Bab 11.

578 28 0
                                    

"Sudah jangan diambil hati, salah aku juga sih. Terlalu banyak minta kamu buat bantuin. Jadi, gimana?" Jesika bersandar tepi jendela kamar Kirana.

Kirana malas buat ngomong soal tugas itu. Dia terlihat sangat bete banget. Gara-gara salah ngomong ke Dosen. Dia malah dapat tugas jauh lebih berat. Ujungnya, tidak ada satu pun dia dapat buku dari dosen itu.

Jesika merasa diacuhkan. Dia pun menoleh. Menatap temannya dalam keadaan memunggunginya. "Ana!"

"Hari ini aku gak mau bahas soal tugas itu. Aku butuh ketenangan saat ini," ucapnya. Menarik selimut lalu memejamkan matanya.

Jesika pun menuruti, dia pun tidak akan mengganggu Kirana dalam keadaan sangat bete. Setelah dia dapat telpon darinya. Meminta bawa pembalut. Disaat genting begini. Kirana tiba-tiba datang haid. Pantesan saja dia merasa nyeri pada perutnya. Bahkan buat ngobrol baik-baik sama Pak Tomi. Seakan nadanya ngegas.

Sungguh, Kirana sangat malu banget. Dia tidak bisa mengontrol emosi ketika dia mengalami haid. Bukan haid saja dia alami. Dia diare mendadak juga. Gara-gara terlalu banyak makan nanas rujak. Pokoknya semua kacau banget.

Esok harinya, Kirana malas bangun. Dia merasa nyeri di hari pertama haidnya. Namun dia harus bangun, buat ganti pembalut. Saat dia keluar dari kamar, dia tidak menemukan Jesika di sini. Hanya ada secarik kertas pesan atas meja. Dia pun membaca.

Aku pulang dulu, aku ada beli minuman pereda nyeri. Kalau masih sakit. Di minum ya. Sorry soal masalah kemarin.
Oh ya, hari ini, pulang kampung ya?
Hati-hati ya. Gak bisa antar. ^^

Setelah selesai baca, Kirana mengambil botol obat. Dia tidak biasa meminum obat seperti itu. Apalagi dalam keadaan haid pertama. Kirana sangat menjaga diri, obat apa pun dia tidak akan menyentuh hingga haidnya berakhir.

Usai mandi, Kirana membuka kulkas. Di hari pertama haid. Moodnya kurang bagus. Belum lagi, siang pulang kampung. Diambil salah satu makanan ringan di kulkas. Lalu dia sambil melihat jadwal kereta api. Jadwal kereta api ke arah kampungnya. Mungkin dia akan memesan tiket kereta api pukul dua siang. Supaya sampai di rumah orang tuanya tidak kemalaman.

Tak lama dapat panggilan telepon dari orang tuanya. Kirana langsung mengangkat. Palingan ditanya kapan tiba di rumah. Tidak heran, dengan sifat orang tuanya.

"Ya!"

"Sudah bangun?"

"Hm,"

"Jam berapa nanti kamu pulang?"

"Aku pesan tiket jam dua siang, kemungkinan sampai di rumah jam empat atau lima sore,"

"Oh? Baguslah. Biar nanti sampai, Mama suruh Ocha jemput,"

"Oke,"

Sebelum Kirana mengakhiri percakapan di telepon. Suara mamanya masih berbicara. "Oh ya, Kirana, jangan beli makanan apa pun, ya. Mama sudah masak. Jadi berhematlah,"

"Iya,"

Tanpa berbasa-basi lagi, Kirana mendahului percakapan. Dia letakkan hape ke meja. Dia akan memasak mi instan. Hanya itu yang bisa dia lakukan. Sarapan cukup mi instan. Karena masih banyak stok di lemari.

Buat Kirana masak mi instan paling cepat. Meskipun tanpa bahan lauk di atas mi. Palingan hanya diisi, telur setengah matang, daun selada, sama cabai rawit potong kecil. Sudah cukup baginya. Yang pasti dia menyiapkan minuman sesuai seleranya. Teh manis hangat. Secangkir buat dirinya sendiri.

Waktunya dia makan. Sambil melihat media sosial di hapenya. Hapenya tidak ada spesial baginya. Semua hanya iklan, postingan makanan, terus status kenangan. Kemudian dia alihkan ke media lain. Youtube. Youtube, mencari tugas dia cari.

Kirana sebenarnya malas mengerjakan tugas diberikan oleh dosen kemarin malam. Inilah alasan dia paling malas atau bersungguh-sungguh kuliah. Tak berapa lama, muncul notifikasi dari atas beranda hapenya. Ada pesan masuk. Tapi tidak diketahui siapa. Dia membuka dan membaca isi pesan itu.

+62 821634xxxxx
Ana....

Kirana berkerut membaca isi pesan yang hanya tiga huruf panggilan namanya. Panggilan nama Kirana yang paling sering di sebut oleh teman-temannya, Rana dan Ana. Hanya orang tertentu memanggilnya.

Jesika suka memanggil namanya Ana. Sedangkan teman job memanggilnya Rana. Ada juga yang memanggilnya Kira. Tetapi itu jarang banget. Dia pun mencoba melihat foto profil itu. Tetapi sayang banget, tidak ada foto apa pun di atas nomornya. Masuk lagi nomor itu ke notifikasinya.

+62 821634xxxxx
Ana, sedang apa? Kangen.

Kirana masih mengabaikan pesan yang super singkat banget. Kirana tidak pernah akan langsung membalas pesan ke hapenya. Tetapi dia penasaran. Siapa gerangan manusia iseng ini mendadak akrab sekali. Seakan pesan itu sudah dia kenal banget.

Antara ragu dia membalas, dia memilih buat makan mi instan sudah mengembang. Namun, beberapa saat, nomor itu tiba-tiba menelepon. Awalnya Kirana membiarkan panggilan itu bersuara panjang seluruh ruangan rumahnya.

Menjelang siang, pukul setengah dua, Kirana bersiap buat ke stasiun kereta api. Dia hanya membawa tas ransel. Bawaannya tidak banyak. Karena dia pulang juga tidak lama di sana. Nginap satu hari, esoknya sudah kembali lagi ke sini.

Ketika dia periksa lagi tidak ada barang tertinggal. Dia pun mengunci pintu. Lalu beranjak dari tempat itu. Saat dia keluar dari lorong gang sempit biasa dia lewati. Biasa juga geng berandalan suka nangkring di sini. Tetiba muncul sebuah mobil avanza. Membuat Kirana terkejut.

Untung saja tidak tabrakan bentrok. Dia melanjutkan lagi perjalanan. Namun sebelum dia mencari angkutan roda tiga. Dia sempat mampir ke rumah adik mamanya. Untuk titip kunci rumah kepada mereka. Kirana tidak akan lama berada di rumah itu. Karena waktu sudah mepet banget. Jam keberangkatan kereta api dia pesan pukul dua. Maka dia segera berlalu mencari kendaraan itu. Betor / becak motor.

Beberapa menit, Kirana sampai ke stasiun kereta api. Dengan sistem online. Dia pun mengeluarkan hape ke counter pembeli tiket tunjukkan kepada mereka. Lalu tiket itu pun diserahkan kepadanya. Setelah itu, dia menuju ke check out. Kereta api pun tiba. Dia langsung menuju ke gerbong tiga. Dia melihat nomor tempat duduknya.

Pada akhirnya dia bisa tenang. Bagian perutnya masih terasa nyeri. Dia pengin duduk dan santai. Rasanya tidak akan beranjak dari sana. Beberapa menit kemudian, kereta api pun jalan sesuai dengan jadwal tersebut. Perjalanan menuju ke kampung halaman. Bagi Kirana tidak ada spesial. Dia memandang luar jendela di mana dia duduk.

Kemudian dia merasakan seseorang menempati duduk yang kosong ada di sebelahnya. Dengan rasa ingin tau pun dia menoleh. Orang itu menyapanya dengan senyuman ramah. Kirana malah diam memasang mata sedikit kurang bersahabat. Dia kembali lagi ke pandangan luar sana.

"Kenapa kamu tidak balas pesan dari saya?" suara itu berbicara. Seakan mengajak Kirana ngobrol.

Kirana yang lagi malas berkomunikasi. Dia sedang tidak ada mood saat ini. Pengaruh dunia merahnya. Merasa diacuhkan. Pria itu ternyata juga naik kereta api yang sama. Entah karena dia sengaja ikuti Kirana atau ada tujuan tertentu.

"Hei!"

Kirana pun merespon, "Bisakah beri aku untuk tidur? Hari ini aku lagi malas debat denganmu."

"Saya cuma bertanya," balasnya. Seakan mendesak banget. Kirana masih punya kesabaran. Dia mengacuhkan ocehannya.

***

Makasih buat kelen uda kasih tau, kesalahan typo tulisan saya. Saya tulis dulu. Nanti cerita ini selesai saya revisi. Gak mengasyikan kalau cerita masih berlanjut terus koreksi kesalahan. Gak pas deh.

√TERJEBAK KARENA NAFSU (21+) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang