Pagi sudah kembali menjelang yang itu artinya rutinitas akan berjalan sesuai dengan hari sebelumnya. Barra keluar kamar begitu sudah rapih dengan kemeja hitam yang lengannya ia gulung sampai siku dan celana panjang berwarna abu-abu tua. Kemudian pria itu langsung menyiapkan sepatu dan juga kaos kaki. Biasanya ia akan menikmati kopi dan sarapan paginya terlebih dulu. Namun, hari ini ia sedang malas untuk sarapan membuatnya ingin langsung berangkat ke rumah sakit.
Barra sudah meninggalkan unit lalu menuju lift. Ia menekan tombol yang berada di sisi sangkar besi tersebut. Sambil menunggu lift datang, ia memasukkan sebelah tangan ke saku celana. Beberapa detik berselang, indera penciumannya menangkap sebuah wangi parfum yang cukup dikenalnya. Refleks Barra menoleh, mendapati Manda yang berdiri di sampingnya dengan berjarak satu langkah. Gadis itu pun sudah bersetelan rapih siap ke kantor.
"Pagi." Sapa Manda.
"Ya, pagi."
Hal seperti ini tidak selalu terjadi pada mereka. Sebab biasanya Barra selalu berangkat sesudah Manda. Jam kerjanya memang bukan seperti para pekerja kantoran. Namun, hari ini ada sesuatu yang harus ia kerjakan di rumah sakit yang membuatnya harus berangkat lebih pagi. Keduanya berdiri bersisian menunggu lift yang belum juga datang. Tak ada obrolan apapun diantara mereka meskipun pada kenyataannya keduanya suami istri. Baik Barra dan Manda seakan sibuk dengan pikirannya sendiri.
Begitu lift datang, Barra lebih dulu melangkahkan kaki masuk disusul dengan Manda. Ia menekan tombol basement sementara Manda menekan tombol lobby. Saat pintu besi mulai menutup dan lift bergerak turun, Barra mengeluarkan ponsel dari saku. Ia sibuk memeriksa notifikasi yang belum ia lihat setelah bangun tidur tadi. Manda yang berdiri di sampingnya melirik pria itu sekilas yang seperti memang tak ada niat untuk mengajaknya bicara. Lalu Manda melirik paper bag berukuran kecil yang sejak tadi yang bawa.
"Bar, tadi aku buat sandwich. Kamu mau untuk sarapan?" Ia menawari.
Pria itu menoleh, melirik paper bag yang dibawa Manda. "Enggak perlu."
Singkat, padat dan jelas sekali menunjukkan suatu penolakan. Setelahnya Manda hanya terdiam dan menekan rasa sesak yang ia rasakan. Semakin hari ia merasa sikap Barra padanya semakin dingin. Ia tahu alasan pasti apa yang membuat pria itu bersikap dingin padanya. Namun, Manda tidak pernah mengira jika sikap Barra akan sampai seperti ini. Sikap pria itu sangat berbeda sekali saat mereka baru saja menikah dan tinggal bersama.
"Aku duluan."
Manda berucap begitu lift tiba di lobby lalu ia melangkahkan kaki keluar. Barra yang masih sibuk dengan ponsel hanya menjawab dengan gumaman. Begitu lift kembali bergerak turun, ia baru mengangkat wajah lalu menyimpan ponsel di saku seraya menghela nafas. Setiap kali bersama Manda ia selalu merasakan sesak di dada. Bayangan akan surat kontrak, kenyataan mengenai pernikahannya yang tidak jelas seperti ini lalu kebersamaan Manda bersama pria lain seakan langsung memenuhi benaknya. Disaat seperti itu Barra ingin sekali menghindari Manda, tidak ingin melihat wajahnya. Namun, justru sebagian hatinya merasakan yang sebaliknya.
Pria itu sudah berada di mobil yang terparkir di basement gedung apartemen, begitu mesin dinyalakan dan seatbelt sudah terpasang, ia langsung melajukan mobil keluar basement. Saat akan memasuki jalan raya, matanya sempat mendapati Manda yang berdiri di halte dekat gedung apartemen mereka. Pasti ia sedang menunggu ojek online sebab ia tidak mungkin menunggu Deryl di halte, ia akan lebih memilih menunggu di lobby. Sempat terbersit dalam benak Barra untuk mengajak Manda berangkat bersama. Namun, yang ia lakukan malah terus melajukan mobil melewati gadis itu.
***
Empat puluh menit kemudian, Barra sudah tiba di rumah sakit. Ia berjalan menuju ruangan sambil sesekali tersenyum saat para perawat atau pun dokter lain menyapa begitu mereka berpapasan. Barra memang cukup dikenal di rumah sakit meskipun ia belum lama bergabung di sana. Tentu saja ia dikenal sebagai dokter gigi tampan. Bahkan meskipun masih dilabeli sebagai dokter baru di rumah sakit tersebut, ia sudah memiliki banyak fans. Banyak perawat atau pun dokter junior yang terpikat dengan senyum manisnya. Sayangnya, mereka tidak tahu jika faktanya Barra sudah menikah dan memiliki istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua [Completed]
ChickLitDewangga Barra; dokter gigi. Putra sulung dari keluarga Budiatma. Memiliki tubuh tinggi, bola mata kecoklatan, alis tebal, hidung mancung, rahang tegas dengan brewok tipis. Senyumnya manis yang mampu memikat banyak perempuan. Amanda Ayudita; pegawai...