Aku semakin muak dengan Rakha, apa sih maunya? Setelah dia puas menyiksa batinku, sekarang dia juga sengaja mau membunuhku dengan mengerem mendadak.
Aku sudah tak tahan lagi. Kuputuskan untuk turun dari mobil Rakha yang memang sedang berhenti.
"Heh! Mau kemana kamu!"
Aku tak mau mendengarkan apapun lagi dari Rakha. Bodo amat!
"Niaaaa!"
Rakha masih memanggil dari mobil. Biarlah kuterjang rintik hujan ini yang penting aku bisa menjauh dari manusia toxic dan egois seperti Rakha.
Aku masih berjalan cepat di trotoar. Tiba-tiba lenganku ditarik lagi oleh seseorang dengan kasar.
"Aw! Sakit!"
Rakha menarikku lagi, lebih keras dari sebelumnya. Tapi kali ini aku coba bertahan sekuat tenaga.
"CUKUP! LEPAS!"
Entah mendapat kekuatan dari mana, akhirnya aku berhasil melepaskan diri dari cengkraman Rakha bahkan mendorongnya. Mungkin rasa sakit, benci, lelah dan kecewa ini telah bersatu menjadi satu bom waktu yang siap meledak.
Rakha semakin terlihat murka. Aku pun tak peduli dan menatapnya balik dengan tajam. Kami berdiri berhadapan tanpa kata di bawah guyuran hujan.
Sampai suara dering ponsel kembali berbunyi dari balik saku celana Rakha. Tapi Rakha tetap bergeming, tak berniat untuk menerima panggilan telepon.
Rakha terlihat menghela napas dan mengusap wajahnya yang basah. Dering telepon masih berbunyi, sepertinya enggan untuk berhenti sampai pemiliknya menerima panggilan.
"Ini pasti Mama yang telepon mau nanyain kamu. Ayo pulang." Suara Rakha mulai melembut.
Aku menggeleng. Aku tak bisa pulang ke rumah Mama Lily atau apartemen Rakha, aku benar-benar butuh waktu untuk sendiri.
Rakha berdecak kesal sambil mengacak rambutnya yang basah, terlihat frustasi.
"Nia, please ... Make it simple. Kita pulang dan selesaikan semuanya dengan kepala dingin, oke?"
Aku masih menggeleng. Apa dia tuli? Aku sudah bilang mau pulang ke rumah Ibu, kan?
"Aku nggak bisa pulang ke rumah Mama atau apart. Aku mau pulang ke rumah Ibu. Semoga kamu ngerti."
"Astagaaaa!" Rakha semakin frustasi.
"Hari ini aku cuma mau pulang ke rumah Ibu. Besok ... baru kita bisa bicara di apart."
Rakha masih diam hanya beberapa kali menghela napas, berat.
"Sampaikan aja ke Mama kalau aku mau pulang dulu ke rumah Ibu, mau beres-beres sebelum Rasya pulang besok. Mama pasti ngerti. Dan aku harap kamu juga ngerti."
Perlahan aku berbalik, berniat melanjutkan jalan kaki sampai ke persimpangan jalan, berharap ada kendaraan umum yang bisa mengangkutku. Namun, Rakha menahanku lagi.
"Oke, aku anter."
Aku menoleh dan mengernyit. "Nggak usah!"
Aku kembali menghempaskan tangan Rakha. Kali ini aku benar-benar butuh waktu sendiri untuk mencerna semua yang terjadi.
"Nia, aku anter kamu pulang ke rumah Ibu. Tunggu di sini, aku ambil mobil."
Rakha kembali ke mobilnya dengan tergesa. Dasar keras kepala!
Aku kembali berjalan dengan tubuh yang sudah kuyup. Terdengar mobil Rakha mulai mendekat dan parkir di tepi trotoar depan. Rakha keluar dari mobil sambil membawa payung dan jaket.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAINBOW CAKE ✔️
RomanceRakha dan Raynia sepakat untuk menikah demi kepentingannya masing-masing. Namun, pernikahan pura-pura yang mereka jalani nyatanya tak semudah yang mereka tulis dalam perjanjian.