6. Sihir Yang Sempurna

495 70 6
                                    


— Black Magic Chapter 6

Suara dari burung hantu menjadi satu-satunya teman bagi kedua putri yang tengah berada di sebuah kamar asrama bernomor 91. Putri yang satu tengah berdiri menghadap jendela kamar dengan gelas berisikan anggur merah yang isinya tinggal setengah.

Sementara putri yang lain tengah duduk bersandar dengan selimut yang hanya menutupi bagian kakinya. Putri Joohyun bergerak gelisah dari balik selimutnya, dia menatap cemas ke arah Seulgi yang sedari tadi tidak mengajaknya berbicara.

Seulgi tentu marah. Perbuatan Joohyun jelas tidak terpuji, dan Joohyun pantas mendapatkan hukuman. Lamunan Joohyun terhenti ketika Seulgi membalikkan badannya, meletakkan gelas yang kosong itu ke meja, lalu menatap tajam ke arahnya.

Joohyun menunduk, tidak berani menatap balik ke arah Seulgi.

"Aku berpura-pura selama ini." Seulgi akhirnya berbicara. Joohyun kemudian menoleh, balik menatap Seulgi.

"Aku percaya sihir. Kakekku keturunan penyihir penjaga kawah Gunung. Tapi, setelah menjadi ratu, ibuku tidak lagi menggunakan sihir," jelas Seulgi. Putri itu berjalan mendekat ke arah Joohyun, dan duduk di tepi kasur.

"Lalu ... apa hubungannya dengan semua ini?"

"Chaeyoung itu temanku, dia kuperintahkan untuk mengawasi gerak-gerikmu, dan juga teman-temanmu. Aku tahu, kalian membaca mantra hitam itu untuk memikat orang yang kalian suka. Tetapi, mantra itu tidak akan berguna jika orang yang kamu sukai, juga turut menyukaimu."

"A—apa maksudmu? Kamu juga menyukaiku?"

"Bodoh sekali, apa selama ini kamu tidak menyadarinya, huh?"

Joohyun menggeleng cepat.

"Astaga, untuk apa aku selalu menolongmu ketika murid lain menindasmu, untuk apa aku membelamu ketika Sooyoung menjahilimu, dan untuk apa aku meminta Chaeyoung mengawasimu? Semua itu aku lakukan karena aku menyukaimu, aku mencintaimu, Putri Joohyun!"

Seulgi terlihat kesal, namun hal itu justru membuat Joohyun tertawa senang.

"Bagaimana aku bisa tahu? Kamu bilang kamu menolongku hanya agar tidak ada kekerasan dan penindasan di akademi, lagi pula aku masih ingat ucapan menyakitkan darimu sewaktu di ruang makan. Dan, ayolah? Kamu aneh sekali. Untuk apa berpura-pura terpengaruh sihir? Konyol sekali."

Seulgi menunduk, pipinya bersemu, berwarna pink kemerahan hampir mirip seperti ceri.

"A—aku ... hanya ... malu."

Joohyun yang melihatnya, segera menangkup pipi putri manis itu. Keduanya saling bertatap, surai mereka bergerak mengikuti angin malam yang masuk melalui jendela kamar yang terbuka lebar.

Manik mereka saling mengisi satu sama lain. Semakin dekat jarak di antara keduanya, hingga napas hangat terasa menyisiri permukaan kulit wajah mereka.

"Putri Seulgi, maafkan aku karena telah ceroboh menggunakan sihir. Aku hanya, tidak tahu cara mengungkapkan perasaan. Aku juga egois karena menuntut agar cintaku terbalaskan. Belum lagi, aku ingin balas dendam karena ucapanmu waktu itu cukup membuatku tersinggung." Suara Joohyun begitu lirih, hampir terdengar seperti bisikan.

Seulgi turut meraih pipi Joohyun yang lebih berisi, membuat keduanya kini saling menopang pipi masing-masing, dengan masih saling bertatapan satu sama lain.

"Bodoh! Aku kan sudah bilang, tidak usah menggunakan sihir apapun untuk memikatku, karena kamu sudah berhasil—"

"Mendapatkan hatimu," sambung Joohyun.

Seulgi tersenyum, sembari mengusap pipi Joohyun dan memandangi wajah cantik putri itu.

"Dari mana kamu tahu?" Pertanyaan Seulgi merujuk pada kata terakhirnya yang disambung oleh Joohyun.

"Kupikir, mantra sihir hitam itu yang telah menyatukan kita."

Joohyun menarik wajah Seulgi agar bibir keduanya saling bertemu. Kedua putri itu kini saling merasakan permukaan kenyal nan basah dari milik masing-masing. Napas Seulgi yang masih menyisakan aroma dari cairan anggur merah yang diteguknya juga bisa dirasakan oleh Joohyun.

Keduanya terus melumat, menyesap, dan menggigit permukaan kenyal milik masing-masing hingga melupakan apa yang terjadi pada mereka beberapa waktu yang lalu.

Malam ini, suasana kamar bernomor 91 itu tidak sesunyi biasanya. Suara pertemuan antara kulit, desah, dan juga derit dari kasur kayu menjadi teman bagi sang burung hantu untuk melewati malam panjang di bulan purnama ini.

Dari peristiwa ini, Joohyun dan Seulgi menyadari satu hal yang benar-benar bisa diyakini dari mantra sihir hitam. Kalian ingat halaman terakhir?

"Cinta adalah sihir paling sempurna."

.
.
.
.

— Black Magic Selesai —

BLACK MAGIC - SEULRENE SHORT FIC [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang