temuin sekarang, gue punya feeling kalo sedang terjadi sesuatu di dalam. Terus keadaan tadi cukup chaos, jadi saran gue temuin kalo keadaan udah benar-benar membaik," saran Malvin. Derran setuju dengan hal itu, ada benarnya juga apa yang dikatakan Malvin.

"Luka lo gimana?" tanya Malvin.

"Apa?"

"Lo balik apartemen, apa balik ke rumah Nyokap lo?"

"Apart, yakali gue bonyok gini pulang ke rumah. Yang ada Bunda curiga."

Malvin menatap Derran serius kali ini. "Tapi lo juga gak bisa nutupin ini lebih lama, kan?"

"Akan ada saatnya gue jujur sama Bunda, tapi gak sekarang. Gue belum nyiapin mental yang benar-benar kuat buat ketemu Bunda."

***

Kirana yang baru saja pulang dikejutkan dengan sosok gadis cantik duduk di ruang tamu dengan sebuah earphone di telinga, ia mendekati gadis itu.

"H-hallo?" sapa Kirana.

Gadis itu yang sadar akan atensi seseorang melepas earphonenya, menatap Kirana walaupun yang ia lihat hanya buram. Yang jelas Laura tahu jika di depannya adalah seorang gadis cantik, dan ia tahu itu siapa.

"Hai," balas Laura.

Yang membuat bingung adalah, ketika Laura sama sekali tak bertanya tentang Kirana. Sedangkan Kirana punya banyak pertanyaan. Hal sebaliknya ditunjukkan oleh Laura, gadis itu menyerahkan sebuah novel.

"Pernah baca?"

Kirana mengagguk. "Pernah, tapi tidak sampai akhir."

"Ingin tahu apa akhirnya?" tanya Laura.

"Iya, kalau boleh."

"Akhirnya tokoh utama hidup bahagia dengan kekasih serta keluarganya, membangun sebuah romansa cinta yang begitu apik. Aku pikir, semua orang ingin semua itu terjadi pada diri mereka, kan? Begitu pula aku," jelas Laura. Yang membingungkan dari perkataan Laura adalah, kenapa rasanya seperti ada nada kekecewaan dan amarah di sana?

" ... Aku juga ingin hidup seperti tokoh utama di novel ini, tapi sayang seribu sayang ... Ternyata keluarga yang aku harapkan tak benar-benar kenyataan, aku marah, aku kecewa. Fakta bahwa aku bukankan anak kandung dari Papa, melainkan kau!" Laura berdiri menunjuk Kirana dengan tongkat.

Kirana terkejut, apa ini? Ia hampir di lempar vas bunga jika Pras dan Kamila tidak datang. "LAURA!" Pras menahan tubuh putrinya, Laura menangis.

"Kenapa? Laura bukan anak kandung Papa! Laura sakit," lirih Laura, sedangkan Kirana sedang didekap oleh Kamila. Ia bisa merasakan kesakitan dalam setiap kata yang Laura ucap, rasanya ia sangat bersalah. Seharusnya ia tak datang dan memilih pergi saja dengan Yurika, tapi ia juga tak bisa. Kali ini ia ingin egois dengan mempertahankan keluarga barunya, menciptakan sebuah keluarga harmonis yang selama ini ia inginkan.

Tiba-tiba, Yurika dan Rendy datang. Mereka hampir menangis saat melihat Laura, mereka meminta maaf dan memohon dengan sangat pada Laura. Laura sudah tahu fakta ini sejak lama, sejak ia mendengar Kamila dan Pras membahas hasil DNA mereka. Tapi ia berusaha diam.

Dengan perasaan aneh, Laura akhirnya merengkuh tubuh Rendy dan Yurika. Ia akan berusaha memaafkan mereka, Kamila dan Pras juga meminta maaf pada Laura, memberi salam perpisahan pada gadis yang selama ini mereka rawat seperti anak kandung sendiri.

"Maafkan kami, Lau." Panggilan kesayangan Kamila dan Pras. Laura menangis, tapi sepertinya memang seperti ini Tuhan menggariskan takdirnya. Sedang Kirana tak bisa berkata-kata, ia terlalu takut pada Laura.

Ia mendekat ke arah Rendy dan Yurika, mengucapkan banyak terima kasih. Tapi Yurika dan Rendy malah mengucapkan banyak kata maaf. Kirana ingin sebuah pelukan dari mereka berdua sebelum mereka benar-benar pergi.

"Ayah, Ibu. Terima kasih."

I'm Sorry | Completed [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang