25 | huru-hara

1.8K 83 32
                                    

___________________

Berhubung belakangan ini Monita sudah banyak menebarkan pujian, sekarang izinkan dia untuk curhat tipis-tipis perihal sisi kampret berteman dengan empat begundal sontoloyo, yang tanpa ia spill satu per satu namanya pun, sudah kalian kenal betul.

Seperti yang pernah Monita cepukan, bagian paling gereget dari pertemanan mereka adalah ketika dia tengah menjadi anak 'baik' yang bertekad menjauhi segala bentuk kenakalan, bertobat, dan memantapkan hati untuk menuju jalan hidup yang benar, para cecunguk oplosan crocodile itu malah berubah jadi anak-anak iblis, yang tak henti menebarkan hasutan sesat lewat mulut manis tapi penuh racun mematikan.

Nggak perlu ambil contoh terlalu jauh, sebab ini barusan terjadi.

Karena acara pentas seni dijadwalkan berlangsung minggu depan, pihak sekolah mengatur agar pelajaran selama minggu lebih dipadatkan, demi menghindari kemungkinan ketinggalan materi. Yang biasanya pulang jam tiga sore jadinya jam enam, dan khusus kelas persiapan ujian alias kelas dua belas, ada lagi les tambahan selama dua jam jadi mereka baru bisa pulang pukul delapan malam.

Aslinya, Monita nggak keberatan dan mau-mau saja menaruh badan lebih lama, sok mendengar coletehan guru (yang hanya akan masuk lewat kuping kanan lantas tembus keluar kuping kiri, nggak ada sejumput pun yang singgah ke otak) berbekal keyakinan bahwa penyiksaan ini cuma berlangsung singkat, minggu depan mereka bisa bebas merdeka berleha-leha.

Namun oh namun, pemikiran yang super positif itu jelas bertentangan dengan otak sesat para sontoloyo—yang sedari tadi persis cacing kepanasan terus mengajak dia bolos.

"Ini namanya bukan bolos, Mon, tapi memilih kaga ikut pelajaran disebabkan satu dan lain hal."

"Semisal ketahuan si Jasmine, bilang aja kita baru abis persiapan pensi. Beres, 'kan?"

"Ingat, Mon, kita tuh sepaket. Susah sama-sama, senang sama-sama, bertobat pun kudu sama-sama. Masalahnya, sekarang gue dan yang lain belum pingin tobat."

"Nongkinya di kantin wae, bukan di warung depan. Kalo terciduk, ya cukup salahin lambung."

"Jam segini paling mantep makan mie ayam punya Mang Odi, ye 'kan?"

"Skuylah, Mon, cacing-cacing dalam perut lo udah pada demo tuh, daritadi gue denger kek ada bunyi genderang perang."

"Rencana bertobat lo di-pause dulu. Ntar pas les baru dah mulai lagi. Cakep 'kan ide gue?"

"Nih, gue udah minta ijin langsung sama Om Papi. Belio bilang boleh-boleh wae sing penting bolosnya ojo ke luar negri."

Jika sudah begini, Monita bisa apa?

Sangat berat untuk mengakui, tapi berhubung pikiran dia nggak dikendalikan oleh malaikat sayap kanan, maka godaan empat teman laknatnya pun seratus persen berhasil.

Kini, bukannya berada dalam kelas dan khusyuk mencatat materi atau mengerjakan latihan soal berbekal hasil contekan dari Sinta, mereka berlima asik ketawa-ketiwi heboh, mengabaikan tatap heran dari penghuni kantin yang lain, termasuk kelompok berandalan yang juga nongki di meja paling pojok.

"Gais, sekarang tebak ini!" Aiden memukul meja meminta atensi.

Iya, mereka lagi main tebak-tebakan receh yang sebenarnya garing banget, tapi entah kenapa di situasi sekarang malah terus mengundang tawa.

"Orang, orang apa yang kalau ditembak kaga mati?" Pertanyaan cowok itu layangkan.

"Orang kebal," jawab Biru.

"Salah."

"Orang turunan Limbad."

"Salah."

"Orang pake anti peluru."

Defenders ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang