Hari ini, hari kedua Dyana tinggal di tanah air. Setelah sekian lama menetap dan berpindah dari satu negara ke negara lainnya. Akhirnya ia diizinkan pulang dan menghirup udara negara kelahirannya lagi.
Dyana Anert, wanita cantik yang sudah menginjak usia 23 tahun. Tahun kemarin ia lulus dengan nilai terbaiknya di salah satu universitas yang ada di Francis.
Bukan tanpa tujuan Dyana pulang, melainkan ada sesuatu yang ia inginkan sedari dulu; bertemu sang Ayah, Vassen Anert.
Satu minggu lalu, Vassen menghubungi Bibinya Aisye untuk membawa Dyana kembali sebab Dyana sudah menyelesaikan pendidikannya. Dia teringat janjinya juga yang akan memperbolehkan Dyana pulang ke negara ini saat anak gadisnya itu sudah lulus jenjang perguruan tinggi.
Pastilah, Dyana mendapatkan dirinya terkejut dan amat senang mengetahui hal itu. Sudah sejak lama ia tidak bertemu dengan Ayahnya, mungkin sudah sekitar 10 tahun lamanya.
Alasan yang tabu dan klasik mengenai Ayahnya yang tidak bisa sering bertemu dengannya; sibuk, bekerja, dan fokus untuk menyekolahkannya pun biasa maklumi sebisa mungkin dulu.
Entah Dyana dulu terlalu polos hingga percaya saja akan alasan tersebut. Tapi, kini pemikiran Dyana akan Ayahnya sedikit berubah, ia ingin tahu pasti siapa Ayahnya sebenarnya. Lantas benarkah pemikirannya selama ini itu benar bahwa Ayahnya diam-diam telah mempunyai keluarga baru? Diingat Ibunya meninggalkan mereka sudah cukup lama; meninggalkan mereka untuk selamanya.
Persetan dengan pertanyaan yang lebih dari sejuta kali ia pikirkan, yang penting ia akan segera bertemu dengan Ayahnya lalu mendapat jawaban pastinya, Dyana juga sudah menyiapkan hatinya untuk itu. Dengan segala konsekuensi dan sebab-akibat yang akan dia terima nantinya, dia sudah amat sangat siap.
Hari ini cuaca cerah, mendukung dirinya untuk berjalan-jalan ditengah kota. Memutari jalanan trotoar dan mencari toko yang menarik pandangannya.
Dyana tidak bersama Bibinya, Bibinya berada di rumah peninggalan kedua orang tua beliau yang sudah lama. Tidak cukup tua, sebab rumah itu juga cukup luas dan terawat. Karena Vassen menyuruh anak buahnya untuk mengurus rumah tersebut sampai kembalinya Bibi Aisye dan Dyana.
Dyana hanya berjalan-jalan sendirian, awalnya ia tidak diberi izin namun ia memaksa dan pada akhirnya di sinilah ia saat ini.
Beberapa meter dari ia berjalan, ia melihat ada toko perhiasan yang membuat mata coklatnya semakin berbinar.
Ia teralihkan dengan sebuah kalung yang terpajang di balik dinding kaca dengan deretan perhiasan lainnya. Cantik, kalung itu sangat cantik dengan liontin yang berbentuk love berwarna merah menyala dan sedikit dihiasi oleh berlian-berlian kecil di pinggirannya.
Dyana memang penggila perhiasan, make up, serta dress. Ia akan menghabiskan banyak uang untuk membeli semua yang ia inginkan, termasuk ketiga benda tersebut. Dyana Anert, hidupnya memang dipenuhi harta dari Ayahnya; tidak kurang bahkan selalu lebih.
Meski sedari kecil ia hanya dimanja oleh Bibi, ia juga dimanjakan oleh uang, uang dan uang. Ya begitulah ia.
Ia berjalan cepat lalu memilih memasuki toko yang membuatkan sedikit kalap.
Saat membuka pintu toko tersebut, ia sudah mendapati pelayan yang cantik dan lumayan tinggi, hampir sejajar dengan dirinya, namun sedikit lebih tinggi Dyana- mungkin Dyana memakai heels yang begitu tinggi(?).
Ia disambut dengan senyuman wanita yang sepertinya agak lebih tua dari dirinya.
"Selamat siang, Nyonya! ada yang bisa saya bantu?"
Dyana membalas senyum dengan elegan.
"Aku mau kalung yang dipajang di sebelah sana," jawab Dyana seraya menunjuk ke arah perhiasan yang ia maksud.
KAMU SEDANG MEMBACA
Almost - Because almost, will never be perfect.
FanfictionKembalinya Dyana Anert (23) dari Prancis ke Indonesia hanyalah untuk mencari tahu siapa Ayahnya sebenarnya; bertemu dengannya dan mempertanyakan kehadiran Dyana sendiri. Namun, jalan yang dilaluinya cukup sulit ketika ia harus menghadapi seseorang...