Obat dan luka || •Satu•

1 0 0
                                    

Darcy keluar dari kosannya dengan rasa kantuk, tidurnya tidak cukup. Pasalnya semalem restoran tempat ia bekerja paruh waktu cukup ramai sehingga jam pulangnya telat.  Ia juga tidak boleh melupakan kewajibannya sebagai seorang pelajar. Sangat sedikit waktu untuk beristirahat, namun apa daya itu bukan kemauannya, tapi keharusan.

"ayok Darcy semangat!"  Darcy selalu memberikan semangat untuk dirinya sendiri, dan tidak lupa memasang senyuman untuk pagi hari, walau tak lama lagi senyuman itu akan hilang.

sebuah sepeda motor berhenti tepat di depannya, Darcy sudah tau itu siapa, itu adalah Brian kekasihnya.

"Naik." Tanpa basa basi Brian langsung menyuruhnya untuk naik, tak banyak tanya juga Darcy mengangguk dan naik.

Perjalanan dari kosan ke sekolahnya sekitar 20menit, cukup lama. Sepanjang jalan tidak ada yang mereka bicarakan, mereka berdua membisu Engan untuk membuka topik pembicaraan terlebih dahulu. Darcy yang fokus menikmati udara pagi, dan Brian yang fokus mengendarai sepeda motornya.

Setelah sampai di parkiran Darcy turun dari motor Brian.

"Makasih Bi."

Darcy langsung pergi tanpa menunggu balasan atau menunggu Brian. Namun telat Brian, mencekal lengan Darcy, dan ia sudah tau apa yang akan terjadi saat ini.

"Gak bisa, dari tadi loh diem belom ngejelasin, kenapa semalem handphone lu mati, dan Lo pulang jam berapa semalem?" Tatapan Brian begitu mengintimidasinya.

Bosan hanya itu, setiap hari ia harus meributkan hal-hal yang sama seperti sekarang dan Darcy akan menjelaskan lagi.

"batrei hp aku habis, semalem restoran lagi rame aku pulang jam 10, dan aku cape gak sempet ngabarin kamu." Darcy menjelaskan sejujurnya, memang dia lelah,pagi sekolah sore sampai malam bekerja, tak mungkin sempat memberi kabar pada Brian sampai di kosan saja ia langsung tertidur.

"Alasan terus. Gua juga gak peduli lu mau cape atau apa, intinya Lo harus kabarin semuanya ke gua Darcy!" Ucapan Brian begitu dengan penekanan.

Gila Brian memang gila, namun berbeda dengan Darcy dia sudah terbiasa dengan ucapan Brian yang begitu tajam, dan terkesan menyakitkan. Ia hanya menghela nafas lelah.

" Bi, ini masih pagi gua males debat hal-hal yang sama terus." balasnya sambil menghentakkan cekalan lengan Brian.

Mereka bertatapan cukup lama, bukan tatapan cinta seperti kebanyakan kekasih ini lebih seperti tatapan permusuhan. Benci, Darcy benci Brian ia berharap bisa bebas dan jauh dari lelaki itu.Namun tiba bisa, beberapa hal mengharuskan mereka tetap bersama.

****
Darcy duduk di sebelah teman sebangkunya, ia menghela nafas panjang, badannya terasa pegal-pegal. Bekerja di restoran bukan lah hal yang mudah, ia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk memberikan pelayanan yang baik  pada setiap pelanggan. Pelayanan jasa yang di berikan cukup membuang tenaga Darcy. Kadang ia miris pada nasibnya, di umur 17tahun ia harus bekerja sekeras ini. Di saat anak-anak lain kehidupannya di tanggung oleh keluarga, namun ia harus menanggung hidupnya sendiri. Kadang rasa iri itu hadir, tidak bisa di pungkiri ia ingin seperti anak yang lain. Hanya memikirkan sekolah, tidak perlu memikirkan besok harus makan apa.

Darcy menggelengkan kepalanya, sepertinya ia harus menghentikan pikirannya sebelum semakin menggores hatinya.

"Cas, ini buku Lo. Makasih yah udah mau kasih liat materi yang ketinggalan." Darcy menyodorkan bukunya pada Caslin, tak lupa juga memberikan seulas senyum pada temannya itu.

"Santai aja kali. Udah seharusnya sebagai teman saling bantu. Tapi nanti, telaktir somaynya mba ayu bisa kali," pinta Caslin sambil menaik turunkan kedua alisnya, seolah menyuruh Darcy agar mengerti maksudnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 16, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Luka & obatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang