Mimpi buruk

51 7 0
                                    

Mata Ara berkeliling mengamati sekitar ruangan. Bau debu di ruangan ini menusuk indera penciuman Ara.

"Abang kenapa ajak Ara kesini? Abang mau ngomong apa? Tadi, katanya mau ngomong sesuatu yang penting." tanya Ara yang mulai tak nyaman sama tempat yang mereka datangi.

Gudang tua; yang cat nya pudar sana-sini, banyak sarang laba-laba, nyamuk, debu dan barang-barang yang sudah usang. Menjadi tempat pertemuan Ara dan Nanta. Katanya ada yang mau di omongin. Penting. Dan nggak boleh ada orang yang tahu selain Ara.

"Gue cuma mau nanya." ucap Nanta dengan ekspresi datar. Tiba-tiba, tangan nya agresif mencengkeram kedua pipi Ara.

"Emm.. anu. Sebelum nanya. bisa nggak abang lepas tangan abang di pipi Ara?" pinta Ara dengan raut wajah memelas.

"Kalau gue nggak mau gimana?" Nanta semakin menekan kuat pipi Ara.

"Aghh, sakit."

Ara mencoba melepaskan tangan Nanta sekuat yang ia bisa. Namun percuma, hasilnya nihil. Mungkin karena ia wanita, tenaga nya jadi tak sebanding dengan tenaga Nanta, yang seorang pria.

"Lo tau kan secinta apa gue sama Sinta? Sebucin apa gue sama gadis yang gue cintai itu?" tanya Nanta dengan tatapan tajam.

Melihat Nanta yang bucin di depan mata. Bagaimana ia bisa tak tahu?

Ara mengangguk sebagai jawaban.

"Gara-gara lo. Dia mutusin gue secara sepihak. Gue berusaha ngajak balikan. Tapi dia nolak gue. Dia nolak gue dengan alasan dia udah punya pacar baru. Lo tau siapa pacar baru Sinta yang sekarang?" tanya Nanta menatap wajah Ara dengan sendu.

Ara menggeleng, tidak tahu.

"Naldi. Naldi Arga Pratama pacar baru nya Sinta." Menyebut nama Naldi, emosi kembali menguasai nanta.

Kening Ara berkerut. Ia tak percaya dengan ucapan Nanta. Nggak mungkin sahabatnya itu pacaran dengan Sinta?!.

"Naldi sahabat lo kan? Apa karena lo nggak bisa ngedapatin hati gue. Lo jadi kerjasama sama sahabat lo untuk ngancurin hubungan gue dengan Sinta, iya?" tanya Nanta dengan nada menuduh.

"Segitu obsesinya lo ingin memiliki gue? Lo pikir gue bakalan suka sama lo kalau gue jomblo. Iya?"

Ara menggeleng. "Ara nggak terobsesi sama abang." jawab Ara jujur. Sebenarnya, sakit hatinya di tuduh ngancurin hubungan mereka. Terutama, sahabatnya juga ikut di tuduh. Bagaimana mungkin Naldi pacaran sama Sinta. Jika hanya ia satu-satunya gadis yang dekat dengan Naldi.

Dan.. bila memang masih suka. Kenapa bisa Sinta begitu cepat memilih cowok lain? Bukankah Nanta pacar idaman?

"Kalau nggak obsesi terus apa namanya?" tanya Nanta tepat di muka Ara. "Sekarang lo pasti senangkan gue putus sama Sinta? Kesempatan yang bagus kan, lo dekatin gue?"

"Tapi gimana ya? Gue nya nggak senang tuh."

"Karena lo udah ngancurin hubungan gue." Nanta mengeluarkan senyum evilnya. Ia mengeluarkan pisau yang sedari tadi ia pegang di tangan kirinya. "Gue juga akan ngancurin hidup lo."

Kini, pisau yang di tangan kiri Nanta, sudah berada di pipi Ara. Pisau itu membelai wajah Ara dengan manja. "Pilih mana. Pisau ini nyayat leher lo dulu? Atau pisau ini silahturahmi ke urat nadi lo dulu?"

Tubuh Ara bergetar takut, saat Nanta memainkan sebilah pisau di wajahnya.

Ara menatap ke atas. Mungkinkah penunggu disini menjadi saksi bisu atas kematian dirinya? Bagaimana jika mereka malah senang atas kematian dirinya dan menyambut dirinya sebagai member baru di gudang yang terbengkalai ini?

My Ultimate HappinesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang