Ciat ... ciat... balik lagi...
Xixixi..
Masih ada yang baca?
Udah baca bab 9 di KK?
Ada yang bakalan ribut lagi tuh?
Kira-kira siapa yaaa???
--------------------------------------
Waktuku bersamanya memang tidak selalu ada, namun ketika bisa kami akan berusaha untuk berbahagia.
Mengikuti langkah Dante masuk ke dalam sebuah kamar hotel, Dara baru menyadari ada tempat semewah ini di daerah kampungnya, Salatiga. Ia pikir selama ini hotel bintang 5 hanya ada di daerah-daerah atau kota-kota besar saja yang menjadi tujuan untuk para wisawatan datangi. Ternyata pikirannya salah. Ketika langkahnya masuk ke dalam, mulutnya berhasil mengangak lebar melihat isi kamar tersebut. Mungkin terlalu lama tinggal di Jakarta, Dara seolah merendahkan daerah kampung halamannya ini dan menganggap semua yang berada di sini berada jauh dibawah kota-kota besar lainnya, seperti Jakarta ataupun Bali. Namun nyatanya dia salah besar.
"Kenapa?" tanya Dante yang terlihat masih sangat pucat.
Mendadak sadar alasan dirinya bisa sampai ke sini, Dara langsung mendekati Dante, merangkul lengannya seolah Dara bisa menjadi penopang tubuh besar Dante.
"Istirahat, ya."
Sambil melepaskan sepatu yang Dante kenakan, Dara langsung menyelimuti tubuh laki-laki itu sampai sebatas pinggang. Tak lupa Dara juga menghidupkan televisi agar nantinya Dante tidak merasa bosan ketika ia tinggal sendiri di sini.
"Kenapa?"
"Mau ke mana?"
"Mau ke mana?" ulang Dara bingung. "Ya, pulang lah. Kan saya sudah antarkan pak Dante sampai ke hotel. Sudah juga pastikan pak Dante istirahat, lalu apalagi?"
Mendapatkan respon yang tidak sesuai harapannya, Dante terlihat memijat-mijat pelipisnya, memikirkan segala cara agar bisa menahan Dara lebih lama di sini. Namun sepertinya Dara memang tidak akan berada di sisinya malam ini. Buktinya perempuan itu ketika sudah kelewatan seperti saat ini, mengagumi kemewahan kamar hotel, Dara langsung mengingat tujuannya sampai ke sini hanya untuk mengantarkan Dante yang sedang sakit.
"Kenapa, Pak? Sakit juga kepalanya?" Dara mendekat kembali. Dia memilih duduk di pinggir ranjang, samping posisi Danter berbaring persis. Kemudian tangannya menggantikan tangan Dante untuk memijat-mijat secara perlahan. Seolah bisa meredakan sakit yang terlihat Dante rasakan kini.
Padahal Dante tidak merasakan sakit apapun dikepalanya. Dia memang lemas. Lambungnya memang masih sedikit nyeri karena efek kopi belum sepenuhnya hilang. Dan Dante bisa sekali meminta perawatan inap di rumah sakit tadi. Namun ia sama sekali tidak mau. Kado yang Fla berikan kepadanya sangat tidak mungkin dia lewatkan begitu saja. Walau kondisi hubungannya dengan Dara belum ada status yang pasti, akan tetapi Dante wajib pastikan setelah malam ini berlalu, dia bisa memiliki Dara seutuhnya.
"Kenapa sih, Pak? Sakit kepalanya?"
"Aduh ... duh, kepala saya. Rasanya kayak ada gempa diskotik dalam sini."
Berhenti memijat lembut kening Dante, Dara tertegun sejenak. Dia mencerna kalimat yang baru saja Dante katakan. Tetapi sekuat-kuatnya Dara memahami, otaknya benar-benar tidak sampai.
Memangnya dalam diskotik sering ada gempa?
"Dievakuasi dulu, Pak, otak."
Ditanggapi dengan sangat tidak normal. Dara menahan tawanya, kemudian disaat ia melihat reaksi Dante yang masam, seolah tidak suka dengan kalimat tersebut, tawa itu pecah seketika. Dia mengusap-usap kembali kening Dante, sambil bergumam seolah mengetahui bila Dante tidak ingin dia pergi dari sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SPOSAMI! DANTE
RomancePerkara uang 100 Juta, aku pikir kami akan terikat dan menjadi dekat setelahnya. Namun nyatanya tidak. Setelah membaca-baca berbagai macam berita, akhirnya aku sadar, salah satu negara di dunia ini yang mayoritas pendudukanya terlambat menikah adala...